TIMIKA, Koranpapua.id- Umat Katolik di dunia saat ini sedang menunggu siapa yang nantinya menjadi Paus baru menggantikan mendiang Paus Fransiskus yang wafat tanggal 21 April 2025.
Untuk menjawab itu, saat ini Gereja Katolik bersiap menghadapi salah satu momen terpenting dalam tradisinya, yakni pemilihan Paus baru.
Dikutip dari dari berbagai sumber menyebutkan, pemilihan Paus baru akan dimulai tanggal 7 Mei, diawali dengan para kardinal dari seluruh dunia akan berkumpul di bawah fresko megah karya Michelangelo di Kapel Sistina.
Para Kardinal akan memulai konklaf, proses pemilihan rahasia yang akan menentukan arah masa depan Gereja Katolik.
Setelah para Kardinal mengadakan pertemuan pra-konklaf pertama mereka sejak pemakaman Paus Fransiskus pada Sabtu lalu.
Kini Kapel Sistina abad ke-16 telah ditutup untuk wisatawan guna mempersiapkan tempat bagi acara sakral tersebut.
Terdapat 135 kardinal yang memiliki hak pilih dalam konklaf kali ini, meskipun laporan menyebutkan dua diantaranya mungkin tidak dapat hadir.
Para kardinal akan menjalani isolasi antara Kapel Sistina dan Casa Santa Marta, wisma tamu tempat Paus Fransiskus menetap selama 12 tahun masa kepausannya
Kardinal Reinhard Marx dari Jerman menyatakan kepada para wartawan bahwa ia memperkirakan konklaf akan berlangsung hanya beberapa hari.
Namun, Kardinal Anders Arborelius dari Swedia, salah satu kandidat yang disebut-sebut, mengingatkan bahwa prosesnya bisa lebih panjang.
“Karena kami tidak saling mengenal satu sama lain,” katanya, dilansir The Guardian, Kamis 1 Mei 2025.
Hal ini memang masuk akal, mengingat delapan dari sepuluh pemilih dalam konklaf adalah para kardinal yang diangkat oleh Paus Fransiskus, termasuk 20 orang yang baru diangkat pada bulan Desember lalu.
Paus Fransiskus sendiri sengaja memilih kardinal dari wilayah-wilayah yang sebelumnya belum pernah memiliki perwakilan seperti, Myanmar, Haiti, dan Rwanda.
Banyak diantara mereka yang baru bertemu secara langsung dalam beberapa hari terakhir.
Kardinal Gualtiero Bassetti, mantan ketua Konferensi Waligereja Italia, juga optimistis bahwa konklaf akan cepat selesai.
Dalam wawancara dengan Corriere della Sera, ia menggambarkan suasana di antara para kardinal sebagai penuh kehangatan dan “rasa kohesi yang kuat”.
“Saya benar-benar percaya bahwa konklaf ini dapat memberikan kesaksian indah di dunia yang penuh perang, perpecahan, dan kebencian. Tentu saja, mungkin akan ada sedikit kesulitan karena belum pernah ada jumlah pemilih sebanyak ini, dan tidak semua saling mengenal,” tutur Bassetti.
Untuk diketahui, sebagian besar kardinal pemilih, 53 orang, berasal dari Eropa, diikuti oleh 23 dari Asia, 18 dari Afrika, 17 dari Amerika Selatan, 16 dari Amerika Utara, serta masing-masing empat dari Amerika Tengah dan Oseania.
Secara keseluruhan, mereka mewakili 17 negara yang berbeda. Meski banyak spekulasi beredar, belum ada kandidat yang jelas unggul.
Nama Kardinal Luis Antonio Tagle dari Filipina dan Kardinal Pietro Parolin dari Italia termasuk diantara yang paling banyak disebut sebagai calon kuat.
Adapun dalam hari-hari menjelang pemilihan, para kardinal menggunakan waktu untuk saling mengenal lebih dalam. Pecorari, seorang veteran konklaf, menggambarkan bagaimana proses informal ini berjalan.
“Kami berkenalan satu sama lain, mengamati, sebelum perlahan-lahan mulai membentuk gambaran tentang siapa paus berikutnya,” katanya.
Pecorari menceritakan bahwa beberapa kardinal memilih berbicara santai di restoran sekitar Vatikan, sambil menikmati hidangan khas Italia seperti carbonara, jauh dari suasana formal dan “telinga yang mengintai” di Casa Santa Marta.
Namun, tak semua memilih cara yang sama. Ada juga kardinal yang mengundang rekan-rekannya berkumpul di kamarnya seusai makan malam. (Redaksi)