Timika – Sebanyak 1.231 tenaga medis dan tenaga kesehatan (Nakes) meliputi dokter, perawat, bidan dan apoteker di Kabupaten Mimika mengikuti webinar dan diskusi penyegaran tatalaksana malaria untuk dokter, perawat, bidan dan apoteker, Senin, 17 April 2023.
Kegiatan ini digagas oleh Dinas Kesehatan Mimika mulai pukul 15.00-17.00 WIT. Dari jumlah ini, peserta yang mengikuti lewat YouTube PPNI 1.131 orang dan 100 lewat ruang zoom.
Acara ini dibuka oleh Reynold Ubra, Kepala Dinas Kesehatan Mimika dan menghadirkan, Dr. Jeanne Rini Poespoprodjo, Sp.A., M.Sc., Ph.D sebagai narasumber.
Reynold Ubra, dalam sambutan membuka webinar mengemukakan, malaria sampai dengan saat ini masih menjadi persoalan besar di Mimika Provinsi Papua Tengah.
“Pada 14 Maret 2023 lalu, sesuai hasil rapat telah menghasilkan salah satu kesepakatan yakni diperlukan pelatihan maupun penyegaran terkait dengan tatalaksana malaria dan peningkatan kapasitas lainnya yang berhubungan dengan profesi.
“Berdasarkan hasil kesepakatan itu, kami dari Dinas Kesehatan telah menerbitkan surat, selanjutnya disampaikan untuk seluruh ketua organisasi profesi, dimana pada Bulan Juni mendatang untuk mengurus surat ijin praktek profesi di Mimika . Salah satu hal yang menjadi syarat oleh Pemerintah Kabupaten Mimika adalah melalui Dinkes Mimika yaitu sertifikat terkait dengan upaya program malaria. Kami akan mensyaratkan kepada organisasi profesi terutama untuk dokter, perawat, bidan, apoteker, tenaga laboratorium,” paparnya.
Menurutnya mengapa hal ini menjadi penting? Karena tenaga kesehatan di Kabupaten Mimika hampir setiap saat terus bertambah. Kedua, karena dengan tugas dan tanggung jawab yang sangat banyak, kadang-kadang sudah lupa untuk mencari informasi terbaru.
“Saya pikir yang hadir pada sore hari ini dokter Rini sebagai narasumber yang juga ahli dalam hal malaria dalam bidang penelitian di Indonesia, bersama-sama dengan kita di sini. Jangan sampai melewatkan kesempatan yang baik ini,” katanya.
Ia juga menegaskan di akhir webinar ini, setiap peserta akan mendapatkan post tes dan yang lulus akan diberikan sertifikat dan materi mengenai webinar ini.
Sementara dokter Rini mengawali materinya menjelaskan, semua peserta dari Kabupaten Mimika. Materi yang dibawakan dalam webinar ini, ia menggunakan data malaria Tahun 2021, berbicara mengenai diagnosis malaria tanpa komplikasi, pengobatan, pentingnya minum obat sampai tuntas dan monitoring pemeriksaan darah setelah terapi.
Dikatakan, di Kabupaten Mimika pada Tahun 2021 lalu, API malaria 402 per 1000 dan 50 persen vivax dan 50 persen parasit falcifarum. Dari hasil data yang ada 7 dari 10 penderita malaria menderita anemia.
“Yang kita tahu jika seseorang mengalami anemia akan menghasilkan SDM yang kurang atau tidak berkualitas. Khusus untuk plasmadium vivax, di Kabupaten Mimika sudah terbukti bahwa jika seseorang terkena plasmodium vivax maka risikonya mengalami vivax berulang di waktu satu tahun pertama itu hampir 34 persen,” jelasnya.
Untuk siklus hidup plasmodium nyamuk, jelasnya, berkaitan dengan respons pengobatan. Mulai dari nyamuk yang menggigit adalah nyamuk anopheles betina. Nyamuk yang mengandung parasit malaria ketika menggigit sporozoid pertama akan masuk kedalam sel hati. Kemudian di dalam sel hati, sporozoid akan membelah diri dan menjadi merozoid yang bisa pecah masuk ke aliran darah. Dan masuk kedalam eritrosit atau sel darah merah,” jelasnya.
Untuk plasmodium vivax, lanjutnya, sebagian sporozoid akan tetap tinggal di dalam hati dan membentuk hipnozoid, atau yang dikenal bentuk parasit yang tidur atau dorman. Jadi dia bisa kambuh beberapa minggu sampai beberapa bulan setelahnya. Ini khusus untuk plasmodium vivax dan ovale.
Setelah merozoid memasuki eritrosit lanjutnya, maka dimulailah yang namanya siklus aseksual. Jadi, merozoit akan menginfasi menjadi eritrosit dan membelah diri, kemudian akan pecah dan akan menginfeksi eritrosit baru. Merozoit ini akan bertumbuh menjadi tua.
“Jadi yang pertama dideteksi oleh mickroskop schizon muda, menjadi tropozoit, akhirnya membentuk skizon dan membentuk merozoit demikian seterusnya. Satu siklus ini vivax membutuhkan dua hari atau 48 jam,” jelasnya.
“Jadi kita bisa bayangkan kalau pengobatannya ditunda, atau kurang tepat proses ini akan terus berjalan. Eritrosit akan terus dipecah-pecah. Dan bisa mengalami gejala berat atau anemia atau gejala berat yang lain,” tambahnya.
Dalam siklus aseksual ini, katanya, sebagian merozoit atau schizon akan membentuk gametosit. Gametosit ini dikenal sebagai stadium seksual. Namanya gamet sebagai alat untuk berkembangbiak. Jadi ada yang perempuan dan laki-laki.
“Gamet ini untuk penderita terkena tidak menimbulkan gejala klinis. Tetapi menjadi sumber transmisi kalau digigit oleh nyamuk. Karena gametosit ini digigit nyamuk dia akan kawin dan menghasilkan zigot dan selanjutnya akan membentuk sporozoit. Ini adalah lingkaran dari proses penularan malaria. Jadi, kalau kita ingin berperan dalam menurunkan kasus malaria salah satunya dengan memastikan diagnosis dini, pengobatan segera, tepat dosis, minum obat sampai tuntas. Sehingga jika kita mampu menghancurkan parasitnya sebelum siklus ini dua hari tentu saja gametositnya tidak akan terbentuk,” jelasnya.
Dikatakan, plasmoidum parasit falcifarum akan menginfasi semua stadium eritrosit dari yang muda sampai yang tua. Vivax itu terutama lebih suka eritrosit yang muda.
“Kita yang tinggal di daerah endemis tinggi di Timika, bagi para klinisi maupun para dokter merupakan tantangan besar. Karena gejalanya tidak spesifik. Apalagi dokter yang baru datang ke Papua. Karena orang di Timika sudah banyak yang punya kekebalan, itu sebagian besar bisa tanpa gejala tapi dia membawa parasit malaria,” katanya.
Kemudian untuk daerah dengan endemis tinggi lanjutnya, biasanya, gejala yang sering ditemukan anemia dan napas cepat.
“Untuk para dokter yang bekerja di daerah endemis tingggi, biasanya senang bila sudah kena malaria. Tapi
tolong jangan berhenti di situ. Tapi cari mungkin ada penyakit lain. Misalnya infeksi paru-paru, infeksi susunan saraf pusat ,diare , sepsis dan lain-lain,” sarannya.
Ia menambahkan, prinsip pengobatan malaria sebetulnya, dimulai dari keputusan dokter menentukan diagnosa. Apakah ini malaria tanpa komplikasi. Biasanya panas, sakit tulang tanpa tanda berat. Malaria tanpa komplikasi pengobatannya obat anti malaria oral. Kemudian dokter akan menentukan jika mendapatkan pasien dengan parasit positif malaria dan ada salah satu tanda berat, misalnya penurunan kesadaran, kejang dan lain-lain, maka obat yang harus dibutuhkan adalah obat anti malaria intravena. Jadi, ini dua prinsip pengobatan malaria yang tidak boleh tertukar.
Bagi pasien yang positif malaria tanpa komplikasi katanya, jangan diberikan artesunat intravena sebaliknya malaria berat jangan hanya diberikan anti malaria oral, diberikan obat biru dan primaquin berwarna cokelat.
Kepada peserta, ia mengingatkan supaya mengedukasi pasien minum obat sampai tuntas meskipun baru dua hari minum sudah merasa badannya sehat dan jika di hari ketiga tidak diminum lagi maka parasitnya bisa bertambah lagi dalam darah. Begitupun dosisnya jangan dikurangi atau ditambah.
“Kalau muntah masih dalam waktu 30 menit setelah minum obat, itu diulang. Tapi kalau sudah 30 menit baru muntah itu tidak usah diulang. Tapi kalau sudah dua kali muntah dalam jangka waktu berdekatan sebaiknya segera ke Faskes untuk mendapat penanganan selanjutnya,” katanya. (redaksi)