(tulisan ketiga dari empat tulisan)
JASA pak Joko Widodo tidak bisa dihapus dan dilupakan. Walaupun saat ini public dibombardir dengan kecaman yang cederung brutal terhadap Presiden Joko Widodo atas langkah dan keputusan yang terjadi di Mahkamah Konstitusi (MK).
Terlepas dari benar tidaknya kecaman tersebut, survey menunjukkan bahwa tingkat kepuasan publik terhadap Presiden masih sangat tinggi. Hasil survey Litbang Kompas di bulan Desember 2023 masih menunjukkan di angka 81%.
Walaupun seorang peneliti social Eep Saifulloh Fatah mengatakan ada inkonsistensi antara hasil survey tersebut terhadap jawaban publik atas pertanyaan tentang tingkat kepuasaan mereka atas kondisi obyektif mereka saat ini.
Penulis berpendapat bahwa inkonsistensi itu bisa berasal dari fakta bahwa publik tidak melihat bahwa kondisi mereka yang buruk itu bersumber dari kebijakan pak Jokowi.
Bisa saja menurut pandangan mereka, bersumber dari penyebab lain diluar Jokowi: kebijakan masa lalu, kesalahan pihak oposisi, kesalahan faktor eksternal, atau apalah.
Pointnya, seluruh kecaman pada Presiden Jokowi tidak melunturkan kepercayaan rakyat pada figure pak Jokowi. Ini fakta ilmiah yang direkam oleh berbagai survey.
Bahwa ada kecenderungan menurun bisa saja benar, namun hingga hari pencoblosan di 14 Februari nanti, dengan trend penurunan yang ada, tingkat kepuasaan tersebut akan masih diatas 70%. Ini masih sangat tinggi.
Fakta ini bisa sangat valid jika kita melakukan survey terbatas pada pengguna fasilitas BPJS misalnya. Sistem asuransi sosial di bidang kesehatan ini telah diperbaiki di masa Jokowi secara sangat fundamental.
Kini masyarakat seluruh Indonesia telah merasakan langsung manfaat yang nyata bagi mereka dikala mengalami masalah kesehatan. Penulis sendiri mengalami betapa BPJS masa Jokowi ini sangat menolong ketika kita diserang oleh berbagai penyakit yang ringan maupun berat seperti Jantung, kanker dll.
Fakta yang sama juga akan sangat valid jika dilakukan survey pada pengguna jalan tol di pulau Jawa dan Sumatera. Masyarakat merasakan langsung manfaat atas makin cepat dan effisiennya mobilitas barang, jasa dan orang di kawasan tersebut dengan adanya jaringan tol disana.
Begitu juga masyarakat di Papua dan NTT, selain berbagai infrastruktur yang dibangun Presiden Jokowi disana, kehadirannya dengan frekuensi tinggi serta pola interaksinya yang sangat merakyat di berbagai lokasi terpencil yang selama ini terkesan ditinggalkan itu, telah mengobati kerinduan rakyat untuk berinteraksi langsung dengan pemimpinnya.
Hal yang selama ini tidak pernah terjadi. Adalah fakta juga bahwa sampai kini masih banyak masyarakat di daerah daerah tersebut yang sangat mencintai Joko Widodo, sebagai Presiden mereka. Rekaman hasil survey berbagai lembaga hanya merefleksikan hal tersebut.
Aspek yang membutuhkan perbaikan
Namun banyak juga pendapat para ahli yang mengatakan bahwa tidak semua hal positif yang terjadi pada masa pemerintahan Joko Widodo. Banyak hal yang juga tidak memuaskan rakyat, seperti misalnya:
- Naiknya kasus korupsi di periode kedua jabatannya, ini juga ditunjukkan dengan memburuknya indeks persepsi korupsi negeri ini menurut temuan Lembaga Transparansi Internasional.
Kasus BTS, kasus Bansos, indikasi TPPU di Dirjen Pajak dan Beacukai dengan jumlah mencapai 400 T yang hingga kini belum jelas penyelesaiannya makin meyakinkan rakyat bahwa pemberantasan Korupsi masih jauh dari harapan rakyat.
- Masih merebaknya kasus dan konflik pertanahan yang melibatkan para mafia tanah di berbagai daerah. Rakyat kecil serta komunitas masyarakat adat sering menjadi korban kesemena- menaan aparat negara jika dalam konflik ini rakyat berhadapan dengan negara atau korporasi korporasi besar. Kasus besar yang mencuat adalah kasus di Rempang Batam.
- Masih minimnya manfaat ekonomi bagi masyarakat lokal dari berbagai proyek besar termasuk proyek hilirisasi walaupun manfaat fiscal secara nasional sangat besar.
- Masih banyaknya aspek lingkungan yang tidak diperhatikan dalam berbagai proyek besar dan strategis. Kasus terakhir yang menyita perhatian adalah proyek food estate yang gagal di Kalimantan selain kasus kasus tambang khususnya yang illegal serta juga pengelolaan Kawasan IKN.
- Masih minimnya pola pendekatan kelautan untuk provinsi provinsi kepulauan yang dibutuhkan oleh mereka dan yang sesuai dengan karakteristik daerah mereka. Ini sangat dirasakan oleh masyarakat di berbagai provinsi kepulauan seperti maluku, maluku utara, NTT dan NTB.
- Masih belum meratanya fasilitas kesehatan dan fasilitas pendidikan bermutu di wilayah Nusantara ini. Dua aspek ini masih sangat Jawa sentris dan sama sekali belum Indonesia sentris.
- Masih minimnya kebijakan yang berpihak pada industri industri manufaktur yang memanfaatkan mineral mineral yang tersedia di dalam negeri.Desain hilirisasi terkesan hanya difokuskan pada industri baterei dan kendaraan listrik, sementara industri manufaktur lainnya yang juga dapat memanfaatkan mineral mineral tersebut, belum serius diperhatikan.
- Masih maraknya pnyelundupan barang dan orang ke wilayah Indonesia yang mengindikasikan longgar dan rentannya penjagaan perbatasan kita. Indikasi terakhir adalah lolosnya pengungsi Rohingya. Di kalangan industri, sering dialami, material yang menurut regulasi dilarang import, ternyata beredar di pasar gelap di dalam negeri.
- Masih minimnya keterlibatan Masyarakat lokal di sekitar IKN dalam proses pengembangan Kawasan tersebut.
- Menurunnya kualitas demokrasi substantial di masa masa akhir periode kedua Presiden Joko Widodo.
Sepuluh hal diatas mungkin merupakan hasil dari desain yang belum lengkap atau proses yang sedang berjalan, sehingga akan menjadi ruang yang harus diperbaiki oleh Presiden yang akan datang.
Itu tidak serta merta atau pasti merupakan kesalahan Presiden Joko Widodo yang dengan sengaja dilakukan. Kondisi itu terjadi bisa karena waktu yang tidak cukup, dana yang belum cukup, pejabat yang ditugaskan tidak capable, atau perkembangan sosial yang tidak terduga seperti wabah dan pendemi yang melanda dunia serta juga perang Ukraina.
Penyebabnya bisa diperdebatkan. Namun yang pasti hal hal tersebut baik dalam daftar positif maupun daftar negatif adalah warisan dari masa pak Jokowi yang akan dihadapi oleh Presiden pengganti beliau nanti.
Sikap Paslon atas Legacy Presiden Joko Widodo
Oleh karena itu cara pertama yang menjadi penuntun kita untuk memilih secara rasional adalah pertama tama melihat bagaimana para Paslon itu menyikapi warisan warisan dari Joko Widodo tersebut.
Penulis mengamati bahwa sampai dengan debat Capres Pertama, tiga Paslon tersebut berbeda sikap. Ada paslon yang dengan tegas menyatakan akan meneruskan seluruh program Joko Widodo dengan tagline Keberlanjutan.
Ada Paslon yang menolak dan akan merubah seluruh program yang dilakukan oleh pak Joko Widodo dengan tagline Perubahan, dan ada Paslon yang mengatakan akan mempercepat seluruh program yang baik dan akan memperbaiki serta menyempurnakan program program yang masuk daftar negatif diatas.
Publik tentu masih ingat setelah debat pertama itu ada statement dari seorang Ketum Partai yang masih sangat muda yang mengatakan, dua Paslon sikapnya jelas sekali: meneruskan dan merubah dan ada paslon yang tidak jelas sikapnya. Tentu itu hasil dari pemahaman sang Ketum sesuai kapasitas yang dia miliki setelah selesai debat tersebut.
Namun saat ini penulis melihat ada perubahan sikap dari 3 Paslon tersebut. Paslon yang awalnya menyatakan akan meneruskan seluruh program dan langkah langkah Joko Widodo, kini sudah mulai mengatakan juga akan menyempurnakan yang belum benar. Penulis melihat pasangan yang menyatakan akan merubah program program Joko Widodo pun akhirnya akan beradaptasi.
Karena tidak mungkin menidakan atau menutupi hal hal positif yang telah dilakukan oleh pak Joko Widodo ini, manfaatnya sangat kasat mata dan konkrit.
Statement Paslon ini juga, menurut hemat penulis akan disesuaikan sehingga tidak frontal dengan tema perubahan total. Ujungnya sangat mungkin ketiga Paslon akan seragam mengatakan yang baik kami teruskan namun yang gak benar akan kami perbaiki.
Kita sebagai rakyat yang mau memilih secara rasional akhirnya harus melihat sampai dimana kejujuran mereka untuk menunjuk mana yang sudah dianggap baik itu, lalu mana yang dianggap masih salah serta apakah penilaian itu sesuai dengan fakta yang kita lihat serta rasakan.
Kemudian yang juga sangat penting, dengan cara bagaimana kesalahan dimasa pak Joko Widodo tersebut bisa diperbaiki. Itu tahap pertama dari pertimbangan rasional kita.
Tahap kedua adalah, apakah kompetensi dan kapasitas serta pengalaman para Paslon mampu melakukan hal hal tersebut: meneruskan dan mempercepat apa yang baik serta memperbaiki dan menyempurnakan apa yang masih salah dan belum sempurna.
Di tahap kedua ini rekam jejak adalah suatu keharusan untuk masuk dalam kerangka memilih secara rasional. (bersambung)