TIMIKA, Koranpapua.id- Seni ukir Suku Kamoro bukan hanya sekadar karya seni, tetapi juga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari identitas dan kehidupan masyarakat Kamoro yang merupakan satu dari dua asli di Kabupaten Mimika, Papua Tengah.
Karenanya warisan budaya Kamoro perlu dilestarikan agar pengembangan seni ini tetap terjaga dan dikenalkan oleh generasi mendatang.
Upaya pelestarian budaya Kamoro, seharusnya selain menjadi tanggungjawab masyarakat Kamoro dengan terus digunakan dalam berbagai ritual adat, tetapi juga menjadi kewajiban Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mimika.
Salah satunya upaya yang bisa dilakukan Pemkab Mimika dengan menjadikan ukiran Kamoro sebagai ornamen utama di gedung-gedung perkantoran milik pemerintah.
Hal ini disampaikan Marianus Maknaepeku, Wakil Ketua Lembaga Masyarakat Adat Suku Kamoro (Lemasko), menyoroti pemakaian seni ukir dengan ukuran cukup besar yang dipasang depan Kantor Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Kampung (DPMK) Mimika.
Marianus yang juga sebagai tokoh masyarakat Mimika itu mengatakan, ukiran tersebut sama sekali tidak mencerminkan budaya Kamoro.
Karenanya Lemasko sebagai lembaga adat meminta kepada kepada Pemkab Mimika dalam hal ini DPMK dan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) untuk dapat mengantikannya dengan ukiran Kamoro.
“Saya tidak mengetahui dari mana asal ukiran tersebut dan apa yang tersirat di dalamnya. Ukiran ini sama sekali tidak mencerminkan budaya Kamoro, karenanya kami minta untuk diganti,” tegas Marianus kepada koranpapua.id, Sabtu 12 Juli 2025.
Menurutnya, walaupun belum ada regulasi terkait motif ukiran yang terpampang di gedung DPMK, namun perlu diganti, sebab ukiran tersebut bukan mewarnai jati diri tanah adat Mimika.
Marianus menyebutkan beberapa ukiran Kamoro yang memiliki nilai seni dan sarat makna yang bisa digunakan untuk memperindah bangunan gedung kantor pemerintahan.
Diantaranya, sirip ikan (eraka waiti), tulang sayap kelelawar (tako-ame), ruas tulang belakang (uema), awan putih bergerak (uturu tani).
Ada juga perisai (yamate), tongkat (ote-kappa) piring makan (pekaro) dan patung manusia (wemawe). (Redaksi)