TIMIKA, Koranpapua.id– Misi pewartaan Gereja Katolik Roma di tanah Papua genap berusia 130 tahun, Rabu 22 Mei 2024.
Bentuk ucapan syukur atas rahmat Allah dalam misi pewartaan ini, umat Katolik di seluruh tanah Papua akan mengadakan perayaan misa syukur.
Tema yang diangkat dalam perayaan misa mengenang momen sejarah ini yakni ‘Historia Est Vitae Magistra‘ yang artinya, Sejarah Adalah Guru Dalam Hidup.
Bagaimana ceritanya Agama Katolik masuk ke tanah Papua 130 tahun yang silam?
Berikut penuturan RD. Yustinus Rahangiar, Pastor Keuskupan Timika kepada Koranpapua.id di Bobaigo Istana Keuskupan Timika, Selasa 21 Mei 2024.
Jika dilihat berdasarkan penelusuran sejarah dari para saksi ahli waris dalam seminar dan diskusi publik menyebutkan bahwa penyebaran Agama Katolik pertama kali di Kampung Sekru, Bonyum Fakfak, Papua Barat.
Agama Katolik pertama kali dibawa oleh RP Cornelis Le Coq d’Armand Ville, SJ. Ketika tiba di Fakfak, RP Le Coq disambut oleh umat muslim yang kala itu sudah mendiami pesisir pantai.
Karena mereka semua sudah memiliki agama sehingga tidak memberikan diri untuk dibaptis.
Umat muslim ketika itu mengarahkan RP Le Coq untuk membaptis masyarakat Fakfak yang tinggal di bagian darat, tepatnya di Kampung Sekru, Bonyum.
Saat itu warga yang mendiami Kampung Sekru, Bonyum kebetulan belum beragama (kafir-red).
Pembatisan pertama kali masyarakat di tempat itu menggunakan air sumur yang digalinya sendiri.
Selama pewartaan misi gereja Katolik, RP Cornelis Le Coq d’Armand Ville memutuskan untuk tinggal di Bonyum.
Sumur yang digalinya untuk menimba air sebagai baptisan pertama hingga saat ini masih ada dan sangat jernih.
RD Yustinus menjelaskan selama ini umat Katolik belum merayakan Gereja Katolik masuk di Tanah Papua, karena masih dalam tahap meneliti kepastian waktunya.
Ada yang menyampaikan bahwa Merauke merupakan daerah pertama masuknya Agama Katolik yang dibawa oleh Mgr Herman Tillemans, M.S.C yang kemudian menjadi Uskup Agung Merauke pertama.
Ada juga yang mengatakan bahwa RP Cornelis Le Coq d’Armand Ville, SJ merupakan orang pertama yang mewartakan iman Katolik di tanah Papua.
Menjawab kesimpangsiuran informasi, maka atas inisiatif para imam dan tokoh awam Katolik di Keuskupan Jayapura untuk membentuk salah satu badan khusus.
Tugasnya untuk melakukan kajian dan penelitian terhadap fakta-fakta sejarah Katolik masuk Papua dengan berpedoman pada tanggal permandian pertama.
Badan khusus kemudian melakukan penelusuran melalui data-data surat permandian, baik yang ada di Merauke maupun mengutus tim ke Maluku-Langgur.
Namun dalam penelusuran itu, tim tidak mendapatkan tanggal surat permandian yang pasti, karena tidak tersimpan arsip.
Pada tanggal 21 Mei 2023 oleh badan khusus melakukan penelitian, seminar dan diskusi publik di Graha Le Coq d’Aralmand Ville di Sekru Fakfak, untuk mengumpulkan fakta sejarah misi gereja Katolik pertama itu.
Berdasarkan hasil kajian dan seminar bersama tokoh agama Islam dan Katolik maupun ahli waris dan saksi dinyatakan bahwa penyebaran misi Gereja Katolik berawal di Sekru bukan Merauke.
Dan membenarkan bahwa pada tanggal 22 Mei 1894 menjadi hari berjarah pertama bagi umat Katolik Fakfak khususnya dan seluruh umat Katolik di tanah Papua umumnya.
Penetapan tanggal 22 Mei karena diyakini sebagai tanggal Allah mengutus seorang hambanya, RP Cornelis Le Coq d’Armand Ville, SJ menginjakan kakinya di tanah Sekru untuk menjalani karya misi mewartakan Injil Tuhan.
Atas fakta sejarah tersebut oleh inisiatif Keuskupan Sorong dan Manokwari maka pada 22 Mei 2023, diadakan misa syukuran ke 129 tahun misi Gereja Katolik di Sekru Fakfak.
Perayaan misa syukur dipimpin Uskup Sorong Mgr Datus Lega, Pr didampingi Uskup Jayapura, Mgr. Yanuarius Teofilus Matopai You dihadiri RD Yustinus, yang mewakili Keuskupan Timika.
RD Yustinus menambahkan dengan adanya kepastian tanggal ini, maka mulai tahun ini dirayakan syukuran 130 tahun misi gereja Katolik masuk tanah Papua di setiap paroki-paroki, termasuk secara internal di Keuskupan Timika.
“Kita berharap peringatan sejarah Gereja Katolik masuk di tanah Papua bisa dirayakan di seluruh Papua,” pesan RD Yustinus.
Untuk Keuskupan Timika sudah mengeluarkan surat edaran ke setiap paroki supaya dirayakan misa.
“Apakah misa pagi atau sore kembali kepada kebijakan masing-masing pastor parokinya,” jelas RD Yustinus.
Dalam pelayanan misinya hingga ke Kokonao, Mimika Barat, RP Le Coq menggunakan KM. Albahanassa milik seorang muslim.
Sementara mengenai jejak kematian RP Cornelis Le Coq d’Armand Ville sendiri, hingga saat ini belum diketahui secara pasti.
Apakah meninggal karena tenggelam atau dibunuh di wilayah Kipia, Mimika Barat.
RD Yustinus menuturkan, untuk perayaan syukur di tahun-tahun mendatang tidak hanya sekedar peringatan.
Ia berharap ada sesuatu yang bisa dibuat dalam mengenang jejak pewartaan karya misi Gereja Katolik di tanah Papua. (Redaksi)