Oleh: Gabriel Zezo, Ketua Flobamora Mimika
HARI Selasa tanggal 2 Desember 2025 menjadi salah satu momen terindah dalam perjalanan kerukunan antarumat beragama di Kabupaten Mimika, Provinsi Papua Tengah.
Dalam Misa Pembukaan Pesparani yang berlangsung di Gor Futsal SP 5, suasana religius berpadu mesra dengan kekuatan budaya dan persaudaraan lintas iman.
Umat dan peserta dari berbagai suku hadir, menjadikan ajang ini bukan hanya pesta paduan suara gerejani, tetapi juga selebrasi kerukunan masyarakat Mimika yang majemuk.
Salah satu penampilan budaya yang paling mempesona datang dari suku Mee, suku asli Papua, yang mempersembahkan tarian adat penuh energi dan spiritualitas.
Tarian tersebut menggema dalam lantunan tifa dan gerak ritmis yang menggetarkan hati setiap hadirin.
Para ibu yang menari dengan busana adat yang dalam tradisi setempat menampilkan kesederhanaan dan keaslian tubuh, membawa pesan mendalam bahwa kita semua dilahirkan dari seorang ibu, dibesarkan melalui air susu, kasih sayang, dan perjuangan.
Tarian itu bukan gambaran sensualitas, melainkan simbol universal tentang asal-usul manusia, kesucian kehidupan, dan penghormatan pada perempuan sebagai penjaga budaya dan sumber kehidupan.
Kekuatan toleransi terlihat semakin nyata ketika dalam prosesi persembahan, sepasang suami istri dari keluarga muslim Ama Jamal dan Ina Wati, dengan balutan busana muslim mejadi wakil keluarga Flobamora, berjalan berdampingan bersama umat dari berbagai suku menuju altar suci.
Kehadiran mereka dalam Misa Pembukaan Pesparani menjadi bukti bahwa keharmonisan tidak mengenal sekat agama- ia tumbuh dari rasa hormat, persaudaraan, dan kemauan untuk saling memahami.
Flobamora kembali menunjukkan perannya sebagai duta toleransi, sebuah predikat yang berakar dari sejarah Pancasila yang dirumuskan Bung Karno di Kota Ende, Nusa Tenggara Timur.
Nilai-nilai itu kini diteruskan oleh generasi muda NTT yang tumbuh dalam tradisi saling menghargai, sederhana, dan terbuka terhadap keberagaman.
Namun, kita juga menyadari bahwa di berbagai tempat di Indonesia, masih ada kesenjangan sosial dan sekat perbedaan yang belum sepenuhnya teratasi.
Karena itu, Pesparani bukan semata ajang lomba, melainkan ruang untuk meneguhkan kembali komitmen keberagaman bangsa: bahwa Indonesia dibangun oleh banyak warna, banyak suara, dan banyak budaya yang menyatu dalam satu semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
Pesparani Timika 2025 telah menoreh sejarah. Dari lantai Gor Futsal SP 5, pesan toleransi itu menggema jauh ke seluruh pelosok Mimika.
Bahwa iman dapat berjalan seiring dengan budaya, dan toleransi adalah jembatan emas menuju masa depan bangsa yang damai dan penuh martabat.
Melalui momen seperti ini, masyarakat Mimika dan Flobamora kembali mengingatkan Indonesia bahwa toleransi bukan hanya warisan leluhur, tetapi amanah suci untuk dijaga dan diwariskan kepada generasi mendatang. (Redaksi)










