TIMIKA, Koranpapua.id- Kabupaten Mimika, Provinsi Papua Tengah, masih menghadapi tantangan serius terkait tingginya kasus malaria.
Tingginya jumlah penderita malaria berujung pada lonjakan konsumsi obat malaria jenis Fix Dose Combination (DHP), atau yang populer disebut ‘obat biru’.
Reynold Ubra, S.Si, M.Epid, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Mimika, mengungkapkan bahwa kebutuhan ideal masyarakat Mimika akan ‘obat biru’ mencapai 2 juta butir per tahun.
“Ini adalah konsumsi obat yang sangat tinggi. Padahal, dalam setahun Dinas Kesehatan hanya menerima sekitar 1,2 juta hingga 1,5 juta butir,” ujar Reynold kepada awak media, Senin 7 Juli 2025.
Terkait ini, Dinas Kesehatan akan terus berupaya mengeliminasi malaria di Mimika dan mengharapkan dukungan penuh dari masyarakat.
Reynold mengidentifikasi dua faktor utama di balik tingginya kasus malaria di Mimika.
Pertama, karena ketidakpatuhan pasien dalam mengonsumsi obat dan kurangnya pengendalian lingkungan.
Dijelaskan, apabila banyak penderita malaria tidak menyelesaikan dosis obat sesuai anjuran, maka menyebabkan parasit dalam tubuh kambuh dan berpotensi menyebar ke orang lain melalui gigitan nyamuk.
Kedua, lingkungan yang tidak terkontrol sehingga menjadi sarang ideal perkembangbiakan nyamuk.
Kondisi ini tidak hanya memperparah penyebaran malaria, tetapi juga meningkatkan risiko penyakit lain seperti Demam Berdarah Dengue (DBD) dan diare.
“Pengendalian lingkungan adalah kuncinya, Kami sangat sering menyampaikan bagaimana lingkungan tempat tinggal nyamuk dapat kita kendalikan,” pungkas Reynold.
“Karena kita tidak mengendalikan lingkungan, akhirnya DBD dan diare juga menjadi masalah. Jadi, ini tentang kesadaran setiap individu,” tambahnya.
Reynold menekankan dua pendekatan penting itu untuk memutus mata rantai penularan malaria di daerah ini.
“Masyarakat perlu memperhatikan dua hal ini, sehingga secara perlahan kita bisa menekan kasus malaria di Mimika,” pesannya.
Penulis: Hayun Nuhuyanan
Editor: Marthen LL Moru