TIMIKA, Koranpapua.id– Pemanfaatan dana kemitraan yang dikucurkan PT Freeport Indonesia (PTFI) kepada Lembaga Musyawarah Adat Suku Amungme (Lemasa) perlu diaudit oleh pihak berwenang yang independen.
Audit penggunaan dana yang diperuntukan untuk kesejahteraan masyarakat Amungme itu, terhitung sejak tahun 2019 sampai tahun 2025.
Hal ini disampaikan Peanus Uamang, Anggota DPRP Papua Tengah melalui keterangan tertulisnya kepada koranpapua.id, Senin malam 10 Februari 2025.
Menurutnya, sebagai lembaga adat yang sudah terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM RI, maka secara legalitas hukumnya jelas.
Artinya sudah diakui, dilindungi dengan peraturan dan hukum yang berlaku, sehingga PT Freeport Indonesia (PTFI) memberikan dana operasional yang dikenal dengan sebutan dana kemitraan.
“Saya selaku anggota Fraksi Gabungan DPRP Papua Tengah dan juga Anggota Komisi IV yang membidangi infrastruktur dan SDA, meminta Lemasa kepemimpinan saudara Direktur Stingal Jhonny Beanal perlu diaudit oleh pihak berwenang yang independen,” kata Peanus.
Hal-hal yang perlu dilakukan audit menurut Peanus meliputi perencanaan, penyusunan program, pencairan keuangan, realisasi atau pelaksanaan, sasaran dan Laporan Pertangungjawaban (LPJ).
“Bagimanapun hal itu harus dilakukan mengingat saat ini PTFI sudah milik pemerintah. Selama ini antara PTFI dan pemerintah juga jalan Bersama dan berkolaborasi,” pungkasnya.
Dikatakan audit ini sangat penting, sesuai yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Sementara pemeriksaan dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terdiri atas pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.
Penentuan obyek pemeriksaan, perencanaan dan pelaksanaan pemeriksaan, penentuan waktu dan metode pemeriksaan.
Termasuk penyusunan dan penyajian laporan pemeriksaan yang dilakukan secara bebas dan mandiri oleh BPK.
“Kami minta pihak berwenang untuk audit supaya tidak ada oknum tertentu yang kerjasama, saling melindungi serta membebankan lembaga adat dengan hutang piutang,” tegasnya.
Sementara Stingal Jhonny Beanal, Direktur Lemasa ketika dihubungi media ini melalui sambungan teleponnya untuk mengkonfirmasi mengenai hal ini, nomornya berada diluar jangkauan.
Lebih jauh Peanus menjelaskan, Lemasa adalah sebuah lembaga adat yang berpusat di Timika ibu Kota Kabupaten Mimika, Papua Tengah.
Lembaga ini didirikan pada tahun 1994, berdasarkan SK yang dikeluarkan oleh Jan Pieter Matondang, yang pada saat itu menjabat sebagai Bupati Kabupaten Fakfak. (Redaksi)