TIMIKA, Koranpapua.id- Dana Desa (DD) atau Dana Kampung sebutan di Papua, merupakan salah satu instrumen vital dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pemberdayaan masyarakat di tingkat akar rumput.
Setiap tahun, pemerintah pusat menggelontorkan ratusan miliar rupiah untuk 133 kampung yang tersebar di 18 distrik dalam wilayah Kabupaten Mimika, Provinsi Papua Tengah.
Sayang, alokasi dana yang masif ini belum menunjukkan dampak signifikan terhadap pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah ini.
Untuk diketahui pada tahun 2025, total Dana Desa yang dikucurkan Kementerian Keuangan RI ke Kabupaten Mimika mencapai 130.178.674.000.
Dana itu dibagikan kepada 133 kampung dengan besaran yang berbeda berdasarkan jumlah penduduk dan luas wilayah.
Melihat fenomena ini, berbagai kalangan memberikan komentar dan masukan agar pemanfaatan DD bisa memberikan dampak positif terhadap kesejahraan masyarakat.
Ananias Faot, Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Setda Mimika, menyampaikan keprihatinannya atas kondisi ini.
“Setiap tahun DD yang masuk ke kampung sangat besar, tapi kenyataannya belum ada perubahan nyata atau pembangunan signifikan,” ujar Ananias ketika membuka salah satu kegiatan di Timika, Rabu 2 Juli 2025.
Sorotan serupa sebelumnya juga disampaikan oleh Marianus Maknaepeku, Tokoh Masyarakat Mimika sekaligus Wakil Ketua Lembaga Masyarakat Adat Suku Kamoro (Lemasko).
“Bayangkan saja sudah bertahun-tahun DD dikucurkan, tapi coba perhatikan jalan kampung saja tidak diperhatikan, sampah di mana-mana. Bahkan ada yang sampai saat ini tidak memiliki Balai Kampung,” sesal Marianus.
Minimnya Pengawasan dan Transparansi Jadi Akar Masalah
Menurut Marianus, minimnya pengawasan dari pemerintah daerah dan aparat terkait telah membuka celah bagi aparat kampung untuk menyalahgunakan keuangan.
Faktor pemicu lainnya adalah kurangnya transparansi dalam pengelolaan serta terbatasnya pengetahuan dan keterampilan perangkat kampung dalam mengelola keuangan.
“Yang terjadi selama ini DD yang diterima kepala kampung banyak habis di kota, sisa ampasnya yang dibawa pulang ke kampung untuk kegiatan kecil-kecilan atau hanya untuk honor aparatur,” imbuhnya.
Marianus menambahkan bahwa penyalahgunaan DD juga dipengaruhi oleh kepentingan pribadi dan kelompok.
“Bagaimana mungkin bisa transparan kalau yang mengurus DD semuanya kerabat kepala kampung, termasuk operatornya orang dalam, jadi mereka sendiri yang mengatur uangnya,” kritiknya.
Pemkab Mimika Bentuk Tim Terpadu
Menanggapi kondisi ini, Pemkab Mimika berencana membentuk tim terpadu yang melibatkan pemerintah daerah dan aparat penegak hukum.
Tim nantinya akan bekerja melakukan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja kepala kampung, khususnya dalam pengelolaan DD.
Abraham Kateyau, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Kampung (DPMK) Mimika, membenarkan kondisi kampung yang cukup prihatin ditengah ‘membanjirnya’ kucuran dana segar oleh pemerintah.
Ia mengakui, banyak kampung yang belum memanfaatkan DD secara optimal, bahkan ada yang menyalahgunakannya.
“Banyak kampung yang belum berhasil mengelola dengan baik. Ada yang menggunakan dana untuk menyelesaikan konflik sosial, itu tidak sesuai peruntukannya,” tegas Bram.
Ia juga menyoroti adanya program yang tercatat dalam laporan, namun kegiatannya tidak pernah dilaksanakan di lapangan.
“Kegiatannya tidak ada, tapi laporan dana masuk 100 persen. Ini bisa menjadi temuan apabila ada pengaduan dan ditindaklanjuti pihak berwenang,” ungkapnya.
Bram turut menyoroti minimnya koordinasi dengan para pendamping desa yang ditugaskan oleh Kementerian Desa.
Menurutnya, kehadiran pendamping tersebut seharusnya memberikan bimbingan teknis dan pengawasan penggunaan dana di setiap kampung.
“Pendamping ini dibayar oleh Kementerian Desa, dan selama saya menjabat, belum ada komunikasi aktif dari mereka dengan kami di daerah. Padahal mereka punya peran penting dalam pengawasan,” pungkasnya.
Sebagai langkah evaluasi lebih lanjut, Bupati Mimika dijadwalkan akan memanggil seluruh kepala kampung, Badan Musyawarah Kampung (Bamuskam), dan para pendamping DD.
Evaluasi ini bertujuan untuk memastikan transparansi dan efektivitas pengelolaan DD demi kemajuan pembangunan di kampung-kampung di Mimika.
Modus operandi penyelewengan DD beragam
Penyelewengan dana desa adalah tindakan penyalagunaan keuangan desa yang seharusnya digunakan untuk pembangunan dan pemberdayaan masyarakat.
Ada beberapa modus operandi penyelewengan yang dilakukan aparat kampung, mulai dari mark-up anggaran, proyek fiktif hingga penggelapan dana.
Mark-up bisanya dilakukan dengan cara penggelembungan harga pada barang dan jasa yang dibiaya menggunakan dana desa.
Ada juga yang membuat laporan kegiatan atau proyek yang sebenarnya tidak ada hanya untuk mencairkan dana alias fiktif.
Modus lainnya yakni mengambil sebagian dana desa untuk kepentingan pribadi atau kelompok.
Termasuk menggunakan dana untuk kegiatan yang tidak sesuai dengan peruntukannya, dan membuat laporan keuangan yang tidak sesuai dengan realita penggunaannya.
Mengantisipasi dan menekan agar penggunaan DD tepat sasaran maka Pemkab Mimika perlu melakukan beberapa upaya pencegahan.
Yakni, pemerintahan kampung harus terbuka dalam penggunaan dana dengan melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan dan pengawasan yang dilakukan secara berjenjang, mulai dari kampung, distrik hingga kabupaten.
Memberikan pendampingan kepada aparat kampung agar memahami pengelolaan dana dengan baik dan benar, serta penegakan hukum terhadap pelaku yang diketahui melakukan penyelewengan dana tersebut. (*)
Penulis: Hayun Nuhuyanan
Editor: Marthen LL Moru