TIMIKA, Koranpapua.id– Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Direktorat Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Wilayah V bersama Deutsche Gesellschaft fur Internationale Zusammenarbeit (GIZ) menemukan tiga kebocoran Dana Otonomi Khusus (Otsus) Papua.
Ketiga temuan itu meliputi penyalahgunaan peruntukan, digunakan untuk dana pemekaran, serta penyimpangan data penerima Orang Asli Papua (OAP).
Dian Patria, Kepala Satuan Tugas Korsup Wilayah V KPK, menegaskan bahwa kebocoran Dana Otsus harus diperbaiki segera.
Menurutnya, pengawasan yang kuat sejak awal menjadi kunci agar anggaran tidak berubah-ubah dan tetap berpihak pada kepentingan masyarakat.
“Pencegahan korupsi Dana Otsus harus dimulai dari hulu, dengan memastikan perencanaan tidak bisa dinegosiasikan dan anggaran tidak mudah berubah di tengah jalan,” ujar Dian Patria dalam keterangannya di Sorong, belum lama ini.
Ditegaskan, Otsus lahir bukan untuk memperkaya birokrasi tapi untuk menghasilkan OAP hidup bermartabat di tanahnya sendiri dan memastikan Pembangunan bisa berkelanjutan.
Dian yang berada di Sorong dalam rangka peninjauan lapangan proyek air bersih kampung victory Pantai dan jalan lingkar Provinsi untuk melihat penggunaan aliran Dana Otsus, menjelaskan Dana Otsus memiliki peran strategis dalam memperkuat layanan dasar.
Termasuk meningkatkan kesejahteraan, serta mendorong pembangunan yang berkeadilan di Papua. Terlebih, sejak tahun 2002, kucuran Dana Otsus Papua sudah mencapai Rp200 triliun.
“Jika masyarakat masih tanya di mana itu dana Otsus, itu bukan semata kesalahan mereka tetapi jadi introspeksi pemerintah daerah,” jelasnya.
Untuk itu, pengelolaan dan pengawasan Dana Otsus memerlukan komitmen bersama dari pemerintah daerah, aparat pengawasan, serta pemangku kepentingan.
KPK menyoroti bahwa persoalan Dana Otsus tidak semata bersifat teknis administrasi, tetapi juga dipengaruhi oleh sejumlah faktor non-teknis.
Seperti misalnya adanya intervensi kepentingan di luar dokumen perencanaan resmi.
Selain itu, modus operandi ini, dinilai serupa dengan persoalan pokok pikiran (Pokir) anggota dewan legislatif.
Sebagai upaya pencegahan berbasis sistem, KPK memberikan tiga rekomendasi, di antaranya mendorong kolaborasi dari beberapa kementerian.
Yakni Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional).
Menurutnya, perbaikan pendataan OAP dan melakukan evaluasi secara berkala pelaksanaan serta penyerapan Dana Otsus Papua.
Tidak hanya itu, KPK juga mendorong penggunaan tagging Dana Otsus secara end-to-end, mulai dari tahap perencanaan hingga pelaporan.
Melalui tagging, setiap program dan kegiatan Dana Otsus dapat ditelusuri kesesuaiannya dengan RPJMD dan RAP Otsus, sumber pendanaannya, serta keterkaitannya dengan sasaran pembangunan Orang Asli Papua (OAP).
Tagging juga menjadi instrumen penting untuk mencegah pencampuran anggaran dan membatasi perubahan program di luar mekanisme perencanaan.
“Kita ingin memastikan setiap rupiah Dana Otsus tetap berada di jalur kebijakan dan benar-benar ditujukan untuk kepentingan Orang Asli Papua,” pungkas Dian.
Di sisi lain, KPK menegaskan bahwa penindakan tetap menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pengawasan tata kelola Dana Otsus.
Terutama untuk menghadapi penyalahgunaan anggaran melalui modus white collar crime yang canggih dan terselubung.
Kasatgas Korsup Penindakan Wilayah V KPK, Herie Purwanto menjelaskan, dari perspektif penindakan terdapat tantangan utama penanganan perkara Dana Otsus.
Antara lain dokumen keuangan yang tidak tertata dengan baik, kebutuhan audit investigatif yang memakan waktu, keterbatasan bukti awal, serta tantangan geografis Papua yang kompleks.
“Tantangannya bukan hanya menemukan perbuatan melawan hukum, tetapi membuktikan rangkaian keputusan yang menyimpang sejak tahap perencanaan,” tambah Herie. (Redaksi)










