TIMIKA, Koranpapua.id- Mahkamah Konstitusi (MK) memerintahkan KPU RI untuk melakukan rekapitulasi ulang perolehan suara dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Puncak Jaya Tahun 2024 untuk 22 distrik.
Namun, rekapitulasi ulang ini tidak akan mencakup perolehan suara dari empat distrik, yaitu Distrik Mulia, Distrik Lumo, Distrik Tingginambut, dan Distrik Gurage.
Keputusan ini diambil karena adanya gangguan keamanan berupa sabotase dan perampasan logistik pemilu yang terjadi di keempat distrik tersebut.
Demikian Putusan Nomor 305/PHPU.BUP-XXIII/2025 dari permohonan yang diajukan oleh Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Puncak Jaya Nomor Urut 1, Yuni Wonda dan Mus Kogoya.
Dalam amar putusannya, MK membatalkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Puncak Jaya Nomor 476 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan yang diterbitkan pada 18 Desember 2024.
Memerintahkan kepada KPU RI untuk melakukan rekapitulasi ulang perolehan suara dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Puncak Jaya Tahun 2024 untuk 22 distrik.
Yaitu Distrik Ilu, Distrik Fawi, Distik Mewoluk, Distrik Yamo, Distrik Nume, Distrik Torere, Distrik Pagaleme, Disitrik Irimuli, Distrik Muara, Distrik Ilamburawi, Distrik Yambi.
Distrik Molanikame, Distrik Dokome, Distrik Kalome, Distrik Wanwi, Distrik Yamoneri, Distrik Waegi, Distrik Nioga, Distrik Gubume, Distrik Taganombak, Distrik Dagai dan Distrik Kiyage.
Tanpa mengikutsertakan suara di empat distrik yaitu, Distrik Mulia, Distrik Lumo, Distrik Tingginambut dan Distrik Gurage.
Kemudian dilanjutkan dengan menetapkan perolehan suara yang benar dalam tenggang waktu paling lama 30 hari sejak Putusan a quo diucapkan dan mengumumkannya sesuai peraturan perundang-undangan.
Dengan melakukan koordinasi dengan Komisi Pemilihan Umum Provinsi Papua Tengah, Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Puncak Jaya dan disaksikan oleh Kedua Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Puncak Jaya Tahun 2024, tanpa melaporkan hasil rekapitulasi ulang dimaksud ke Mahkamah.
Hal itu disampaikan Ketua MK Suhartoyo ketika membacakan Amar Putusan di Ruang Sidang Pleno, Gedung 1 MK, Jakarta.
Sabotase dan Perampasan Logistik Pemilu
Dalam pertimbangan hukum MK, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menjelaskan bahwa rekapitulasi sebelumnya tidak dapat dilakukan karena adanya tindakan sabotase dan perampasan logistik pemilu di empat distrik tersebut.
Berdasarkan bukti yang diajukan dalam persidangan, tim pendukung Pasangan Calon Nomor Urut 2 diduga melakukan perampasan kotak suara, surat suara, dan berita acara pemilihan di Distrik Mulia dan Distrik Lumo pada 26 November 2024.
Kondisi ini menyebabkan pendistribusian logistik pemilihan tidak dapat dilaksanakan pada tanggal 26 November 2024 sebagaimana bukti video, di mana fakta tersebut dibenarkan oleh masing-masing pihak dalam persidangan.
Selain itu, perampasan logistik juga terjadi di Distrik Tingginambut pada 25 November 2024 dan di Distrik Gurage pada 27 November 2024.
Peristiwa di Distrik Gurage bahkan melibatkan intimidasi dengan senjata tajam terhadap petugas Pemilu, sehingga pemungutan suara tidak dapat dilaksanakan di keempat distrik tersebut.
Menurut Mahkamah, berkenaan dengan fakta-fakta tersebut, telah ternyata terjadi kondisi khusus berkaitan dengan sabotase atau perampasan logistik pemilihan yang berakibat tidak dapat dilakukannya pemungutan suara dengan sistem noken di Distrik Mulia, Distrik Lumo, Distrik Tingginambut dan Distrik Gurage.
Oleh karena itu, Mahkamah mendapat keyakinan bahwa benar telah terjadi tindakan sabotase dan perampasan logistik pemilihan yang terjadi di empat distrik yang dilakukan oleh tim sukses Pasangan Calon Nomor Urut 2.
Intimidasi dilakukan menggunakan senjata tajam kepada penyelenggara pemilihan, sehingga kejadian tersebut memicu adanya konflik dan kerusuhan antar pendukung pasangan calon, yang mengakibatkan tidak dapat dilakukannya pemungutan suara dengan sistem noken di empat distrik tersebut.
Keputusan KPU Dinilai Tidak Sah
MK juga menyoroti kejanggalan dalam Keputusan KPU Kabupaten Puncak Jaya Nomor 476/2024.
Keputusan tersebut menggunakan kop surat KPU Kabupaten Puncak Jaya, tetapi ditandatangani oleh Ketua KPU Provinsi Papua Tengah, yang menurut MK merupakan prosedur yang tidak lazim.
Menurut Mahkamah hal tersebut merupakan hal yang tidak lazim dalam tata cara resmi penerbitan suatu Keputusan (beschikking), sehingga keputusan yang demikian dapat dinilai sebagai keputusan yang tidak sah.
Terlebih, keputusan dimaksud tidak sesuai dengan rekomendasi yang dikeluarkan Bawaslu Kabupaten Puncak Jaya karena seharusnya yang dilakukan rekapitulasi adalah perolehan suara berdasarkan sistem noken untuk 22 distrik.
Tanpa mengikutsertakan empat distrik, yaitu Distrik Mulia, Distrik Lumo, Distrik Tingginambut, dan Distrik Gurage.
“Terlebih lagi, Bawaslu Provinsi Papua Tengah, KPU Kabupaten Puncak Jaya, Bawaslu Kabupaten Puncak Jaya tidak hadir dalam pengambilan keputusan mengenai penetapan hasil rekapitulasi perolehan suara yang dituangkan dalam Keputusan KPU Kabupaten Puncak Jaya 476/2024,” ujar Enny.
Selain itu, dalam rapat rekapitulasi, hanya ketua dan anggota KPU Provinsi Papua Tengah yang hadir dan menandatangani berita acara, tanpa mencantumkan nama secara jelas.
Selanjutnya, Enny menjelaskan, berkenaan dengan adanya hasil rekapitulasi yang dilakukan oleh KPU Provinsi Papua Tengah terhadap seluruh distrik Kabupaten Puncak Jaya, telah menimbulkan keraguan bagi Mahkamah akan kebenaran hasil rekapitulasi tersebut.
Hal demikian disebabkan karena berdasarkan rekomendasi Bawaslu Kabupaten Puncak Jaya terhadap empat) distrik tidak dapat dilakukan rekapitulasi.
Selain itu, sebagaimana telah Mahkamah pertimbangkan di atas telah ternyata pula pada empat distrik tersebut telah terjadi kondisi atau kejadian khusus berupa perampasan logistik pemilihan sehingga tidak memungkinkan dilakukannya pemungutan suara dengan sistem noken.
“Oleh karena itu, Mahkamah tidak meyakini kebenaran perolehan suara dari empat distrik tersebut yang telah direkapitulasi oleh KPU Provinsi Papua Tengah.
“Atas dasar kondisi atau kejadian khusus tersebut menimbulkan keraguan bagi Mahkamah mengenai hasil rekapitulasi perolehan suara terhadap 22 distrik lainnya, karena rekapitulasi yang dilakukan oleh KPU Provinsi Papua Tengah adalah merekap perolehan suara di seluruh distrik (26 distrik) Kabupaten Puncak Jaya,” terang Enny.
Sebelumnya, dalam sidang Pendahuluan, Paslon Bupati dan Wakil Bupati Puncak Jaya Nomor Urut 1 Yuni Wonda dan Mus Kogoya mengajukan Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Bupati dan Wakil Bupati Puncak Jaya (PHPU Bupati Puncak Jaya) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Pemohon Perkara Nomor 305/PHPU.BUP-XXIII/2025 menilai telah terjadi pewlanggaran yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM), yang berdampak signifikan pada hasil perolehan suara.
Pemohon mengungkapkan sejumlah dugaan pelanggaran. Salah satunya adalah dugaan pengondisian logistik pemilu oleh pasangan calon nomor urut 2 di empat distrik, yakni Distrik Mulia, Distrik Tingginambut, Distrik Gurage, dan Distrik Lumo. (Redaksi)