NABIRE, Koranpapua.id – Penerapan efisiensi anggaran tahun 2005 di tingkat pusat dan daerah, dikuatirkan akan berdampak terhadap berkurangnya alokasi dana Otonomi Khusus (Otsus) untuk Papua.
Penerapan efisiensi itu setelah diterbitkannya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Anggaran di Tingkat Pusat dan Daerah.
Terkait ini, lembaga Majelis Rakyat Papua (MRP) se- Tanah Papua menyatakan menolak dengan tegas.
Pasalnya, kebijakan efisisnsi tersebut diberlakukan secara sepihak tanpa mempertimbangkan realitas obyektif dan kebutuhan mendesak masyarakat Papua.
“Dana Otsus seharusnya tetap diarahkan untuk membiayai kebutuhan dasar dan strategis Orang Asli Papua,” tegas Agustinus Anggaibak, S. M, Koordinator Asosiasi MRP se- Tanah Papua, dalam sambutanya pada pembukaan Rapat Kerja MRP se- Tanah Papua di Nabire, Senin 26 Mei 2025.
Penolakan terhadap efisiensi dana Otsus Papua itu, merupakan satu dari beberapa point penting yang disampaikan Agustinus Anggaibaik yang juga menjabat sebagai Ketua MRP Provinsi Papua Tengah.
“Point pentingnya adalah memperjuangkan masa depan OAP. Selain efisiensi dana Otsus, ada poin penting lainnya, yang harus diperjuangkan,” kata Agus.
Lebih lanjut Agus menjelaskan, hal penting yang juga menjadi konsentrasi MRP se-Tanah Papua yakni, amandemen PP Nomor 54 Tahun 2004 dan PP Nomor 64 Tahun 2008 tentang MRP.
Termasuk penambahan kewenangan MRP dalam melaksanakan tugas, fungsi dan wewenang secara menyeluruh seperti, ikutserta menetapkan kebijakan pengelolaan lainnya.
Dikatakan, mengingat adanya penambahan empat DOB di Papua sehingga menjadi enam provinsi, maka alokasi dana Otsus ditingkatkan dari 2,25 persen menjadi 4 persen dari Dana Alokasi Umum (DAU).
“Point penting lain yang kami minta adalah peraturan pemerintah ‘yang baru’ mengakomodir hak-hak keuangan pimpinan dan anggota MRP se- Tanah Papua disamakan dengan DPRP,” pungkas Agustinus.
Adanya peraturan baru ini sebagai bentuk penghargaan negara atas lembaga representatif kultural OAP yang telah mengemban amanah konstitusional dengan tanggung jawab.
“Dan point terakhir segala macam bentuk kontrak pengelolaan SDA di Tanah Papua, wajib mendapatkan rekomendasi dari MRP,” tutupnya. (Redaksi)