Regulasi yang berlaku saat ini masih lemah dari sisi sanksi, sehingga banyak pelaku usaha yang masih berani memasukkan barang bekas dari luar negeri secara ilegal.
TIMIKA, Koranpapua.id– Rencana pemerintah untuk memperketat aturan impor pakaian bekas membuat para pedagang di Pasar Sentral Timika, Papua Tengah mulai cemas.
Mereka khawatir kebijakan itu akan mematikan sumber penghidupan yang telah mereka jalani puluhan tahun.
Mama Adit salah satu pedagang yang ditemui di lapak kecilnya, mengaku sudah menekuni usaha jual pakaian bekas sejak tahun 2000.
Dia mengaku dari hasil jualan itu, mampu membiayai kebutuhan keluarga hingga menyekolahkan anak-anaknya sampai perguruan tinggi.
“Dari tahun 2000 kita sudah jualan ini. Tidak ada usaha lain. Dari sini kita makan, anak-anak sekolah juga dari sini,” ujarnya kepada koranpapua.id, Rabu 29 Oktober 2025.
Menurut Mama Adit, dalam sebulan ia biasanya memesan sekitar empat bal pakaian dari Jakarta melalui jasa ekspedisi.
Setiap bal dibanderol dengan harga bervariasi, mulai dari Rp6 juta hingga Rp10 juta, tergantung kualitas isi.
“Kalau yang bagus bisa sampai sepuluh juta per bal. Untungnya paling satu juta lebih saja, tidak banyak. Kadang dua bulan baru pesan lagi,” katanya.
Ia mengaku omzetnya kini tidak menentu. Dalam sehari, ia bisa mendapatkan sekitar Rp500 ribu, namun kadang lebih kecil tergantung jumlah pembeli.
Meski begitu, usaha ini menjadi satu-satunya tumpuan hidup bagi dirinya dan keluarga.
“Sudah 25 tahun saya jualan ini. Tidak tahu mau jual apa lagi kalau dilarang. Mudah-mudahan jangan sampai ditutup,” ucapnya lirih.
Keresahan Mama Adit juga dirasakan banyak pedagang lain di Pasar Sentral Timika. Salah satunya ibu Ida.
Ia berharap pemerintah mempertimbangkan dampak sosial sebelum memberlakukan larangan impor pakaian bekas secara menyeluruh.
“Kalau memang mau dilarang, tolong ada solusi. Kita ini hidup dari sini,” keluhnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyampaikan bahwa pemerintah tengah menyiapkan aturan baru untuk memberantas impor pakaian bekas ilegal.
Ia menilai regulasi yang berlaku saat ini masih lemah dari sisi sanksi, sehingga banyak pelaku usaha yang masih berani memasukkan barang bekas dari luar negeri secara ilegal.
Kendati demikian, bagi pedagang kecil seperti ibu Ida, aturan itu bukan sekadar urusan bisnis, tetapi soal nasib keluarga.
“Kita cuma berharap semoga tidak jadi dilarang. Karena dari dulu, hanya ini yang kita bisa,” tutupnya. (*)
Penulis: Hayun Nuhuyanan
Editor: Marthen LL Moru










