Oleh: Dr. Ing. Ignas Iryanto
DARI awal sudah disadari bahwa dialog di markas relawan Ganjar ini pasti tidak bersifat kampanye langsung. Karena yang hadir jelas sudah menentukan pilihan politiknya mendukung Gama.
Prof Mahfud tidak perlu lagi berkampanye untuk kelompok diaspora NTT yang hadir malam itu. Esensi dialog dipahami dari dua sudut pandang.
Dari sudut pak Mahfud untuk menyerap aspirasi diaspora NTT pendukungnya terkait dengan isu-isu strategis di NTT yang bisa jadi masukan buat beliau jika nanti terpilih sebagai Wapres RI bersama Presiden Ganjar Pranowo, ketika harus mendesain pembangunan transformative di NTT nanti.
Bagi para pendukungnya dialog tersebut merupakan masukan berharga dari Prof Mahfud sendiri yang bisa diserap baik dari pengantar dialog maupun dalam sesi tanya jawab.
Ini bertujuan agar bisa diteruskan ke jaringan komunitas masing- masing hadirin hingga daerah, jika ada ketidak jelasan mengenai sistem nilai, visi dan misi yang dimiliki oleh paslon Gama, khususnya oleh Prof MD.
Jika dimati berbagai diskusi di ruang publik di berbagai media termasuk di berbagai WAG, teridentifikasi tiga isu utama yang menjadi harapan publik Indonesia:
- Pemberantasan Korupsi.
- Sikap anti terhadap radikalisme agama dan sikap intoleransi.
- Kebijakan pembangunan yang selalu berpihak pada kepentingan rakyat.
Isu pemberantasan korupsi muncul sangat kuat dalam dialog tersebut dan makin nyata sikap tegas dan komitmen anti korupsi dari Prof Mahfud. Hal ini sebenarnya sudah menjadi personal branding beliau.
Pertanyaan atau keraguan yang sering muncul di ruang publik terkait dengan persepsi bahwa sekarang pun dia telah memegang otoritas bidang hukum tertinggi di kabinet sebagai Menkopolhukam terjawab dengan sangat jelas.
Ini ketika beliau menguraikan posisi Menko yang dibentuk hanya berdasarkan kebutuhan koordinatif dari Presiden terhadap kementerian, jadi bukan merupakan kementerian yang kewenangannya diatur dalam UU.
Kemenkopolhukam tidak memiliki hak dan otoritas Yudisial namun hanya memiliki fungsi koordinatif. Sementara kementerian dan lembaga negara yang dikoordinasikan memiliki kewenangan yudisial yang diatur dan dilindungi oleh UU, yang harus juga ditaati oleh Menko walaupun itu membatasi kewenangan Menko.
Itu sebabnya yang namanya Kemenko selalu berubah-ubah dari periode ke periode pemerintahan, tergantung pada Presiden yang memimpin serta mungkin sense of urgencynya.
Kewenangan Kemenko adalah kewenangan koordinatif Presiden yang dititipkan sementara kepadanya untuk menjalankan fungsi koordinasi tadi.
Ditambahkan oleh Prof Mahfud, dengan wewenang yang terbatas itu saja, saya telah dan sedang menangani kasus korupsi dengan total nilai 701 triliun.
Seluruh data dan langkah-langkah tindak lanjutnya telah ada di Kemenko saat ini, nanti tinggal diteruskan oleh siapapun yang akan memerintah.
Kita tentu dapat menyimpulkan sendiri, apalagi jika dia memiliki kewenangan yang lebih pasti dan firm oleh UU, dia pasti akan lebih effektif dan tuntas melakukan langkah-langkah pemberantasan korupsi.
Rakyat yang benar-benar menginginkan pemberantasan korupsi menjadi prioritas pertama, mestinya mendukung pasangan Ganjar Mahfud ini.
Begitu juga pertanyaan mengenai prinsip pembuktian terbalik dan UU pemiskinan koruptor dan perampasan aset, direspon dengan sangat tegas.
“Iya saya sudah mendorong UU perampasan aset itu ke Senayan. Sekarang bola berada di Senayan silahkan masyarakat mendorong di senayan.”
Tanpa perlu diucapkan, hadirin sendiri dapat menyimpulkan jika pasangan ini berada dalam posisi kepala negara, tentu UU ini akan bisa didorong untuk disahkan di Senayan apalagi jika masyarakat sipil ikut mendorongnya.
Isu ketiga tentang kebijakan yang harus berpihak pada rakyat dielaborasi oleh Prof Mahfud Ketika merespon 9 pertanyaan terkait isu-isu strategis khas Provinsi NTT.
Isu kemiskinan ekstrim yang bersanding dengan isu korupsi ekstrim, isu Tindak Pidana Perdagangan Orang ( TPPO), isu benefit local dari berbagai proyek strategis dengan dana APBN.
Termasuk isu SDM lokal yang mengerti kearifan lokal NTT terkait aparat penegak hukum di NTT, isu potensi pariwisata yang belum sepenuhnya menjadi prime mover ekonomi rakyat dll, dicatat dengan baik dan dibahas dalam dialog tersebut.
Bahkan beberapa isu yang sangat khas kabupaten muncul seperti misalnya dari Alor. Prof Mahfud bahkan berjanji akan mengunjungi Alor dan tidak perlu menunggu menjadi Wapres.
Bahkan pada akhir dialog Ketua Relawan Beta Ganjar Marlin Bato menyerahkan 6 point yang akan dilakukan oleh Gama jika terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden negeri ini:
- Mendukung program desalinasi air laut bagi peningkatan aktivitas ekonomi produktif rakyat NTT.
- Penguatan pencegahan stunting di NTT.
- Menghukum dengan tegas pelaku TPPO.
- Memperbanyak penerbangan dan pelayaran yang berbiaya murah/ terjangkau.
- Memberantas mafia tanah di NTT.
- Meninjau kembali penguasaan hutan adat yang telah diambil negara untuk tujuan komersil.
Prof Mahfud menerima dengan terbukti dan akan melaksanakannya jika terpilih nanti.
Isu kedua, anti intoleransi dan radikalisme agama sama sekali tidak muncul di dialog, dan bisa menjadi indikator bahwa isu ini belum menjadi isu publik di NTT.
Dalam bahasa lain intoleransi tidak dialami di NTT secara umum. Tidak heran jika NTT pernah diplesetkan juga dengan Nusa Toleransi Tertinggi.
Walaupun isu itu tidak muncul dalam dialog ini, figure Prof Mahfud yang komit pada pluralism sebagai kader NU dan Gus Dur sudah tidak diragukan lagi.
Begitu juga pak Ganjar yang berkali-kali di Jawa Tengah telah mengambil langkah-langkah tegas terhadap kelompok dan figur-figur yang terindikasi terpapar radikalisme, adalah bukti bahwa pasangan Gama ini paling konsisten dan bisa dipercaya sebagai pengemban sikap anti terhadap intolerans dan radikalisme agama.
Tentu ini berbeda dengan rekam jejak pasangan lain yang memang dimasa lalu tercatat pernah berkelindan dan berkolaborasi dengan kelompok-kelompok itu.
Tetap ada risiko sikap kompromis terhadap kelompok intoleransi dan radikal bisa muncul sebagai kebijakan negara jika mereka yang terpilih. Ini risiko yang harus dihindari.
Dan buat NTT, kondisi saat ini tetap harus dipertahankan, dengan tidak membiarkan benih sekecil apapun dari sikap intoleran dan radikal agama itu bisa hadir dan tumbuh di bumi Flobamora ini, dengan memilih pemimpin negara yang memang tegas menolak hal tersebut.
Menyimak isu-isu mikro yang sering menjadi persoalan bangsa seperti korupsi, konflik agraria antara rakyat dan korporasi, perusakan lingkungan, manfaat lokal dari proyek-proyek besar termasuk tambang dan hilirisasi, ketimpangan antar wilayah, reformasi birokrasi, penguatan demokrasi lewat penataan dan pembenahan partai politik.
Seluruh isu ini bisa diselesaikan lewat pembenahan hukum dan penegakan hukum yang konsisten serta tegas tanpa pandang buluh. Bahkan ada opini pakar yang mengatakan 60% dari seluruh masalah bangsa bisa terselesaikan jika penegakan hukum kita benar dilaksanakan secara tegas dan adil.
Seluruh isu yang diangkat dalam dialog ini pun memiliki irisan solusinya lewat penegakan hukum. Oleh karena itu tidak bisa disangkal lagi, betapa sangat pentingnya kita memiliki pemimpin yang mumpuni dalam bidang ini dan dari rekam jejaknya, terbukti memiliki keberanian dan integritas untuk melaksanakannya.
Jika kita bicara mengenai rekam jejak dalam jabatan publik dari 3 pasangan ini, jelas sekali bedanya: pasangan Amin ( 01) memiliki pengalaman di bidang legislative ( Muhaimin menjadi Wakil Ketua DPR 1999 – 2004 dan Wakil Ketua MPR 2018 – 2019) dan juga Eksekutif (Anies Baswedan menjadi Gubernur DKI 2018 – 2023, Muhaimin menjadi Menaker 2009 – 2014.
Pasangan Pragib (02) memiliki pengalaman di bidang eksekutif: Prabowo menjadi Menhan ( 2019-2023) dan Gibran menjadi Walikota Solo ( 2021-2023).
Sementara pasangan Gama ( 03) memiliki pengalaman lengkap baik dibidang legislatif ( Ganjar Pranowo : anggota DPR 2004-2009 dan 2009 – 2014 ) dan Prof Mahfud menjadi anggota DPR 2004 – 2008.
Di bidang eksekutif: Ganjar Pranowo: Gubernur Jawa Tengah (2013- 2023), Prof Mahfd MD: Menteri Pertahanan (1999-2000), Menteri Kehakiman ( 2000 – 2001), Menkopolhukam ( 2019- 2023).
Prof Mahfud bahkan pernah menjadi Mendagri ad interim serta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi ad interim dan dalam bidang Yudikatif: Prof. Mahfud MD: Ketua Mahkamah Konstitusi ( 2008- 2013).
Terlihat perbedaan yang lumayan menyolok dari rangkaian pengalaman ketiga Paslon ini dalam jabatan publik di negeri ini. Perbedaan itu akan makin kontras jika masuk lebih detail mengenai apa saja yang sudah dilakukan selama menjalani jabatan publik tersebut.
Satu hal yang terlihat jelas dan pasti, hanya pasangan No 3, pasangan Gama yang memiliki pengalaman dalam bidang Yudikatif yang sangat terkait dengan proses penegakan hukum di negeri ini.
Jadi jika kita sadar bahwa 60% dari solusi persoalan bangsa kita termasuk isu korupsi harus ditangani dengan proses penegakan hukum yang konsisten tanpa pandang buluh, maka pasangan Gamalah yang paling memberikan harapan terealisasinya agenda tersebut.
Semua pasangan pasti menuliskan dalam visi misinya dan juga mengkampanyekan rencana perjuangannya untuk penegakan hukum dan pemberantasan korupsi. Itu sudah pasti dan sangat wajar. Yang mana yang bisa dipegang dan dipercaya harus dicheck dari rekam jejaknya.
Karena hanya rekam jejaklah yang merupakan bukti empiris dan faktual, sementara kata-kata dalam kampanye ataupun tulisan dalam visi dan misi adalah baru sekadar narasi, retorika dan masih bersifat mimpi dan fiksi. Di sana terletak perbedaan yang sangat besar sekali. Anda menyerahkan nasib bangsa pada sebuah fiksi atau pada sebuah fakta ?
Sebagai catatan akhir, sebagai pemandu dialog itu, saya perlu mengatakan bahwa ada satu isu penting yang tidak muncul dalam dialog tersebut.
Yaitu isu kelautan yang bersumber dari karakteristik Provinsi NTT yang merupakan provinsi kepulauan sehingga sebagian besar wilayahnya adalah laut.
Perlunya strategi khusus pembangun di wilayah seperti itu, seperti pengembangan blue economy, aquaculture, wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil adalah hal yang bahkan tidak disentuh selama masa pemerintahan pak Joko Widodo, semoga akan menjadi perhatian pasangan Gama dalam masa pemerintahannya 2024 – 2029 nanti.
Sosiolog Ignas Kleden pernah menulis masyarakat kepulauan juga memiliki karakateristik kepemimpinan khusus yang disebut dengan “kepemimpinan Kapitan Perahu”.
Pola kepemimpinan ini diterapkan oleh seorang Kapitan perahu diatas kapal, hal yang biasa bagi masyarakat kepulauan. Pemimpin tipe ini sangat mengutamakan kesejahteraan dan keselamatan semua penumpang dan crew kapalnya.
Bahkan akan mengorbankan dirinya sendiri tenggelam bersama kapalnya, sebelum seluruh penumpang kapalnya diselamatkan terlebih dahulu.
Dia juga biasa untuk terjun langsung dengan persoalan-persoalan yang ada di kapalnya dan tidak ngumpet dalam kamarnya saja atau hanya berdiri di anjungan. Dia juga siap mendapatkan masukan dan kritik dari crew kapalnya dan akan bersikap tegas jika diperlukan.
Dalam konteks kepemimpinan Kapitan perahu ini akan sulit dibayangkan bahwa seorang Kapitan perahu akan menyerahkan kepemimpinan atas perahunya kepada orang yang tidak mampu dan sakit-sakitan serta kepada anaknya yang baru dua tahun menjadi petugas pembersih oli dan BBM di kamar mesin dan akan diangkat menjadi mualim 1 di kapal itu.
Itu tidak mungkin dilakukan oleh seorang Kapitan perahu karena pasti akan membahayakan keselamatan kapal dan seluruh penumpang diatasnya. Apalagi jika diketahui bahwa kapal akan melewati perairan yang gelombangnya terkenal ganas dan berbahaya.
Penumpang kapal yang bijak dan cerdas pasti tidak akan menerima penunjukkan itu dan akan memilih perwira kapal lain yang sudah lebih berpengalaman dan fit dalam segala hal untuk menjadi Kapitan perahu yang baru.
Kapitan Perahu yang mengambil keputusan semberono itu pasti akan kehilangan kepercayaan dari crew dan penumpang kapal, walaupun sebelumnya mungkin telah sangat berjasa buat kapal dan seluruh penumpangnya, karena keselamatan kapal dan penumpangnya di masa depan jauh lebih penting dari nostalgia masa lalu.
Dengan metafora diatas, penulis ingin menutup dengan menyerukan bahwa keputusan memilih Presiden dan wakilnya yang benar amat sangat penting dan kritis buat bangsa, karena itu semua yang arif dan waras hendaknya tidak bersikap diam saat ini.
Kaum intelektual tidak bisa lagi besikap netral dan bertakhta di menara gading akademis dan membiarkan terpilihnya pemimpin yang akan membahayakankan masa depan bangsa.
Kaum agamawan juga tidak boleh lagi bersikap netral juga dan bersemayam di mimbar keimamannya dan membiarkan umatnya memilih secara salah. Ini saatnya bersuara sebagai nabi modern untuk menunjukkan jalan yang arif dan aman bagi bangsa dan negara ini. (**)