SAAT INI angka stunting di Indonesia terus menunjukkan tren penurunan. Meski demikian untuk kondisi di wilayah Papua, stunting masih menjadi perhatian serius.
Berdasarkan analisis terbaru dari Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022, hampir 30 persen anak Papua di bawah lima tahun mengalami stunting.
Angka ini jauh di atas rata-rata nasional, dan menunjukkan bahwa masih banyak tantangan yang harus dihadapi untuk menciptakan generasi Papua yang sehat dan kuat.
Penelitian berbasis data sekunder terhadap lebih dari 13 ribu anak di Papua ini mengungkap berbagai faktor yang saling terkait dalam menentukan risiko stunting. Sekaligus siapa saja kelompok yang perlu menjadi prioritas kebijakan pemerintah.
Ketika Tempat Tinggal Menentukan Risiko
Salah satu temuan penting menunjukkan bahwa mereka yang tinggal di pedesaan lebih rentan dibandingkan yang tinggal di wilayah perkotaan.
Topografi Papua yang didominasi pegunungan terjal dan wilayah yang sulit dijangkau membuat distribusi layanan kesehatan, pangan, dan pendidikan tidak merata.
Banyak keluarga hidup di desa-desa terpencil yang jauh dari fasilitas kesehatan dasar. Kondisi ini memperburuk ketidaksetaraan dan membuat upaya pencegahan stunting menjadi lebih sulit.
Hal ini sejalan dengan banyak riset yang menunjukkan bahwa anak-anak di pedesaan di berbagai negara memiliki risiko stunting lebih tinggi dibandingkan mereka yang tinggal di perkotaan.
Peran Ibu Sangat Menentukan
Penelitian ini juga menyoroti betapa pentingnya kondisi sosial, ekonomi, dan demografi seorang ibu terhadap pertumbuhan anaknya.
Anak yang lahir dari ibu berusia sangat muda lebih berisiko stunting. Ibu remaja belum sepenuhnya siap secara fisik maupun psikologis, sehingga kemampuan untuk memberikan perawatan optimal menjadi terbatas.
Tingkat pendidikan juga menjadi faktor penentu. Ibu dengan pendidikan rendah cenderung memiliki keterbatasan dalam pengetahuan gizi, kesehatan, dan pola asuh.
Sementara itu, ibu yang bercerai atau berpisah menghadapi beban ganda sebagai pencari nafkah sekaligus pengasuh, sehingga waktu dan energinya terpecah.
Kondisi ini sering membuat perhatian terhadap gizi dan kesehatan anak menjadi kurang optimal. Temuan menarik lainnya adalah tingginya risiko stunting pada anak yang ibunya bekerja.
Hal ini terutama terlihat pada ibu yang bekerja di sektor formal, di mana jam kerja panjang dan keterbatasan waktu membuat pengawasan terhadap asupan dan kesehatan anak menjadi berkurang.
Kemiskinan Masih Menjadi Sumber Masalah
Tidak mengherankan jika penelitian ini kembali menegaskan kuatnya hubungan antara stunting dan kondisi ekonomi keluarga.
Anak-anak dari keluarga miskin memiliki risiko paling tinggi. Keterbatasan ekonomi membuat kualitas dan variasi makanan menjadi minim.
Akses layanan kesehatan lebih sulit, serta kondisi lingkungan tinggal kurang mendukung tumbuh kembang anak.
Perawatan Kehamilan dan Awal Kehidupan
Studi ini juga menyoroti pentingnya pemeriksaan kehamilan atau antenatal care (ANC). Ibu yang tidak melakukan ANC berpeluang lebih besar melahirkan anak stunting.
Ini dikasrenakan masalah kesehatan selama kehamilan tidak terdeteksi atau tidak tertangani. Selain itu, praktik Inisiasi Menyusu Dini (IMD) terbukti berpengaruh besar.
Bayi yang tidak mendapatkan IMD lebih rentan terhadap malnutrisi dan infeksi, yang pada akhirnya meningkatkan risiko stunting.
Menariknya, penelitian ini menemukan bahwa anak laki-laki lebih berisiko mengalami stunting daripada perempuan.
Fenomena ini terjadi di berbagai negara dan diperkirakan terkait kerentanan biologis maupun kebutuhan nutrisi yang berbeda.
Arah Kebijakan yang Lebih Tepat untuk Papua
Temuan penelitian ini memberi gambaran jelas siapa saja yang harus menjadi sasaran intervensi: anak di Papua, mereka yang tinggal di pedesaan.
Anak-anak dari ibu muda dan berpendidikan rendah, keluarga miskin, ibu tanpa ANC, serta bayi yang tidak mendapatkan IMD.
Anak laki-laki juga perlu mendapat perhatian khusus karena tingkat kerentanannya yang lebih tinggi.
Upaya percepatan penurunan stunting di Papua harus dirancang lebih terarah, mudah diakses, dan mempertimbangkan kondisi geografis yang ekstrem.
Penguatan layanan kesehatan dasar, edukasi gizi bagi ibu muda, program pemberdayaan ekonomi keluarga, serta pendampingan intensif bagi ibu hamil dan menyusui harus menjadi prioritas.
Dengan intervensi yang tepat dan berkelanjutan, harapan untuk menurunkan angka stunting di Papua bukanlah hal yang mustahil.
Generasi yang sehat adalah fondasi masa depan Papua—dan masa depan Indonesia. (*)
Penulis: Ratna Dwi Wulandari, Fakultas Kesehatan Masyarakat Univesitas Airlangga, Surabaya










