MAGELANG, Koranpapua.id- Untuk pertama kalinya para seniman Suku Kamoro, Provinsi Papua Tengah melakukan lawatan budaya ke Jawa Tengah.
Pada kesempatan yang istimewa itu, mereka menampilkan kekayaan seni dan budaya pesisir Selatan Papua yang berlakoborasi bersama para seniman lokal.
Kegiatan yang berlangsung tanggal 4-13 September 2024 itu, didukung oleh PT Freeport Indonesia (PTFI).
Corcom PT Freeport Indoneseia dalam rilisnya yang diterima koranpapua.id, Rabu 18 September 2024 menjelaskan, sebanyak delapan seniman dari Suku Kamoro yang diikutkan dalam moment tersebut.
Mereka didampingi Yayasan Maramowe Kamorowe (YMWK) Timika bersama Yayasan Atma Nusantara Jati (Atsanti Foundation) Magelang, mengunjungi dua dusun di kawasan Candi Borobudur yakni Desa Kebonsari dan Desa Dukun.
Di Desa Kebonsari, para seniman Kamoro bertukar pengalaman dalam berkesenian bersama para seniman dari Komunitas Bambu.
Mereka mengajarkan cara mengukir di atas bambo dan membuat Wayang Siladan. Tim Maramowe juga mengajarkan cara membuat ukiran Kamoro dari kayu.
“Pertukaran budaya ini sangat berharga bagi kedua komunitas seniman. Kami berdialog dan bertukar pengalaman mengenai pemanfaatan bambu dan kayu sebagai karya seni,” kata Luluk Intarti, Founder Yayasan Maramowe.
Di sisi lain, kunjungan ini memberikan wawasan baru tentang pembentukan desa wisata dan pemasaran produk.
Kunjungan berikutnya adalah Sanggar Gadhung Sari di Desa Dukun, bertemu Ismanto seorang seniman lukis, pemahat sekaligus pemain musik dan penari.
Seniman Kamoro diajarkan cara menyepuh alat pahat dan teknik mengukir dengan media batu.
Di sanggar ini, seniman Kamoro berkolaborasi dengan puluhan penari dan penabuh gendang cilik yang belajar di sanggar.
Pada kesempatan itu, para seniman Komoro menyajikan tari pergaulan ‘Taware’ bagi warga desa yang antusias datang untuk bertemu seniman dari Papua.
Masih di Magelang, para seniman Kamoro juga sukses menjadi bintang dalam Festival Bhumi Atsanti (FBA) 2024.
Festival tahunan ini merupakan ajang bertemunya seniman-seniman nasional dengan seniman di Jawa Tengah.
Tema yang diusung tahun ini ‘Hayuning Roso’, terinspirasi dari filosofi Jawa ‘Memayu Hayuning Bawana’ yang bermakna mempercantik dunia.
Para seniman Kamoro memperagakan bagaimana mengukir, menganyam, menampilkan pertunjukan tari dan lagu rakyat seperti Tari Mbikao atau topeng roh, Tari Yamate Eyaro dan nyanyian ‘Wakuru’ yang disambung dengan Tari Wautu.
Ada pula kolaborasi dengan seniman asal Yogyakarta “D+ Project” membawakan lagu ‘Nuru Ai Pani,’ sebuah lagu rakyat Kamoro.
“Senang sekali berada di rumah budaya Bhumi Atsanti, semua peserta menerima kami dengan baik. Saya dan teman-teman Kamoro bisa kenal budaya lain, tukar pikiran dan belajar dari mereka,” tutur Herman Kiripi, Ketua Yayasan Maramowe.
Pada kesempatan itu, para seniman Kamoro juga memperlihatkan budaya Kamoro, seperti bagaimana cara ukir, anyam, menari dan menyanyi.
Claus Wamafma, Direktur dan EVP Sustainable Developmen PTFI mengatakan, Freeport Indonesia berkomitmen dapat terlibat secara konkret dalam upaya pelestarian budaya Suku Kamoro.
Claus berharap lawatan budaya ke Jawa Tengah ini dapat memberi pengalaman para seniman Kamoro tampil di panggung budaya dan memperkenalkan keindahan seni Kamoro kepada publik yang lebih luas.
Menambah jaringan perkenalan dengan banyak seniman lokal dan komunitas seni, membuka ruang kolaborasi antar seniman, sekaligus bisa menjadi ajang saling belajar upaya mempromosikan budaya dan merangkul generasi muda sebagai pewaris tradisi.
Setelah berpartisipasi dalam rangkaian acara di Festival Bhumi Atsanti di Magelang, para seniman Kamoro melanjutkan lawatan budaya ke Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta (10-13 September).
Di kampus ini, mereka membagi informasi dan berdiskusi dengan dosen tentang budaya suku Kamoro, serta praktik pendokumentasian tarian Kamoro bersama mahasiswa sebagai upaya preservasi Budaya Kamoro melalui media audio visual.
Kegiatan ini merupakan kerjasama berbagai jurusan di ISI Surakarta yang tergabung dalam Fakultas Seni Rupa dan Desain.
Luluk perwakilan Kampus ISI Surakarta mengungkapkan pada kegiatan ini menjadi kesempatan berharga untuk memperkuat hubungan antara seni tradisional dan akademis di ISI Surakarta. (Redaksi)