TIMIKA, Koranpapua.id – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua mendesak Pemerintah Pusat dan Daerah untuk segera memenuhi hak-hak buruh yang berada di seluruh wilayah Papua.
Desakan untuk memperhatikan hak-hak buruh ini disampaikan melalui siaran pers Nomor: 004/SK-LBH-P/V/2025 yang dikeluarkan oleh Festus Ngoranmele, S.H, Direktur LBH Papua di Jayapura tanggal 1 Mei 2025.
Berikut selengkapnya siaran pers yang diterima koranpapua.id, Jumat 2 Mei 2025:
Pada prinsipnya secara hukum seluruh hak-hak buruh telah dijamin dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku baik dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Maupun secara khusus dalam Undang Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Papua, namun pada prakteknya banyak ditemukan pelanggaran hak buruh.
Berkaitan dengan Hari Buruh Sedunia Tahun 2025, perlu kiranya LBH Papua menyampaikan beberapa kondisi Persoalan Buruh di Papua.
Sesuai dengan tema Hari Buruh Sedunia tahun ini yaitu “Pekerja Hebat Bangsa Kuat”, dimana tema ini memiliki arti yang sangat penting karena menunjukan penghargaan terhadap buruh.
Namun pada prakteknya menjadi tantangan tersendiri sebab faktanya Negara lebih melindungi manajemen perusahaan dibanding buruh sebagaimana yang dialami oleh buruh.
Khusus di seluruh wilayah Papua, para buruh saat ini sedang digempur oleh berbagai perusahaan baik Nasional maupun Multi Nasional, pasca pemberlakuan kebijakan UU Cipta Kerja dan Politik Daerah Otonomi Baru di Papua.
Berdasarkan penanganan kasus buruh yang dilakukan selama ini, kami menemukan beberapa persoalan buruh yang dialami oleh mayoritas buruh Papua sebagai berikut :
- Upah yang rendah dan tidak layak.
Banyak pekerja di Papua, khususnya di sektor informal, menerima upah yang jauh di bawah standar kebutuhan hidup layak.
- Keamanan dan keselamatan kerja yang buruk.
Kondisi kerja yang tidak aman dan minimnya perlindungan keselamatan kerja menyebabkan banyak kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.
- Diskriminasi dan perlakuan tidak adil.
Pekerja di Papua seringkali menghadapi diskriminasi berdasarkan suku, agama, dan latar belakang lainnya.
- Akses terbatas terhadap jaminan sosial.
Banyak pekerja di Papua tidak memiliki akses terhadap jaminan kesehatan, jaminan pensiun, dan perlindungan sosial lainnya.
- Pelanggaran hak-hak buruh.
LBH Papua mencatat masih banyak kasus pelanggaran hak-hak buruh, seperti pemutusan hubungan kerja (PHK) yang tidak adil, dan penolakan hak cuti dan istirahat.
- Pelanggaran Hak-hak 8.300 Buruh Mogok Kerja PT.Freeport Indonesia sejak tanggal 1 Mei 2017 – 1 Mei 2025
Atas dasar berbagai persoalan diatas maka LBH Papua berkomitmen untuk terus memperjuangkan pemenuhan berbagai hak buruh yang kami damping maupun yang kami pantau.
Dengan demikian maka LBH Papua menyerukan kepada Pemerintah Pusat maupun Daerah segera:
Satu: Meningkatkan Upah Minimum Regional (UMR) di Papua.
UMR di Papua harus disesuaikan dengan kebutuhan hidup layak dan memperhatikan kondisi ekonomi masyarakat Papua.
Dua: Meningkatkan pengawasan terhadap keselamatan dan kesehatan kerja.
Pemerintah harus meningkatkan pengawasan terhadap perusahaan untuk memastikan bahwa mereka menerapkan standar keselamatan dan kesehatan kerja yang layak.
Tiga: Menerapkan kebijakan afirmatif bagi pekerja Papua.
Pemerintah harus menerapkan kebijakan afirmatif untuk melindungi dan memberdayakan pekerja Papua.
Empat: Memperluas akses terhadap jaminan sosial.
Pemerintah harus memperluas akses pekerja di Papua terhadap jaminan kesehatan, jaminan pensiun, dan perlindungan sosial lainnya.
Lima: Selesaikan persoalan mogok kerja 8.300 buruh PT. Freeport Indonesia.
Demikian siaran pers ini dibuat, atas perhatian dan kerjasamanya disampaikan terima kasih. (Redaksi)