TIMIKA, Koranpapua.id– Konflik perbatasan wilayah Kabupaten Mimika dengan dua Kabupaten Deyai dan Dogiyai, Provinsi Papua Tengah, mulai memanas.
Mungkin sebagian besar warga Kabupaten Mimika tidak mengetahui itu, tetapi berbeda dengan masyarakat adat Wawia Wee Kapiraya.
Belakangan ini mereka mulai geram, karena merasa hak ulayat mereka dicaplok oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Deiyai dan Dogiyai.
Untuk mengantisipasi persoalan ini melebar, para tokoh masyarakat Kapiraya sudah melakukan sejumlah upaya.
Diantara menyampaikan ke lembaga adat Lemasko untuk meminta Pemkab Mimika, Pemkab Deiyai dan Pemkab Dogiyai duduk bersama menyelesaikan persoalan ini.
Sambil menunggu penyelesaian persoalan ini oleh dua pemerintah kabupaten, masyarakat adat di wilayah itu meminta agar Pemkab Mimika menutup sementara aktivitas Lapangan Terbang (Lapter) Kapiraya.
Dengan ditutupnya Lapter ini, maka akses penerbangan dari Deiyai dan Dogiyai ke Kapiraya dihentikan, sehingga tidak ada unsur pemerintah maupun masyarakat dari dua kabupaten itu yang masuk ke Kapiraya.
“Kami mohon ijin kepada semua pihak, terpaksa untuk sementara masyarakat kami melakukan sasi adat penutupan Lapter Kapiraya,” ujar Anthonius Tapipea, ST, Tokoh Masyarakat Mimika kepada koranpapua.id, Selasa 2 Juni 2024.
Anthonius yang merupakan kelahiran Kapiraya, Distrik Mimika Barat Tengah mengatakan, dirinya mendukung rencana masyarakat Kapiraya untuk menutup sementara Lapter yang ada di wilayah itu.
Aktivitas Lapter akan dibuka kembali sampai masalah tapal batas diselesaikan oleh Pemkab Mimika, Pemkab Deyai dan Pemkab Dogiyai serta Pemerintah Provinsi Papua Tengah.
“Penutupan sementara dilakukan agar pihak-pihak dari Deiyai dan Dogiyai tidak serta merta datang secara sepihak mengatur dan mengkalim wilayah kami,” jelas Anthonius.
Anthonius yang juga sebagai Wakil Ketua OKIA itu menjelaskan, selama ini unsur pemerintah dua kabupaten itu sering masuk ke wilayah Kapiraya tanpa ijin Pemkab Mimika.
Dikuatirkan ketika mereka melakukan kunjungan ke Kapiraya, terjadi persoalan serius, maka siapa yang harus bertanggungjawab.
“Selama ini mereka masuk tanpa pamit kepada Pemkab Mimika, seandainya ada masalah serius dengan kedatangan mereka, siapa yang tanggungjawab,” tanya Anthonius.
Ia berharap Polres Mimika dapat membangun kapasitas pelayanan hukum sampai ke Kapiraya karena masuk dalam wilayah hukum Polres Mimika.
“Ini mengingat ada pihak-pihak dari kabupaten tetangga yang tanpa berkoordinasi dengan Pemkab Mimika datang berobat ke sana (Kapiraya-Red). Takutnya ada persoalan di belakang hari,” timpalnya.
Ia berharap persoalan ini ditanggapi serius oleh Pemkab Mimika bersama Forkopimda untuk segera mungkin menyelesaikan persoalan ini, sehingga tidak menimbulkan korban. (Redaksi)