TIMIKA, Koranpapua.id– Pemalangan jalan poros Timika-Pomako, tepatnya di depan Pelabuhan YPMAK, Rabu 30 April 2005 sebagai bentuk kekecewaan masyarakat Suku Kamoro terhadap Pemerintah Kabupaten Mimika.
Rasa kecewa itu disebabkan proposal bantuan untuk mendukung pelaksanaan Musyawarah Daerah (Musdat) Lembaga Masyarakat Adat Suku Kamoro (Lemasko) yang akan dilaksanakan bulan Mei 2025 hingga saat ini belum dijawab.
Proposal tersebut oleh Panitia Musdat ditujukan kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mimika dalam hal ini Johannes Rettob selaku Bupati Mimika.
Hal ini disampaikan Fredy Sony Atiamona, tokoh masyarakat Suku Kamoro kepada awak media di Jalan Budi Utomo, Kamis 1 Mei 2025.
Fredy menjelaskan, pelaksanaan Musdat sebagai tindaklanjut hasil pertemuan tanggal 13 Maret 2025 di Timika.
Rapat itu dihadiri Ketua MRP Papua Tengah, Perwakilan Kementerian Dalam Negeri dan Kesbangpol Papua Tengah.
Hadir juga Bakesbangpol Mimika, Kapolres Mimika, Dandim 1710 Mimika, perwakilan Pengadilan Negeri Mimika dan Kejaksaan Negeri Mimika.
Dalam rapat itu ketiga kubu telah bersepakat untuk melebur menjadi satu melalui Musdat. Namun Lemasko kubu Gregorius Okoare masih bersihkeras tidak bersedia melaksanakan Musdat.
Padahal hasil pertemuan tanggal 13 Maret, seharusnya menjadi kesempatan baik untuk berekonsiliasi dalam mengangkat harkat dan martabat masyarakat Kamoro melalui Lemasko.
“Aksi pemalangan karena masyarakat adat merasa pasca rapat 13 Maret lalu tidak ada kerjasama yang baik antara pemerintah dengan masyarakat”.
“Proposal permintaan dukungan bantuan yang diajukan oleh masyarakat melalui tim formatur Musdat hingga kini belum mendapat respon,” sesalnya.
Sebagai tokoh Kamoro dengan belum dijawabnya proposal itu, pemerintah belum menunjukan komitmen terhadap masyarakat Kamoro.
Fredy bahkan menilai Bupati Mimika masih dalam situasi politik. Padahal Bupati Johannes Rettob sudah menyampaikan secara terbuka di publik bahwa politik sudah selesai dan semua harus dirangkul menjadi satu.
Kekecewaan ini membuat Fredy menyampaikan himbauan kepada seluruh masyarakat Kamoro untuk tidak menghadiri setiap undangan bupati dalam mengisi acara adat apapun.
“Karena dengan bupati tidak merespon permintaan dukungan dana, itu berarti alasannya pada saat Pilkada ada beberapa orang Kamoro yang tidak memberikan dukungan kepadanya,” pungkasnya.
Fredy dalam kesempatan yang sama menyampaikan apresiasi kepada aparat kepolisian yang telah memberikan pengamanan kepada masyarakat dalam aksi pemalangan di Pomako.
Namun, ia menyayangkan ada anggota polisi yang berani pasang badan untuk memfasilitasi masyarakat dari Pomako ke halaman Eme Neme Yauware, dengan suatu jaminan akan mempertemukan masyarakat dengan bupati.
Tetapi pada kenyataan setiba di Eme Neme Yauware, bukan bupati yang ditemui melainkan Kepala Bakesbangpol Mimika.
Dengan pengalaman ini, Fredy berharap Kapolres bisa memperhatikan hal-hal semacam itu. Jika hal ini terus diulang akan muncul ketidakpercayaan masyarakat terhadap kepolisian.
Ia menegaskan, dengan bupati tidak menemui masyarakat di Eme Neme Yauware sudah membuktikan bahwa tidak menghargai orang Kamoro sebagai anak negeri ini.
Karena sebagai anak Kamoro seharusnya bupati datang berada bersama masyarakat Kamoro.
Ketua Tim Formatur Musdat Damianus Samin menjelaskan bahwa, Lemasko berdasarkan Undang-Undang 1945 dilihat sebagai Organisasi Masyarakat (Ormas).
Karenanya akan dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 53 tahun 2014 adalah Lembaga Masyarakat Hukum Adat Suku Kamoro yang mempunyai wilayah dari Nakiyai sampai Waripi.
Pembentukan lembaga ini kerinduan semua masyarakat Kamoro. Sehingga perlu ada dukungan pemerintah dan Freeport termasuk pihak yang berhubungan dengan lembaga masyarakat hukum adat.
Ia menjelaskan tim formatur Musdat ini bergerak berdasarkan hasil kesepakatan pada rapat 13 Maret 2025 dan semua ikut menandatangani.
“Sekarang kita menuntut dan meminta kepada pemerintah dimana kepedulian pemerintah tentang apa yang sudah diberikan kepada kami”.
“Sampai saat ini kepedulian pemerintah kepada kami tidak ada. Kami bilang tidak ada, karena proposal yang kami serahkan melalui Kesbangpol tidak ada tanggapan,” bebernya.
Ia berharap pemerintah jangan menciptakan bom waktu, karena tidak akan diam.
“Kita mau melaksanakan Permendagri itu. Tapi pemerintah sendiri malah lepas tangan. Ini maksudnya bagaimana? Dan siapa yang akan menjawab kerinduan masyarakat ini?” tanyanya.
Pemerintah tidak boleh membunuh karakter masyarakat adat, sebab cepat atau lambat masyarakat akan kehilangan hak di atas tanahnya sendiri.
Ia menambahkan Lemasko ini dibentuk mempunyai AD/ART dan SK Notaris. Di dalamnya mengatur bahwa ketua yang diangkat secara adat dalam Musdat hanya berlaku selama lima tahun.
Untuk saat ini lanjutnya, masa kepemimpinan Gregorius Okoare sejak menjabat Plt sudah berakhir pada 11 April 2024 lalu.
Namun diklaim bahwa sesuai SK masih berlaku hingga 2027 mendatang, sesungguhnya tidak benar.
Sementara Mathea Mameyao, tokoh perempuan Kamoro yang juga anggota Tim Formatur Musdat Lemasko mengemukakan, pihaknya bekerja dengan dasar menindaklanjuti hasil rapat tertanggal 13 Maret 2025.
Keberadaan Lemasko selama ini diketahui terdapat tiga kubu. Namun ketiga kubu tersebut bersepakat melebur menjadi satu, kecuali kubu Gregorius Okoare.
“Saya sebagai tokoh perempuan masuk dalam tim formatur yang netral. Tugas kami menyiapkan semua data, kelengkapan administrasi memenuhi kebutuhan Musdat,” jelasnya.
Secara proporsional lanjutnya, tim formatur telah menyiapkan seluruh kebutuhan Musdat untuk disampaikan kepada pihak-pihak terkait.
Diantaranya, pemerintah daerah, Freeport dan YPMAK untuk melihat sejauh mana kesiapan dalam melaksanakan Musdat, termasuk memberikan dukungan.
Momen Musdat ini masyarakat Mimika Wee sudah tahu bahwa untuk memilih seorang pemimpin lembaga adat.
Dalam sosialisasi dijelaskan bahwa dalam Musdat akan berdiri sebuah Lembaga Masyarakat Hukum Adat Suku Kamoro.
Di dalamnya akan berbicara mengenai geografi, tentang kekayaan budaya yang perlu dilestarikan di tanah Mimika dan lain-lain.
Mantan Anggota DPR Papua ini merasa kecewa dengan Pemerintah Kabupaten Mimika, karena sudah berupaya untuk bertemu dengan bupati, namun hingga saat ini belum diberikan kesempatan.
“Tim formatur meminta waktu bertemu bupati dengan tujuan menyampaikan kesiapan pelaksanaan Musdat,” tuturnya.
Mathea berharap bupati melihat persoalan ini secara jernih, jangan lagi karena merasa orang ini pada saat Pilkada memilih calon lain.
“Jangan menjadikan Kamoro sebagai objek untuk dimanfaatkan, tetapi sebagai putra Kamoro mari datang menyapa, merangkul bersama-sama dalam membangun daerah ini,” imbuhnya. (Redaksi)