TIMIKA, Koranpapua.id– Sejumlah pamflet terkait konflik Kapiraya, Distrik Mimika Barat Tengah yang menampilkan nama dan gambar Johannes Rettob, beberapa hari ini berseliwaran di laman media sosial.
Pada pamflet tersebut, Johannes Rettob yang saat ini menjabat Bupati Mimika, dituduh ikut terlibat memperkeruh situasi Kamtimbas dalam sengketa tapal batas wilayah Kabupaten Mimika dan Kabupaten Deiyai, Provinsi Papua Tengah.
Meski belum tahu siapa dalang di balik semua itu, namun Lembaga Masyarakat Adat Suku Kamoro (Lemasko) dengan tegas menyampaikan bahwa, semua pernyataan di media sosial yang menyudutkan nama Johannes Rettob adalah fitnah.
“Ingat Johannes Rettob itu Bupati Mimika, seorang kepala daerah. Sangat tidak mungkin ikut terlibat memperkeruh situasi Kamtibmas di Kapiraya,” tegas Marianus Maknaepeku, Wakil Ketua Lemasko kepada koranpapua.id, Jumat 28 November 2025.
Sebagai Bupati dan anak negeri Kamoro, Johannes Rettob berkewajiban untuk menyelesaikan persoalan yang terjadi di Kapiraya.
Meski demikian, proses penyelesaian sengketa tapal batas perlu dilakukan dengan cara berjenjang dan tepat.
“Saat ini aparat gabungan TNI-Polri sudah dikerahkan ke sana (Kapiraya-Red), pengamanan ini juga bagian dari tugas pemerintah. Selanjutnya pimpinan daerah akan juga ke sana,” tegas Marianus.
Menurut Marianus, pihaknya sudah menyampaikan persoalan yang terjadi di Kapiraya kepada Bupati Johannes Rettob. Dan bupati telah menyanggupi dalam beberapa waktu ke depan akan turun ke Kapiraya.
Meski tidak menyebutkan waktu yang pasti keberangkatan Bupati ke Kapiraya, namun Marianus menyampaikan bahwa kemungkinan jadwal keberangkatan akan bersamaan dengan Meki Nawipa, Gubernur Papua Tengah.
“Yang terjadi di Kapiraya, kami Lemasko sangat menyayangkan dengan pernyataan-pernyataan dengan menyesatkan”.
“Kami sebagai lembaga adat mengecam oknum-oknum yang memasukan foto dan pernyataan di media sosial bahwa bupati ikut terlibat dalam persoalan Kapiraya,” sesal Marianus.
“Beliau tidak ada masalah, kenapa bisa kaitannya dengan pak bupati. Tidak saja itu, mereka juga bawa-bawa nama pak Komarudin. Beliau itu Anggota DPR RI, pejabat negara,” pungkasnya.
Marianus membenarkan, jika dalam konflik antarwarga yang terjadi di perbatasan Mimika-Deiyai belakangan ini, juga terlibat sejumlah warga non Papua.
Meski demikian keterlibatan itu, hanya oknum dan tidak dibenarkan menyebutkan bahwa semua warga suku tersebut ikut andil dalam persoalan itu.
“Tapi untuk diketahui bahwa di beberapa kampung sekitar itu, nenek moyang mereka sudah ada di Kapiraya,” tandasnya.
“Ada yang kawin perempuan Kamoro, jadi mereka tinggal dan menetap sampai mati di kampung itu. Tapi kalaupun iya, itu hanya oknum bukan suku,” timpal Marianus.
“Jadi jika diisukan ada keterlibatan oknum dari suku tertentu (nama suku tidak disebutkan dalam berita ini) Kami Lemasko tidak setuju. Mereka sudah beranak cucu dan adanya keterikatan perkawinan, sehingga merasa wilayah itu perlu mereka perjuangkan,” kata Marianus. (*)
Penulis: Hayun Nuhuyunan
Editor: Marthen LL Moru










