TIMIKA, Koranpapua.id– Semboyan Eme Neme Yauware (Bersatu Bersaudara Membangun) yang dicetuskan di masa kepemimpinan Bupati Mimika Klemen Tinal, sudah sangat akrab di hati masyarakat Kabupaten Mimika, Provinsi Papua Tengah.
Eme Neme Yauware ini merupakan gabungan bahasa dari dua suku besar di Mimika yakni, Suku Amungme dan Suku Kamoro.
Bahkan kalimat yang selalu sering diucapkan di hampir di seluruh kegiatan serimonial pemerintahan, organisasi masyarakat dan lembaga pendidikan, sudah memiliki hak paten terdaftar di HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual).
Semboyan Eme Neme Yauware juga sudah memiliki dasar hukum dalam Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Mimika.
Dengan terdaftar di HAKI, maka Eme Neme Yauware telah diberikan perlindungan hukum dan pengakuan serta mencegah pihak lain menggunakan hak karya tersebut.
Terkait dengan pro kontra yang belakangan ini ramai diperbincangan sejumlah tokoh masyarakat, maka Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mimika diminta untuk memberikan perlindungan.
Perlindungan Pemkab Mimika, tidak saja terhadap semboyan Eme Neme Yauware, tetapi juga kepada logo daerah, himne dan mars daerah.
Hal itu disampaikan Anthonius Tapipea selaku Wakil Ketua 1 Dewan Adat Daerah Kabupaten Mimika kepada koranpapua.id, Jumat 19 September.
Menurutnya, Eme Neme Yauware tertuang filsafah grassroost masyarakat Amungme Kamoro bersama Pemkab Mimika dan para tokoh pendiri serta pencetus hadirnya pemekaran Kabupaten Mimika di Tanah Amungsa Bumi Kamoro.
“Eme Neme Yauware sudah melekat di hati dan pikiran kita dari segala akar pikiran mereka tentang manusia dan wilayah adat sebagai hak istimewa dimana dalam bahasa Belanda disebut Eigedom,” ujar Anthoni.
Dikatakan, sejak sebelum adanya Otonomi Khusus (Otsus) di Tanah Papua hingga lahirnya Otsus, Eme Neme Yauware sudah ada sebagai suatu kekuatan dan roh serta jadi diri orang Mimika.
“Sebelum Otsus, Eme Neme Yauware sudah hadir untuk menerima semua bentuk perbedaan golongan agama dan untuk membangun tanpa membatasi ruang hidup bagi siapa saja yg datang di daerah ini,” pungkasnya.
Dikatakan, jika hari ini masyarakat akar rumput Mimika sedang merasa terusik dengan kehadiran slogan Mimika Rumah Kita, menurut Anthoni, itu hanya untuk mendukung program Mimika Smart City.
“Itu merupakan pikiran brilian pemerintah yang patut didukung dan di terima, namun kehadiran tagline atau slogan tersebut perlu di sosialisasikan kepada masyarakat akar rumput,” sarannya.
Anthonius menyebutkan bahwa, pihaknya melihat kemungkinan ada dua frasa antara Eme Neme Yauware dan Mimika Rumah Kita, yang mana menggabungkan dua kalimat yang multi tafsir atau Nisbi (mana yang mutlak dan mana yg tdk mutlak).
Terkait dengan polemik ini, Anthonius memberikan saran kepada Bupati Mimika Johannes Rettob dan Wakil Bupati Emanuel Kemong, untuk duduk bersama dua lembaga adat (Lemasa dan Lemasko) untuk membicarakan hal itu.
“Kami harap bupati dan wakil bupati sebagai orang tua memanggil tokoh-tokoh dan masyarakat Lemasa dan Lemasko untuk duduk bersama membicarakan dan mensosialisasikan bentuk tagline dimaksud agar kedepan tidak ada lagi polemik di publik,” katanya. (*)
Penulis: Hayun Nuhuyanan
Editor: Marthen LL Moru