TIMIKA, Koranpapua.id– Penjual pembatas alkitab yang dilakoni puluhan orang dan terbagi dalam beberapa kelompok, belakangan ini menjamur di Kota Timika, Papua Tengah.
Mereka menjual pembatas Alkitab dengan menyebar di sejumlah titik, baik lampu merah, pertokoan, super market, ATM, rumah makan bahkan di sepanjang jalanan dalam kota Timika.
Aksi ini membuat banyak warga dan pengguna jalan merasa terganggu dan tidak nyaman melihat pemandangan yang terjadi hampir setiap hari.
Mereka menjual sepotong kertas yang katanya sebagai pembatas Alkitab dengan tulisan firman Tuhan dengan harga Rp10.000.
Kepada warga yang dijumpai dan pengendara mereka berdalih bahwa uang yang dihasilkan dari kegiatan ini akan gunakan untuk membantu mendanai pembangunan gedung gereja.
Terkait dengan hal ini, Pendeta Ferdinans C. Hukubun, Sm.TH, S.Si, Ketua Klasis GPI Papua Mimika mengatakan bahwa fenomena mencari dana dengan mengatasnamakan lembaga gereja perlu disikapi dengan serius.
Karena menurutnya, pemandangan ini sudah terjadi sejak beberapa tahun terakhir. Aksi kelompok ini tidak saja terjadi di Timika tetapi juga di beberapa kota di tanah Papua bahkan Indonesia.
“Fenomena ini bukan pertama kali ada di Timika, tetapi sejak beberapa tahun terakhir. Karenanya perlu disikapi oleh semua pihak,” ujar Pdt Ferdinans kepada koranpapua.id, Minggu 26 Mei 2024.
Dikatakan, kelompok penjual pembatas Alkitab berdalih mencari dana dengan membawa label lembaga keagamaan seperti pembangunan gereja atau kegiatan gereja.
Namun yang menjadi pertanyaannya, apakah kelompok ini dibekali dengan rekomendasi yang dikeluarkan pihak gereja atau Kantor Kementerian Agama dari daerah asalnya tempat gereja tersebut berada.
“Kalaupun ada apakah rekomendasinya resmi dikeluarkan oleh lembaga yang betul-betul melakukan kegiatan penggalangan dana,” tanya Pdt Ferdinans.
Ia juga menyampaikan apakah rekomendasi yang mereka miliki sudah mendapatkan persetujuan dari Kantor Kementerian Agama Kabupaten, Klasis atau persekutuan agama di Mimika.
“Ini bukan soal Rp5.000 atau Rp10.000, kalau itu benar tidak ada masalah. Yang saya kuatirkan jangan sampai hanya untuk kepentingan pribadi atau kelompok tetapi mengatasnamakan lembaga gereja,” tegasnya.
Pdt Ferdinans mengingatkan agar jangan menjadikan fenomena ini sebagai bibit untuk menghubungkan hal-hal yang negatif di kota Timika.
Karenanya kepada masyarakat Timika, Pdt Ferdinans berpesan agar berpikir cerdas sebelum memberikan bantuan yang mengatasnamakan kepentingan pembangunan gereja atau kegiatan keagamaan lainnya.
“Kalau ada kegiatan agama di Mimika, dipastikan ada rekomendasi dari ketua klasis atau ketua wilayah. Karena tidak mungkin pencarian dana dengan berdiri di pinggir jalan dengan menjual pembatas Alkitab,” tandasnya.
Ia mengajak Kementerian Agama Mimika, pihak kepolisian, ketua klasis atau wilayah dan persekutuan gereja-gereja untuk melihat fenomena ini, sehingga tidak menjadi ‘penyakit’ yang muncul seperti jamur di musim hujan.
“Ini bertujuan agar kita tidak terkesan berdiam diri melihat fenomena ini berjalan seperti biasa dan aman-aman saja di Timika,” tuturnya.
Ia berpraduga ada kelompok tertentu yang mencari keuntungan pribadi dengan mengatasnamakan lembaga keagamaan.
Dikatakan, Kementerian Agama sebagai payung keagaamaan di Mimika diharapkan untuk segera melakukan koordinasi dengan mengumpulkan ketua-ketua klasis wilayah dan pihak kepolisian untuk membicarakan fenomena ini.
“Mohon maaf saya perlu katakan ini untuk semua kebenaran. Apakah dengan saya menyampaikan kebenaran saya menjadi musuh saudara? Tuhan memberkati kita dalam semangat Eme Neme Yauware,” tutupnya. (Redaksi)