TIMIKA, Koranpapua.id– Para pihak yang berkepentingan dengan dana masyarakat yang disalurkan PT Freeport Indonesia (PTFI) perlu duduk bersama membicarakan soal dana tersebut secara baik.
Para pihak yang perlu duduk satu meja itu yakni, Pemerintah Daerah (Pemda) Mimika, PTFI, Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme Kamoro (YPMAK), Lembaga Masyarakat Adat Suku Kamoro (Lemasko) dan Lembaga Masyarakat Suku Amungme (Lemasa).
Pihak lain yang juga penting dihadirkan dalam pertemuan itu, para tokoh masyarakat, ditambah dengan Public Relations PTFI.
Hal ini disampaikan Cendekiawan Muda Amungme Kamoro, Anthonius Tapipea ketika menghubungi Koranpapua.id melalui sambungan telepon, Kamis 11 April 2024.
Dikatakan Athonius, dengan duduk bersama dapat membahas semua hal yang berkaitan dengan pengelolaan dana masyarakat oleh YPMAK.
Setelah mendengar dan mengetahui kejelasan jalur pengelolaan dana tersebut, setidaknya dapat meredam rencana aksi demo ke YPMAK yang rencananya akan digelar tanggal 18 April 2024.
Karena jika dilakukan demo akan menyebabkan aktivitas dan rutinitas YPMAK terganggu dan berdampak terhadap pelaksanaan program-program kemasyarakatan seperti, pendidikan, kesehatan dan ekonomi.
“Ini saya sarankan perlu duduk bersama, sehingga semua pihak bisa mengetahui secara benar terkait dana yang disalurkan Freeport,” ujar Anthonius.
Dijelaskan, penting hadirnya public relation PTFI bertujuan untuk membuka secara jelas alur terjadi perubahan sejak tahun 2018, dimana UU Kontrak Karya berubah menjadi Ijin Usaha Pertambangan (IUP).
Dengan adanya perubahan UU itu juga berdampak terhadap semua turunan termasuk proses-proses Corporate Social Responsibility (CSR), yang kemudian berdampak juga kepada YPMAK sebagai salah satu mitra pengelola dana kemitraan PTFI.
Dikatakan, sejak tahun 1996 sampai 2017 pengelolaannya masih menggunakan dana satu persen. Kemudian dengan adanya perubahan UU, LPMAK dirubah dari lembaga menjadi yayasan dan mengelola dana kemitraan Indonesia.
“Saya kurang tau kemudian masih namanya dana 1 persen atau dana kemitraan setelah adanya perubahan UU. Ini yang harus duduk bersama sehingga fakta-fakta soal perubahan itu dapat dibuka dengan jelas,” jelas Antohon.
Dengan dibukanya secara jelas, setidaknya masyarakat dan para tokoh dapat mengetahui dan menerima hal ini.
“Saya pikir selama ini YPMAK secara transparan sudah menulis di papan-papan dan menyampaikan bahwa pengelola dana kemitraan PTFI,” tandasnya.
Anthonius menyampaikan, UU baru juga berdampak terhadap semua hal, termasuk masalah Analisa Dampak Lingkungan (Amdal) dan hak-hak kompensasi.
Hal lainnya adalah soal dana satu persen yang diperoleh dari pendapatan kotor Freeport.
“Apakah pendapatan kotor itu yang kemudian berubah menjadi dana CSR. Ini yang perlu disampaikan kepada tokoh-tokoh masyarakat, sehingga mereka mengetahui secara jelas,” tandas Anthonius.
Anthonius yang pernah bekerja sebagai karyawan YPMAK itu menambahkan, CRS merupakan produk hukum yang melahirkan dua hal.
Pertama, Community Development yang langsung dikelola oleh Freeport dan kedua, dana kemitraan dikelolah untuk masyarakat.
“Hal-hal ini yang perlu disampaikan kepada pengurus Lemasko dan Lemasa yang diakui Freeport, sehingga memberikan ruang informasi kepada para tokoh yang hendak bertanya dan bisa diteruskan kepada masyarakat,” timpal Anthonius. (Redaksi)