TIMIKA, Koranpapua.id- Pemerintah Kabupaten Mimika, Provinsi Papua Tengah menyerahkan Bahan Makanan (Bama) untuk 843 warga Distrik Tembagapura, Rabu 30 Agustus 2023.
Dari jumlah tersebut terdapat 338 jiwa dari 200 Kepala Keluarga (KK) yang bermukim di Kampung Jagamin dan 505 jiwa dari 126 KK di Kampung Baluni.
Penyerahan secara simbolis oleh Kepala Distrik Tembagapura, Thobias Yawame diterima warga setempat didampingi Kepala Kampung Jagamin, Kardo Omaleng dan Kepala Kampung Baluni, Obet Janampa.
Kepala Distrik Tembagapura bersama Kepala Kampung Baluni dan Jagamin berangkat dari hanggar Bandara Mozes Kilangin pukul 08.00 WIT menggunakan helikopter carteran milik PT Intan Angkasa Air Service dengan Kapten Eko Puja.
Penerbangan dari Hanggar Mozes Kilangin ke Lapter Jagamin selama 30 menit. Situasi kampung aman terkendali. Ratusan warga dua kampung sudah menunggu kedatangan Kepala Distrik Tembagapura Thobias Yawawe sejak pagi.
Kepada Thobias warga menyampaikan bahwa mereka saat ini sudah tidak bisa lagi beraktivitas untuk berkebun. Karena tiga jembatan yang menghubungkan kampung dan kebun warga terputus diterjang banjir pada saat musibah tanah longsor 25 Agustus 2023 lalu.
Bencana alam seperti ini merupakan yang kedua kalinya setelah musibah yang sama terjadi pada 31 Juli 2000 lalu.
Thobias Yawame mengatakan, Pemerintah Kabupaten Mimika secara simbolis sudah menyerahkan bahan makanan langsung kepada warga korban bencana tanah longsor dan jembatan putus di Kampung Jagamin.
“Saya sampaikan terima kasih kepada Pj Bupati Mimika, BPBD Mimika dan Dinas Sosial yang sudah sama-sama ambil bagian dalam kegiatan kemanusiaan ini. Terima kasih support dan bantuan bagi masyarakat Tembagapura,” ujar Thobias kepada Koranpapua.id disela-sela acara penyerahan tersebut.
Thobias menjelaskan, pendistribusian bantuan difokuskan langsung di satu titik. Ia membenarkan jika bencana tanah longsor sudah dua terjadi dua kali.
Pada peristiwa pertama masyarakat sudah menyampaikan aspirasi secara tertulis maupun lisan kepada PT Freeport Indonesia dan Pemerintah Kabupaten Mimika untuk membangun jembatan.
Namun permintaan warga sampai dengan terjadi bencana kedua pada 25 Agustus 2023 belum juga terealisasi. “Masyarakat lebih menuntut kepada Freeport yang bangun, alasannya wilayah yang mereka tinggal masuk dalam kawasan kontrak karya perusahaan,” ujar Thobias.
Karena belum adanya respon atas permintaan warga pada bencana pertama, maka tiga tahun lalu saat penyerahan bantuan Bama di wilayah itu, warga tidak mengisinkan Thobias untuk pulang.
Musibah yang sudah terjadi dua kali, maka masyarakat berharap pemerintah daerah berkoordinasi dengan Freeport untuk membangun kembali jembatan yang rusak.
“Mereka tidak mau lagi kirim aspirasi tertulis maupun lisan kepada pemerintah. Masyarakat tuntut Freeport harus segera bangun tiga jembatan supaya akses kembali lancar,” tandas Thobias.
Thobias mengungkapkan total keseluruhan terdapat 12 jembatan termasuk tiga jembatan besar yang sudah putus. “Tadi masyarakat menyampaikan aspirasinya cukup tajam. Harap segera respon atas permintaan mereka,” pintanya.
Sebagai kepala distrik, Thobias mengucapkan terima kasih kepada Kepala Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang (PUPR) Domingggus Robert Mayaut yang sudah langsung turun ke Kampung Jagamin untuk melihat langsung kondisi jembatan yang terputus.
” Saya apresiasi karena langsung direspon cepat oleh PUPR. Terima kasih juga kepada bapak Pj Bupati Mimika yang langsung ambil tindakan cepat untuk bawa bantuan sampai di kampung dengan aman,” tambah Thobias.
Sementara Obet Janampa, Kepala Kampung Baluni mengucapkan terima kasih kepada Pj Bupati, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan Kepala Dinas Sosial Mimika yang sudah membantu masyarakat secara cepat.
Obet juga meminta kepada pemerintah daerah dan Freeport untuk segera membangun jembatan, untuk memudahkan akses masyarakat.
Kardo Omaleng, Kepala Kampung Jagamin menuturkan, tiga jembatan yang rusak merupakan satu-satunya akses yang menghubungkan rumah ke kebun. Kardo berharap agar jembatan baru dibangun permanen agar bisa bertahan lama.
“Letak rumah dan kebun bersebelahan dibatasi dengan kali yang besar. Putusnya jembatan ini masyarakat merasa jantung mereka sudah dicopot, tidak bisa ke mana-mana lagi,” keluhnya. (redaksi)