JAKARTA, Koranpapua.id- Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan tidak dapat diterima permohonan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dalam perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum calon anggota DPRD Kabupaten Paniai, Dapil Paniai 2.
Majelis Hakim Konstitusi menyatakan Permohonan Perkara Nomor 174-01-17-36/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 tidak memenuhi syarat formil, karena permohonan pemohon kabur atau tidak jelas.
Demikian hasil sidang pengucapan putusan yang berlangsung di Ruang Sidang Pleno, Gedung 1 MK, Jakarta, Selasa 21 Mei 2024 dikutip dari mkri.id.
“Amar putusan, mengadili, dalam eksepsi, mengabulkan eksepsi termohon berkenaan dengan permohonan pemohon tidak jelas atau kabur,” jelas Suhartoyo, Ketua Pleno didampingi oleh hakim konstitusi lainnya.
Karena itu MK menolak ekspepsi termohon untuk selain dan selebihnya. Dalam pokok permohonan, menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima.
Menurut Mahkamah, petitum permohonan pemohon tidak jelas atau kabur karena pada petitum alternatif pertama tidak memuat pembatalan Keputusan KPU Nomor 360/2024.
Oleh karena itu, pada petitum alternatif 1 (satu) tidak dapat digunakan.
Lebih lanjut, pada petitum alternatif 2 (dua), menurut Mahkamah terdapat pertentangan antara permintaan penetapan perolehan suara yang benar.
Pertentangan itu antara posita dengan Petitum di Dapil Provinsi Papua Tengah untuk pengisian keanggotaan DPR RI.
Pada bagian posita disebutkan bahwa pemohon meminta penetapan perolehan suara untuk caleg atas nama Albertus Keiya yang benar dalam posita sebanyak 66.612 suara.
Namun dalam petitum permohonan, pemohon meminta penetapan perolehan suara caleg atas nama Albertus Keiya yang benar sebanyak 65.587 suara.
Padahal dalam petitum pemohon juga meminta agar Mahkamah menetapkan jumlah total perolehan suara yang benar di Dapil DPR RI Papua Tengah sebanyak 169.212 suara.
Dengan salah satu perolehan suara yang diharapkan adalah dari Kabupaten Paniai sebanyak 65.587. Artinya, menurut Mahkamah, total suara ini berbeda dengan total suara yang diminta antara posita dengan petitum.
Pada petitum alternatif 3 (tiga), pemohon meminta pembatalan keputusan KPU Nomor 360 tahun 2024 sepanjang Dapil DPR RI Provinsi Papua Tengah dan meminta Mahkamah agar dilakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU).
Menurut Mahkamah, telah ternyata adanya ketidaksesuaian antara posita dan petitum, sehingga dalil ini pun turut tidak jelas atau kabur.
Sebelumnya, pemohon menduga adanya kecurangan dalam pemilihan anggota DPR di beberapa kabupaten di Papua Tengah.
Pemohon mendalilkan bahwa terdapat ketidaksesuaian signifikan dalam penghitungan suara di kabupaten Paniai dan Dogiyai.
Melalui kuasanya, Akhmad Leksono dan Muhammad Sholeh Amin, pemohon menjelaskan bahwa berdasarkan kesepakatan Noken yang diadakan oleh kepala suku setempat, calon legislatif Albertus Keiya, seharusnya memperoleh suara yang jauh lebih banyak daripada yang ditetapkan dalam rekapitulasi resmi.
Perhitungan internal partai menunjukkan bahwa Keiya menerima 65.587 suara yang valid dari kesepakatan tersebut, namun hanya 1.025 suara yang tercatat.
Sebagai informasi, dalam perkara ini, Hakim Konstitusi Arsul Sani menggunakan hak ingkar dalam memutuskan perkara. (Redaksi)