“Tetapi membutuhkan keberanian moral dari para pejabat untuk jujur pada diri sendiri dan berani berkata “tidak” pada penyimpangan”.
TIMIKA, Koranpapua.id- Bukan cuma bicara proyek atau anggaran, kali ini para pejabat Mimika diajak bicara hal yang sering dianggap tabu yaitu korupsi, gratifikasi, dan benturan kepentingan.
Kegiatan yang digelar Inspektorat Daerah Kabupaten Mimika di salah satu hotel di Timika pada Rabu 29 Oktober 2025 itu, dibuka oleh Wakil Bupati Mimika, Emanuel Kemong.
Wabup Emanuel pada kesempatan itu menegaskan bahwa pemberantasan korupsi bukan hanya urusan hukum, tapi juga urusan hati dan budaya kerja.
“Gratifikasi dalam bentuk apa pun bisa menjadi pintu masuk korupsi kalau tidak ditangani dengan benar. Karena itu, setiap aparatur harus berani menolak dan melaporkannya sesuai aturan,” tegas Emanuel.
Ia juga mengingatkan, benturan kepentingan bisa jadi jebakan halus yang merusak objektivitas dan profesionalitas aparatur.
“Kita harus menempatkan kepentingan publik di atas kepentingan pribadi. Pemerintahan yang bersih dimulai dari niat yang jujur,” katanya.
Sementara itu, Kepala Inspektorat Mimika, Septinus Timang, menjelaskan bahwa kegiatan seperti ini bukan yang pertama.
Inspektorat secara rutin bekerja sama dengan berbagai pihak seperti KPK, BPKP, dan Forum Anti Korupsi Provinsi Papua untuk memperkuat sistem pencegahan.
“Sejak 2022, Pemkab Mimika sudah punya Unit Pengendalian Gratifikasi berdasarkan SK Bupati Nomor 232. Unit ini aktif memantau dan menindaklanjuti laporan-laporan terkait gratifikasi,” ujar Septinus.
Menurutnya, meski upaya sosialisasi sudah sering dilakukan, tantangan di lapangan tetap ada. Karena itu, Inspektorat terus memetakan potensi rawan korupsi di daerah.
Serta terus memberikan pendampingan teknis agar aparat di setiap OPD lebih paham bagaimana menghindarinya.
“Kalau sudah ada benturan kepentingan, biasanya berujung pada penyalahgunaan kewenangan, dan dari situ potensi korupsi muncul. Jadi, ini yang terus kita tekan supaya bisa diminimalisir,” jelasnya.
Menariknya, Septinus juga mengungkapkan bahwa Inspektorat sedang menyiapkan aplikasi digital bernama Tindak Lanjut Manajemen Pengawasan (TLMP).
Katanya, lewat aplikasi ini, masyarakat nantinya bisa memantau dan melaporkan indikasi gratifikasi atau penyalahgunaan kewenangan secara langsung.
“Kami terbuka menerima aduan masyarakat. Dengan sistem yang terintegrasi, semua bisa lebih transparan,” tambahnya.
Sosialisasi ini diakhiri dengan sesi diskusi interaktif bersama Forum Anti Korupsi Papua, yang memberikan pemahaman tentang bentuk-bentuk gratifikasi dan cara melaporkannya.
Namun, di balik semangat sosialisasi dan komitmen birokrasi, tantangan terbesar justru ada pada konsistensi dan keteladanan.
Sebab, pencegahan korupsi tidak cukup dengan sosialisasi atau aplikasi digital, tetapi membutuhkan keberanian moral dari para pejabat untuk jujur pada diri sendiri dan berani berkata “tidak” pada penyimpangan.
Di tengah kepercayaan publik yang kian menurun terhadap lembaga pemerintahan, langkah kecil seperti menolak amplop atau menghindari konflik kepentingan bisa menjadi awal besar menuju Mimika yang benar-benar bersih.
Pertanyaannya, apakah semangat itu akan bertahan setelah ruangan sosialisasi ini kosong? (*)
Penulis: Hayun Nuhuyanan
Editor: Marthen LL Moru










