JAYAPURA, Koranpapua.id- Kepolisian Daerah (Polda) Papua komitmen untuk melaksanakan penegakan hukum secara professional dan berkeadilan, khususnya di bidang pertambangan dan kehutananan.
Pernyataan komitmen Polri ini ditegaskan Kombes Pol. I Gusti Gede Era Adhinata, S.I.K dalam Rakor Strategis Penguatan Penegakkan Hukum dan Perlindungan Hak Masyarakat Adat dalam Pemanfaatan Kawasan Hutan di Provinsi Papua, Kamis 27 November 2025.
Rakor yang berlangsung di Ballroom Hotel Fox Jayapura yang digelar Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Polda Papua, dihadiri Max Abner Ohee, S.IP, Wakil Ketua II Majelis Rakyat Papua (MRP).
Hadir juga perwakilan Kadin Papua, Dinas Kehutanan, BBKSDA, dan instansi terkait lainnya.
“Polri memiliki mandat penindakan atas aktivitas ilegal. Namun, kami menekankan pendekatan humanis dan restorative justice, serta mencegah kriminalisasi terhadap masyarakat adat yang masih hidup secara tradisional,” ujar Kombes Pol. Era Adhinata.
Dikatakan, penindakan akan difokuskan pada aktor-aktor korporasi yang memanfaatkan masyarakat lokal untuk kepentingan ekonomi illegal.
Ia juga menyoroti kompleksitas masalah yang dihadapi, termasuk tumpang tindih perizinan dan sulitnya akses geografis, yang menuntut adanya koordinasi lintas instansi dan pemanfaatan teknologi spasial.
Sementara itu, Wakil Ketua II MRP, Max Abner Ohee, menyampaikan peran vital MRP dalam memastikan pengelolaan SDA sesuai amanat UU Otonomi Khusus.
“Setiap kebijakan yang berdampak terhadap tanah dan hutan adat harus memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari MRP,” tegas Max Ohee.
Perwakilan Kadin Papua, Dr. Suwito, S.H., M.H., mendukung perlunya kerangka regulasi yang jelas untuk pertambangan rakyat yang memiliki potensi ekonomi besar.
Kadin mengusulkan Sungai Sinta sebagai lokasi potensial Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) yang harus didukung kajian teknis dan tata ruang.
Senada disampaikan Plh Kabid Perlindungan Hutan Dinas Kehutanan Provinsi Papua, Lina Gedy Agustina, S.T, M.M.
Ia menyoroti tantangan tumpang tindih perizinan dan mendukung penguatan peta spasial serta integrasi penetapan WPR dengan tata ruang provinsi.
Rakor ini menyimpulkan sejumlah komitmen bersama dan langkah tindak lanjut yang akan dilaksanakan oleh lintas instansi diantaranya pembentukan forum tetap, perlindungan hak adat, penegakan hukum optimal dan tata ruang. (Redaksi)










