TIMIKA, Koranpapua.id- Lembaga Pusat Bantuan Mediasi GKI (PBM-GKI) di Tanah Papua akan melaksanakan pertemuan membahas penyamaan persepsi dan dukungan non Orang Asli Papua (OAP) terhadap Afirmasi Otsus Papua Jilid 2.
Sesuai undangan yang diterima koranpapua.id, pertemuan tersebut akan berlangsung di Serayu Hotel, Senin 29 Juli 2024. Berbagai problem krusial akan menjadi topik menarik yang akan dibahas dalam pertemuan itu.
Kegiatan tersebut akan dihadiri pimpinan agama, ketua-ketua paguyupan, pimpinan lembaga Ormas, profesional praktisi hukum, kepolisian dan sejumlah pimpinan perusahaan yang ada di Kabupaten Mimika.
Pertemuan itu dilaksanakan untuk menyamakan persepsi semangat Undang-Undang Otonomi Khusus (Otsus) Nomor 21 Tahun 2001 dan Perubahan Kedua UU Nomor 2 Tahun 2021.
Termasuk PP 106 dan Undang-Undang Dasar 1945 P A, bahwa Pemerintah Pusat menghormati dan mengakui pemerintahan yang khusus dan istimewa dengan semua kekhususan yang diakui dalam Undang-Undang.
Guna optimalisasi implementasi semanggat Otsus ini, maka perlu sekali menjadi tanggung semua pihak, untuk mewujudkan pemberdayaan Orang Asli Papua.
Sesuai pengantar dalam undangan yang ditandatangani oleh Jake Merril Ibo selaku Direktur PBM-GKI menjelaskan bahwa, lahirnya Otsus merupakan bentuk keberpihakan negara terhadap OAP yang masih tertinggal, jika dibandingkan dengan saudara-saudara dari daerah lain di Indonesia dalam bentuk program afirmasi terhadap OAP.
Hal ini tentu berangkat dari semangat UU Otsus itu sendiri yang kalau dibaca isi seluruh klausula UU Otsus bernafaskan afirmasi.
Afirmasi terkait pendidikan, lapangan kerja, kesehatan, peluang bisnis, kesejahteraan OAP, pemberdayaan ekonomi, beasiswa, perumahan.
Keseriusan pemerintah pusat berpihak pada OAP, boleh dikatakan sebagai rahmat Tuhan, karena setelah 20 tahun pemerintah menggelontorkan anggaran yang begitu besar namun belum memberikan hasil bagi kesejahteraan OAP.
Pemerintah kemudian memperpanjang program keberpihakan kepada OAP melalui Otsus di Jilid II dengan diterbitkan UU Nomor 2 Tahun 2021, dan nilai anggaran yang mengalami kenaikan sebesar 2,5 persen dibandingkan Otsus Jilid I.
Pusat Bantuan Mediasi GKI menyadari bahwa nonOAP di tanah Papua tentu bukanlah yang menyebabkan kegagalan tersebut.
Karena untuk mendapat rezeki semua bekerja keras untuk makan, minum, pakaian, dan kesejahteraan di atas Tanah Papua yang sudah menjadi Rumah Kita Bersama.
Kegagalan Otsus Jilid I yang belum memberikan dampak signifikan bagi OAP dengan anggaran biaya negara yang gelontorkan begitu besar selama 20 tahun masih menyisahkan banyak hal yang perlu dibahas bersama.
Berikut sejumlah hal krusial yang akan menjadi topik menarik yang akan dibahas bersama pada pertemuan nanti:
- Belum adanya pemahaman yang baik tentang Otsus Papua di semua pemangku kepentingan.
- Angka malaria dan stunting yang tinggi.
- Masih banyak anak Papua yang belum mendapatkan kerja
- Masih banyak jabatan startegis pemerintahan dan BUMN/BUMD belum dipercayakan kepada OAP.
- Masih banyak pengelolaan sekolah-sekolah pinggiran dan pedalaman belum dikelola dengan baik dalam menopang pendidikan OAP.
- Dilain sisi, masih banyak pejabat OAP korup.
- Pejabat OAP tetapi tidak berpihak ke OAP
- Lemanya peran legislator dan maraknya praktek minta jatah proyek oleh oknum anggota DPRD.
- Banyak konflik kepentingan yang berimbas pada kisruh militer menjadi soal untul OAP dan nonOAP, terutama pada wilayah-wilayah kapling konflik, sehingga PNS/Swasta tidak bisa bekerja/berdinas dengan tenang.
Dan pada titik yang paling menyedihkan ada sentimen rasial yg muncul dan mencoba untuk menganggu relasi OAP dan nonOAP yang nyatanya aman dan damai.
Untuk diketahui bahwa PBM-GKI di Tanah Papua, sebagai satu-satunya Lembaga Mediasi Terakreditasi Mahkamah Agung RI (SKKMA Nomor 102/KMA/SK/IV/2022) yang independent.
Lembaga ini sudah melaksanakan pelatihan sebanyak 30 angkatan pelatihan mediator bersertifikat terakreditasi Mahkamah Agung RI dan berlangsung di seluruh Tanah Papua.
Pelatihan mediator bersertifikat banyak berlangsung di Provinsi Papua Tengah dengan melibatkan aktor militer, aktor ASN, aktor kelompok profesi, NGO (non-governmental organiasation), staf dan managemen.
Termasuk masyarakat sipil (tokoh perempuan, tokoh pemuda, tokoh agama, toko masyarakat). Lembaga ini juga sudah memberikan sertifikat lebih dari 600 orang yang tersebar di seluruh Tanah Papua. (Redaksi)