TIMIKA, Koranpapua.id- Kabar miris ini datang dari Kampung Wakia, Wuwumuka dan Kapiraya, Distrik Mimika Barat Tengah, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua Tengah.
Sebagian besar Sumber Daya Alam (SDA) yang ada di wilayah itu, sebut saja hutan yang dulu dipenuhi kayu besi kini sudah ditebang habis.
Kayu-kayu yang bernilai ekonomis itu dibawa keluar dari daerah itu, entah kemana. Masyarakat Kapiraya menangis.
Investor yang melakukan penebangan juga tidak jelas, namun anehnya mereka berani melakukan penebangan hanya dengan mengantongi ijin dari kepala kampung.
Setelah kayu besi dibawa keluar, kini datang lagi investor lain. Dengan hanya mengantongi rekomendasi kepala kampung, investor berani melakukan penggalian di bantaran sungai untuk mengambil emas yang ada di wilayah itu.
Kondisi ini mendorong tokoh masyarakat Kapiraya, Antonius Tapipea, ST angkat bicara. Kepada Koran Papua, Senin 1 April 2024 melalui sambungan telepon, Antonius menyampaikan rasa keprihatinannya terhadap daerah tempat kelahirannya.
“Lahan kayu di Mimika Barat Tengah, Kampung Wakia Wuwumuka dan Kapiraya yang menjadi ibukota distrik sudah hancur habis-habisan dan sekarang giliran buka tambang emas ilegal,” ujar Anton.
Anton menyayangkan tambang emas Wakia yang selama ini hanya sebatas tambang rakyat dan dikelola dengan peralatan sederhana, kini mulai berubah.
Investor ‘tidak jelas’ alias ilegal sudah ikut dalam pembukaan tambang itu. Untuk mendapatkan butiran emas, mereka menurunkan alat berat berupa excavator untuk mengeruk sungai yang mengakibatkan kerusakan yang semakin parah.
Dengan menggunakan alat berat, selain merusak aliran sungai juga mengakibatkan sumber air masyarakat menjadi terganggu. “Selama ini air sungai itu yang dipakai untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, sekarang sudah rusak,” paparnya.
Menurut Anton, berdasarkan informasi yang diterima, investor yang melakukan pengerukan di sungai Wakia hanya mengantongi rekomendasi dari kepala kampung.
Sementara ijin dari Pemerintah Kabupaten Mimika melalui Dinas Pertambangan Energi dan pihak-pihak lain yang berkaitan dengan pertambangan sama sekali tidak dimiliki investor.
Investor juga tidak pernah melakukan koordinasi dan duduk bersama dengan masyarakat yang punya wilayah, tokoh-tokoh masyarakat Kapiraya termasuk Lembaga Masyarakat Suku Kamoro (Lemasko) sebagai pemilik hak ulayat di wilayah itu.
Terkait dengan ini Anton meminta kepada pemerintah daerah untuk segera menutup tambang emas di Wakia. Dan kepada pihak-pihak yang ingin mengolah tambang emas Wakia segera mengurus ijin yang legal.
Termasuk duduk bersama dengan tokoh-tokoh masyarakat serta Lemasko, sebagai lembaga adat.
Anton kuatir jika tambang ilegal ini dibiarkan beroperasi tanpa ijin yang jelas akan berdampak panjang. Termasuk batas-batas wilayah tambang-pun tidak terkontrol.
“Nanti setelah emas di Wakia sudah habis dikerok nanti bergeser ke Kapiraya dan Wuwumuka Mapuruka. Alam disana akan hancur, jadi saya minta untuk ditutup,” tegas Anton.
Anton juga menyampaikan dengan ketidakjelasan ijin tambang itu, akan membuka peluang kepada siapa saja untuk masuk.
Dan tidak menutup kemungkinan pihak-pihak yang selama ini berseberangan dengan kedaulatan NKRI.
Kemungkinan itu bisa saja terjadi, karena tidak diketahui pasti pihak keamanan mana yang bertanggungjawab terhadap operasional tambang emas Wakia.
“Kita tidak tahu apakah pengamanan dari kepolisian, Babinsa atau dari mana. Kalau nanti ada kasus penembakan atau pembunuhan di lokasi tambang, siapa yang harus bertanggungjawab. Apakah kepala kampung bisa bertanggungjawab,” tanya Anton.
Terkait dengan berbagai persoalan yang terjadi di Kapiraya, Anton berharap kepada pemerintah daerah untuk segera menyikapi hal ini dengan serius. “Sebagai tokoh masyarakat saya minta pemerintah segera sikapi, dan tutup tambang,” tandas Anton. (Redaksi)