TIMIKA, Koranpapua.id- Koperasi Produsen Amungme Gold Coffee melaksanakan Rapat Anggota Tahunan (RAT) Tahun Buku 2023, Jumat 3 Mei 2024.
Produsen Amungme Gold Coffee ini merupakan koperasi binaan PT Freeport Indonesia (PTFI) yang beranggotakan para petani kopi masyarakat Amungme di wilayah dataran tinggi.
Pada RAT yang berlangsung di salah satu hotel di Timika, koperasi ini berhasil membukukan laba sebesar Rp250 juta. Laba ini mengalami peningkatan sangat signifikan dari tahun lalu sebesar Rp175 juta.
RAT dipimpin Ketua Koperasi Produsen Amungme Gold Coffee, Jeky Egatmang yang didampingi para pengurus.
Hadir pada RAT ini, Abubakar Pagesa, Kasie Pengawasan dan Penertiban Dinas Koperasi UKM Mimika dan Yohanes Bewahan, Management Community Economic Development PTFI.
Yohanes Bewahan menjelaskan, koperasi ini dibentuk oleh PTFI sejak tahun 1998. Pada awal pendiriannya dimentori ibu Karolin.
Yohanes menyebutkan, pengelolaan koperasi saat ini mengalami keuntungan. Ini bisa dilihat dari Sisa Hasil Usaha (SHU) sebesar Rp175 juta dan pada tahun buku 2023 meningkat menjadi Rp250 juta.
Ia berharap melalui pemberitaan media yang menginformasikan terjadi peningkatan SHU koperasi ini, bisa berdampak positif kepada petani kopi untuk lebih giat lagi menanam kopi.
Dikatakan, sampai saat ini petani kopi aktif yang dibina PTFI jumlahnya mengalami penurunan. Pada tahun 2023 ada 76 petani dan kini tinggal 54 orang.
Jumlah petani kopi ini berdasarkan hasil pendataan terbaru dilakukan tim PTFI bersama Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Mimika.
Dijelaskan, pengembangan kopi di wilayah pegunungan di Distrik Tembagapura dalam pemeliharaan mengalami kerusakan.
Ini disebabkan bencana banjir dan tanah longsor karena keberadaan geografis tanahnya yang miring.
Namun kopi-kopi yang ditanam oleh masyarakat mempunyai nilai komoditas ekonomi yang tinggi.
Berdasarkan data yang dimiliki saat ini dari 54 orang petani aktif dengan luas lahan 38 hektar kebun kopi.
Mereka tersebar di empat kampung di Tembagapura yakni Kampung Tsinga, Arwanop, Hoeya dan Banti.
Dalam pemberdayaan ekonomi petani kopi di empat kampung, mulai tahun 2024 kedepannya menargetkan bisa memproduksi dua ton per tahun atau lebih meningkat dari saat ini yang hanya mampu menghasilkan 700-800 kilo gram per tahun.
Dengan jumlah yang dihasilkan saat ini sangat terbatas untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Timika. Pihaknya terpaksa harus mendatangkan kopi dari Wamena, Paniai dan Oksibil.
“Kondisi ini juga belum bisa melayani permintaan kopi dari luar yang mana dalam setahun hampir tiga sampai empat ton,” jelasnya.
Yohanes mengakui masih minimnya hasil produksi kopi di kalangan petani selama ini, disebabkan masyarakat dalam mengelola tanaman kopi, merawat hingga panen masih bergantung pada PTFI.
Namun mulai sekarang PTFI ingin masyarakat mandiri mulai dari menyiapkan lahan, menanam, merawat hingga panen serta memasarkannya.
Dengan demikian peran PTFI hanya menyiapkan transportasi, bibit dan pendampingan.
Alasan lainnya, karena situasi keamanan di wilayah pegunungan yang belum stabil. Sehingga apabila ada kejadian penembakan, manajemen PTFI tidak mengijinkan karyawannya untuk turun memberikan pendampingan kepada petani kopi.
Meski demikian dalam tiga tahun belakangan ini, Pemerintah Kabupaten Mimika sudah mulai melakukan pendampingan.
Dengan pendampingan ini berharap petani kopi bisa mandiri sehingga pada saat PTFI berakhir masa beroperasi masyarakat sudah siap mandiri.
PTFI sangat komitmen dengan menyiapkan bibit, transportasi dan pendampingan. Ia menambahkan mendukung usaha-usaha petani kopi PTFI membuka rumah kopi di Timika Indah.
Hasilnya bisa dirasakan oleh petani kopi sendiri dengan mendapat laba yang terus meningkat. Yohanes bersyukur sesuai informasi yang diterimanya, mendukung rumah produksi tahun ini Dinas Koperasi dan UKM Mimika akan membantu peralatan produksi kopi.
“Saat ini kami lagi menjajakan tempat yang baru. Sehingga mesin-mesin kopi yang ada sekarang dipindahkan ke tempat kopi yang baru lebih luas,” katanya.
Perluasan rumah kopi mengingat pada malam minggu lokasi yang ada tidak cukup menampung para penikmat kopi.
Salah satu peluang baru yakni membuka rumah kopi di Gorong-Gorong. Sasarannya para karyawan sebelum berangkat kerja ke Tembagapura dan saat turun sebelum ke rumah singga menikmat secangkir kopi.
Ia berharap ada dukungan dari masyarakat petani dalam menghasilkan kopi berkualitas dan perhatian pemerintah dalam memberikan pendampingan kepada petani kopi supaya terget dua ton pertahun dapat tercapai.
“Harga kopi saat ini kalau beli langsung di petani Rp120 ribu per kilo dan sudah tiba di Timika dijual Rp150 ribu per kilo. Kalau satu orang sekali panen 100 kilo berarti sudah Rp15 juta. Kopi setahun bisa tiga kali panen,” paparnya.
Kopi yang dikembangkan petani jenis arabica dan sekarang lagi menanam jenis robusta. Ia menyebutkan untuk di daerah dataran rendah pengembangannya bekerjasama dengan Pemkab Mimika sudah mulai tanam sekitar 30 hektar.
Kepada masyarakat yang mempunyai lahan silakan membuka lahan dan PTFI siap mendistribusikan bibit kopi secara gratis.
Bibit kopi yang dikembangkan ini untuk dataran rendah didatangkan dari Jember, sedangkan untuk dataran tinggi dari Wamena. (Redaksi)