TIMIKA, Koranpapua.id- Ayub Seda Gadi, seorang muslim putra dari Mosalaki Ndona, Mohammad Nur Djou melakukan upacara adat ‘neka tana’ tempat pemakaman Uskup Agung Ende, Mgr. Vincentius Sensi Potokota, Pr.
Pelaksanaan ritual adat ini berlangsung, Selasa 21 November 2023 sekitar pukul 07.15.
Neka tana disaksikan pastor serta masyarakat adat Ndona persis di halaman Gereja Imaculata Ndona. Gereja ini sebelumnya menjadi pusat Paroki Umat Katolik Ndona sebelum dibangun gereja baru yang letaknya berdekatan.
Dengan dibangunnya gereja baru, maka bangunan gereja tersebut diserahkan ke Keuskupan Agung Ende.
Ayub kepada Koranpapua.id melalui sambungan telepon, Selasa siang menjelaskan, upacara neka tana yang dilakukannya menggantikan sang ayah, Mohamad Nur Djou.
Ritual ini wajib dilakukan oleh tua adat (mosalaki-red) pemegang hak ulayat. Upacara neka tana ini selain untuk orang yang meninggal juga berlaku dalam setiap pembangunan rumah, gedung sekolah dan gereja.
“Ini menjadi kewenangan mosalaki pemilik hak ulayat. Upacara kebesaran ini secara turun temurun dari leluhur kita yang menguasai hak ulayat tana gadi,” ujarnya.
Ayub menuturkan, memang banyak mosalaki tetapi untuk wilayah tanah adat tana Gadi kewenangannya berada di keturunan Gadi Gaa. Apa yang dilakukan ini merupakan melanjutkan warisan leluhur Gadi Gaa.
“Sekarang bapa di rumah sementara menjalani tugas sebagai mosalaki. Tapi bapa belum bisa keluar rumah, bapa mandatkan ke saya sebagai anak sulung laki-laki untuk jalankan amanat itu,” paparnya.
Ayub sebelum melaksanakan amat tersebut sudah terlebih dahulu berkoordinasi dengan anggota keluarga besar yang lebih tua. Semuanya menyetujui Ayub menjalankan amanat tersebut.
Ayub mengaku peristiwa ini menjadi viral karena tidak biasanya seorang muslim neka tana pertama dalam upacara adat untuk pemakaman seorang Uskup pemimpin umat gereja Katolik.
Menurut Ayub, dengan adanya peristiwa iman ini semakin melestarikan dan meningkatkan nilai-nilai toleransi masyarakat Ndona Ende yang digaungkan dari Ende ke seluruh penjuru nusantara bahkan dunia. Sejalan dengan nilai-nilai Pancasila yang juga digaungkan dari Ende ke seantero nusantara.
Kepergian Uskup Sensi sebagai sosok pemimpin gereja Katolik bukan hanya dirasakan oleh umat Katolik saja, tetapi dialami juga oleh umat Muslim Ndona seluruhnya.
Almarhum Uskup Mgr Sensi bagi Ayub, merupakan sosok pemimpin Gereja Katolik yang bisa masuk dan diterima oleh semua kalangan dalam kehidupan bersama di tengah masyarakat khususnya di Ndona.
“Ini merupakan suatu yang luar biasa teladan hidup yang diwariskan pemimpin Gereja lokal Ende selama ini,” kata Ayub.
Masih segar dalam ingatan Ayub, setiap hari raya raya Idul Fitri, upacara adat di Ndona Uskup Sensi bersama para imam dan biarawati dari Susteran Wajah Kudus selalu hadir bersama umat muslim.
Dalam kebersamaan itu Uskup Sensi biasanya selalu membuka diri bersama umat muslim dalam membangun nilai-nilai toleransi.
Begitupun pada hari raya Natal 25 Desember setiap tahun, umat muslim Ndona datang mengucapkan selamat kepada Uskup Sensi, para pastor dan suster Wajah Kudus.
“Kita biasanya undang pada acara halal bi halal dan bapa uskup bersama para imam serta suster hadir. Mereka selalu hadir dalam setiap acara apa saja baik keagamaan maupun adat. Kami selalu silaturahmi dengan keluarga besar keuskupan,” kisah Ayub.
Kesan lain almarhum Uskup Sensi di mata Ayub, adalah selain seorang pemimpin juga pribadi yang mudah membangun komunikasi di masyarakat.
Uskup Sensi berkomunikasi dengan siapa saja tanpa ada sekat perbedaan, berteman dan bersahabat.
“Kami sangat menghargai beliau dan menghormatinya sebagai pemimpin. Kesehariannya sangat dekat dengan umat,” kenang Ayub.
Ayub bersama keluarga besarnya di Ndona sebagai tetangga sangat merasakan kehilangan.
Sebagai bentuk turut berbela sungkawa, kata Ayub, dalam acara penguburan, Kamis 23 November 2023 panitia akan melibatkan remaja mesjid untuk menjadi pagar betis, petugas keamanan dan mengundang secara khusus ibu-ibu Majelis Ta’lim Nurul Huda Ndona. (Redaksi)