“Aktivitas untuk menjual hasil kebun di pasar terganggu sehingga tidak ada pendapatan untuk keluarga. Belum lagi aktivitas warga untuk ke kantor juga terancam”.
TIMIKA, Koranpapua.id- Konflik antara kelompok warga atau sering disebut perang adat yang terjadi di Distrik Kwamki Narama, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua Tengah, perlu segera dihentikan.
Pasalnya bentrokan kekerasan antara dua kelompok warga yang dipicu oleh dendam lama atau masalah perselingkuhan, sangat berdampak terhadap tidak harmonisnya hubungan kekerabatan warga yang ada di wilayah itu.
Karena itu didesak kepada Aparat Penegak Hukum (APH) untuk menegakkan aturan sesuai ketentuan hukum yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Desakan ini disampaikan Luky Mahakena, S.Sos, M.Si, Ketua Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM) Kabupaten Mimika, dalam keteranganya malam ini Jumat 7 November 2025.
Mantan Rektor Universitas Timika itu mengatakan, konflik sosial (perang adat) di Kwamki Narama, telah memakan waktu hampir satu bulan sehingga masuk dalam case concern social.
Kondisi ini sangat berdampak langsung terhadap aktivitas kemasyarakatan di Kwamki Narama, terutama terganggunya kegiatan belajar mengajar di lembaga pendidikan yang ada di wilayah itu.
“Ini jelas sangat mengganggu aktivitas pendidikan anak usia sekolah. Akibatnya kualitas pendidikan anak-anak menjadi terpuruk akibat konflik yang sudah berlangsung cukup lama,” tegas Luky.
Dampak lain yang ditimbulkan oleh konflik itu juga mengganggu perekonomian keluarga.
Warga yang berprofesi sebagai petani terpaksa tidak bisa melakukan aktivitas berkebun, sehingga tidak ada pendapatan untuk membiayai kehidupan keluarga.
“Aktivitas untuk menjual hasil kebun di pasar terganggu sehingga tidak ada pendapatan untuk keluarga. Belum lagi aktivitas warga untuk ke kantor juga terancam,” pungkasnya.
Sementara dampak langsung dari konflik tersebut yakni, terus berjatuhan korban luka terkena panah dan benda tajam. Bahkan ada yang mengalami luka berat dan bisa berpotensi meninggal dunia.
“Ini merupakan kerugian besar kedua kubu dan sangat tidak menguntungkan bahkan hanya ada kerugian yang dialami mereka,” tambah Luky.
Dampak negatif lainnya yakni mengganggu ketentraman dan kedamaian warga yang tidak terlibat dalam konflik tersebut.
“Kami minta aparat keamanan TNI/Polri dan Pemda Mimika untuk melakukan tindakan pencegahan hukum sesuai ketentuan yang berlaku. Sehingga tidak mengakibatkan korban terus berjatuhan,” tandasnya. (*)
Penulis: Djesica Putri
Editor: Marthen LL Moru










