Timika – Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) melakukan kunjungan kerja (Kunker) advokasi untuk menyerap aspirasi masyarakat Kabupaten Mimika.
Untuk mendengar aspirasi tersebut, rombongan DPD RI yang dikomandani Yoris Raweyai, Ketua Komite II melakukan pertemuan bersama manajemen PT Freport Indonesia (PTFI) yang diwakili Jenpino Ngabdi Wakil Presiden Direktur (Wapresdir) PTFI.
Hadir juga Asisten III Provinsi Papua Tengah, Elisabeth Cenawatin, Pj Sekda Mimika Petrus Yumte, Anggota DPRP Papua, Mathea Mameyau dan Jhon Gobay serta sejumlah tokoh masyarakat adat di Timika.
Tokoh masyarakat adat yang hadir dalam pertemuan yang berlangsung di Hotel Rimba Papua, Jumat 9 Juni 2023 yakni, Stingal Johnny Beanal, Ketua Lemasa, Gerry Okoare, Ketua Lemasko, Yan Pieter Magal mewakili masyarakat Amungme – Kamoro dan AKBP I Gede Pu, Kapolres Mimika.
Jenpino Ngabdi, Wapresdir Freeport dalam pertemuan itu mengatakan, Ptraemerintah Pusat (Pempus), Pemerintah Provinsi Papua Tengah dan Pemerintah Kabupaten Mimika merupakan stakeholder Freeport.
Freeport bersama pemerintah adalah mitra yang perlu saling kerjasama untuk menciptakan kesejahteraan bagi semua.
Romen Fifian, Manager Environmental PTFI dalam pertemuan itu mempresentasikan proses penanganan tailing serta dampak-dampaknya yang terjadi akibat pendangkalan.
Romen menjelaskan posisi tambang berada di ketinggian 4.000 meter di atas permukaan laut (mdpl). Batuan biji yang diambil dari bumi selanjutnya diolah.
Kurang lebih 3 persen dari hasil olahan diambil untuk diproses menjadi konsentrat dan sekitar 97 persen berupa batuan diambil untuk mineral tembaga. Sementara limbahnya dialirkan sesuai mekanisme melalui sungai dan diendapkan di area 23 ribu hektar.
Untuk pengelolaan tailing sebelumnya sudah dilakukan kajian sebelum proses Amdal 300.000 meter ton perhari dan telah disetujui tahun 1997. Pada saat itu ditemukan 12 opsi terkait bagaimana mengelola limbah.
Kemudian diputuskan tiga opsi yang paling memungkinkan untuk bisa dilakukan. Pertama, perluasan sistem pengendapan tailing di dataran rendah, kedua, menggunakan jalur pipa dan ketiga menggunakan metode memodifikasi daerah yang sudah ada tailing, sehingga bisa memaksimalkan daripada jumlah hasil produksi yang baru.
Dari tiga opsi ini pada tahun 1997 akhirnya diputuskan opsi terbaik untuk melakukan pengendapan tailing menggunakan sistem pengendapan yang sudah ada.
Sedimentasi tailing ini jelasnya sudah diprediksi sejak tahun 1997. Bahwa sejak Amdal dibuat maka 37 persen pengendapan tailing sudah masuk di daerah muara. Dan diprediksi dengan produksi 300.000 K akan mencapai 50 persen tailing akan masuk ke muara dan laut.
Dari angka tersebut juga sudah diprediksi ada potensi akibat tailing yakni berkaitan dengan kualitas air dan biotanya. Dalam Amdal juga sudah dijelaskan akan ada biota tertentu yang akan mati. Namun seiring berjalannya waktu ada mangrov yang bisa menyesuaikan.
Mangrov di wilayah itu ada yang tumbuh secara alami dan ada juga yang ditanam melalui proses reklamasi. Seperti yang bisa dilihat di wilayah Muara Aikwa.
Sementara Yoris Raweyai dalam kesempatan itu mengatakan, kehadiran DPD RI dalam advokasi ini bukan sebagai pemantik, tetapi hadir untuk memberi solusi.
“Itulah tugas-tugas dalam pekerjaan kami. DPD baru usia tiga periode. Dia lahir setelah reformasi. DPD adalah representasi daerah. Kalau DPR adalah representasi politik. Memiliki azas kepatuhan dan birokrasinya jelas tegak lurus,” jelas Yoris.
DPD hadir untuk membawa aspirasi dari daerahnya dan direkapitulasi secara kelembagaan di tingkat nasional. Kemudian memberikan rensonasi positip bagi daerahnya untuk kepentingan bangsa dan negara, dalam rangka menjaga dan mempertahankan NKRI.
Ia menuturkan, Freeport hadir di Indonesia sejak tahun 1967 dan sekarang sudah berusia 60 tahun. Sehingga ditengah era keterbukaan muncul berbagai persoalan di masyarakat. Banyak bermunculan perkumpulan yang mengatasnamakan adat dan budaya.
Intinya semuanya perlu duduk bersama-sama pemangku kepentingan. Perusahaan yang beroperasi di daerah harus memiliki kesamaan berpikir, apa yang dihasilkan perusahaan harus bisa dinikmati dan dirasakan masyarakat.
Lebih khusus kehadiran perusahaan harus tetap memperhatikan hak-hak kesulungan di daerah. Apalagi Papua bukan tanah kosong. Papua mempunyai penduduk dan punya pemilik.
Yoris juga mengatakan hasil diskusi dan aspirasi ini akan diplenokan di DPD. Selanjutnya berkoordinasi dengan kementerian terkait untuk membahas guna mencari solusinya.
Sejak masih menjadi anggota DPR RI, Yoris selalu mengingatkan bahwa siapa saja yang ingin menempati Papua, tanah diberkarti Tuhan penuh susu dan madu, harus menghargai hak-hak kesulungan orang Papua dan tidak boleh ada diskriminasi.
Adolfina Kum dari Lembaga Peduli Masyarakat Mimika Timur Jauh mengharapkan Freeport dapat memperhatikan masyarakat Distrik Mimika Timur Jauh, Jita, Jila dan Agimuga yang selama ini merasakan dampak dari tailing.
Gerry Okoare, Ketua Lemasko menuturkan, persoalan limbah dan lingkungan bukan menjadi beban yang harus dipikirkan sendiri oleh PTFI, tetapi juga menjadi tanggungjawab kementerian terkait.
Gerry tidak menyangkal adanya dampak tailing bagi masyarakat, namun ia harus mengakui selama ini Freeport sudah memberikan banyak kontribusi untuk negara.
Bahkan Gerry balik bertanya mana bantuan dari kementerian maupun Pemerintah Provinsi dan Kabupaten Mimika dalam mendukung penanganan lingkungan?
Sementara Yan Pieter Magal mengusulkan kepada Freeport untuk membangun akses transportasi air untuk mempermudah aktivitas masyarakat.
Elisabeth Cenawatin, Asisten 3 Setda Papua Tengah menjelaskan, pertemuan ini merupakan hasil tindaklanjut dari sebelumnya. Pemerintah Provinsi Papua melihat masalah tailing sangat penting untuk dibahas.
Ia berharap keluhan masyarakat bisa dijawab oleh Freeport dan meminta Pemerintah Pusat, DPD RI bersama Freeport memperhatikan hal ini.
Mathea Mameyau, Anggota Komisi IV DPRP Papua meminta supaya membangun perusahaan pengolahan tailing melibatkan dua lembaga adat dengan memanfaatkan tenaga kerja anak-anak Papua.
Ia juga menyarankan supaya Freeport bersama pemerintah membuat program penanganan tailing jangka pendek, menengah dan panjang yang didalamnya melibatkan masyarakat adat. (redaksi)