TIMIKA, Koranpapua.id– Sedikitnya 240 warga yang berasal dari tujuh suku berkumpul di rumah tokoh masyarakat, Antonius Kemong yang terletak di Jalan Cenderawasih, SP2, Sabtu 6 April 2024.
Ratusan warga tersebut bersepakat untuk mempertanyakan pengelolaan dana Corporate Social Responsibility (CSR) satu persen yang diberikan PT Freeport Indonesia (PTFI) kepada Yayasan Pengembangan Masyarakat Amungme Kamoro (YPMAK) dalam lima tahun terakhir.
Hadir bersama masyarakat dalam pertemuan itu sejumlah tokoh Amungme dan Kamoro. Mereka menyampaikan rasa ketidakpercayaan terhadap program dan agenda kegiatan yang dilakukan YPMAK belakangan ini.
“Kami berkumpul kurang lebih 240 yang berasal orang dari tujuh suku. Kami membahas terkait gagalnya tiga program utama YPMAK,” ungkap Yohanes Kum kepada Koranpapua, Sabtu 6 April 2024.
Ditegaskan Yohanes, sudah saatnya YPMAK dievaluasi guna mengetahui alasan terhentinya tiga program prioritas yakni pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Termasuk mempertanyakan kemana dana satu persen itu digunakan.
Yohanes menyampaikan, masyarakat tujuh suku tidak berkeinginan untuk menggelar aksi demonstrasi menuntut Freeport, tetapi mempertanyakan dana satu persen yang dikelola YPMAK.
Yohanes meminta agar secepatnya melakukan pertemuan bersama Freport dan YPMAK untuk membahas kemana penggunaan dana tersebut.
“Sekarang anak-anak sekolah banyak yang mengeluh mereka diusir keluar dari kontrakan, dan kesulitan biaya rumah sakit, begitupun bantuan usaha ekonomi bagi masyarakat juga tidak dilakukan,” ujarnya.
Sebagai tokoh masyarakat, Yohanes yang pernah ikut memperjuangkan dana satu persen menyampaikan bahwa sesuai informasi yang ia terima pemberian dana satu persen sudah diberhentikan sejak tahun 2017.
“Ada yang sampaikan dana satu persen diganti dengan dana lain berupa perwalian, kita bingung. Kalau dana satu persen itu telah berakhir 2017, lalu kenapa saya tidak tahu padahal tahun 2017 saya menjabat sebagai Wakil Sekretaris Eksekutif YPMAK,” tegasnya
Hal senada disampaikan tokoh masyarakat Amungme lainnya, Anthonius Kemong. Menurut Anton, masyarakat tujuh suku menilai program yang dijalankan YPMAK tidak berhasil.
Karena itu semua tokoh dan masyarakat menggelar pertemuan dengan satu kesepakatan bahwa YPMAK harus dievaluasi.
“Kita mau supaya kegiatan YPMAK itu kembali lancar seperti dulu, kita ingin ada pertemuan dan menuntut kegiatan YPMAK yang tidak menyentuh harus diubah,” tandasnya.
Anton juga menilai banyak anak-anak mengeluh soal biaya pendidikan. Tidak itu saja sebagian besar masyarakat juga tidak ingin berobat dan dirawat di RSMM. Hal itu dikarenakan fasilitas dan pelayanan di RSMM tidak seperti sebelumnya. (Redaksi)