TIMIKA, Koranpapua.id- Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Papua Tengah menggelar workshop evaluasi pengelolaan keuangan dan pembangunan desa di Kabupaten Mimika, Kamis 4 September 2025.
Kegiatan yang berlangsung di Kantor BPKAD Mimika, diikuti para kepala distrik, kepala kampung, serta operator pengelolaan keuangan desa.
Arman, Direktur Pengawasan Desa BPKP, menjelaskan terdapat dua poin penting yang menjadi perhatian dalam workshop tersebut, yaitu penguatan akuntabilitas pengelolaan keuangan desa dan peningkatan kinerja pembangunan desa.
Ia menegaskan, secara nasional masih banyak persoalan dalam pengelolaan dana desa, salah satunya tingginya angka korupsi di tingkat desa.
Padahal, selama 11 tahun implementasi Undang-Undang Desa, pemerintah telah menyalurkan dana desa melalui APBN sebesar Rp679,9 triliun.
“Namun, tujuan pembangunan desa belum sepenuhnya tercapai, baik dari sisi peningkatan kesejahteraan, kualitas hidup masyarakat, maupun penurunan angka kemiskinan di pedesaan,” jelas Arman usai kegiatan.
Untuk mendorong perbaikan tata kelola, BPKP memperkenalkan aplikasi Sistem Keuangan Desa (Siskeudes) sebagai instrumen pengendalian.
Melalui aplikasi ini dapat membantu pemerintah desa dalam seluruh siklus pengelolaan keuangan, mulai dari perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan, hingga pelaporan dan pertanggungjawaban.
“Siskeudes bisa digunakan secara offline maupun online. Kalau di Mimika, karena keterbatasan jaringan, masih banyak yang menggunakan versi offline,” terangnya.
“Namun seluruh proses tetap terdokumentasi, sehingga ketika ada jaringan, data bisa langsung dikompilasi di tingkat kabupaten,” tambah Arman.
Ia menambahkan, secara nasional aplikasi ini telah digunakan oleh 98,53 persen desa atau 75.565 desa di Indonesia.
Untuk Kabupaten Mimika sendiri, seluruh 133 kampung sudah menerapkan aplikasi ini, meski masih berbasis offline.
Sementara itu, Emanuel Kemong, Wakil Bupati Mimika, menilai penerapan sistem ini sangat penting untuk menegakkan prinsip akuntabilitas dalam penggunaan dana desa.
Ia berharap pelatihan serupa dapat terus dilakukan agar para kepala kampung lebih memahami aturan dan bertanggung jawab dalam mengelola keuangan.
Emanuel menegaskan, dana desa bukan untuk digunakan sesuka hati, tetapi harus sesuai dengan aturan dan peruntukannya.
“Laporan pertanggungjawaban (LPJ) dan bukti di lapangan harus seimbang. Jangan hanya bagus di laporan, tapi tidak ada realisasi nyata,” tandas Emanuel.
Karena itu, kehadiran berbagai pemangku kepentingan seperti kejaksaan dan instansi terkait dalam workshop ini sangat penting untuk memberi pemahaman yang utuh. (*)
Penulis: Hayun Nuhuyanan
Editor: Marthen LL Moru










