TIMIKA, Koranpapua.id- Untuk penerbitan izin pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA), secara khusus usaha pertambangan di wilayah Provinsi Papua Tengah, perlu dilakukan setelah Pemerintah Pusat (Pempus), Pemerintah Provinsi (Pemprov) dan pemerintah delapan kabupaten duduk bersama.
Koordinasi antara Pempus dan pemerintah daerah ini sangat penting agar pengaturan pemanfaatan SDA dapat berjalan dengan lancar dan melindungi kepentingan masyarakat serta lingkungan.
Hal ini ditegaskan Agustinus Anggaibak, S.M, Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) Provinsi Papua Tengah kepada koranpapua.id, Kamis 26 Juni 2025.
“Kita semua mengetahui wilayah Papua Tengah banyak terdapat kekayaan SDA, karenanya sebagai pimpinan lembaga kultur mendorong Pemprov dan pemerintah delapan kabupaten untuk terus koordinasi dengan Pempus,” ujar Agus.
Ia menilai selama ini proses penerbitan izin, khususnya untuk usaha pertambangan emas, tembaga, Migas, batubara dan sumber daya lainnya hanya dilakukan oleh Pempus.
“Seharusnya semua regulasi dan ketentuan yang berkaitan dengan usaha pertambangan wajib dibicarakan dengan pemerintah daerah (gubernur dan para bupati), Dewan Perwakilan Rakyat Papua Tengah serta Majelis Rakyat Papua Tengah,” pungkasnya.
Adanya koordinasi antara pusat dan daerah bertujuan agar segala sesuatu yang diputuskan terkait dengan pengelolaan SDA bisa berjalan dengan baik.
Serta memberikan dampak positif terhadap kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat di Papua Tengah.
“Kita harus bicara supaya masyarakat Papua Tengah, entah itu kulit hitam, rambut keriting yang mendiami wilayah ini harus bangkit dari sisi ekonomi, pendidikan dan juga kesehatan serta terlibat di berbagai sektor pembangunan,” pungkasnya.
Agustinus juga mengingatkan kepada Pempus dan pemerintah daerah untuk memikirkan kehidupan masyarakat yang tinggal dan hidup di sekitar wilayah usaha pertambangan.
Karena itu pemerintah perlu memandang manusia Papua sama dengan SDA. Ini bertujuan agar pemerintah tidak hanya mementingkan SDA dan mengesampingkan masyarakat yang merupakan pemilik tanah tempat berdirinya usaha pertambangan.
“Segala sesuatu sebelum diterbitkan perijinan perlu dibahas dampak yang ditimbulkan akibat pengelolaan usaha pertambangan”.
“Apa manfaat untuk masyarakat sebagai pemilik tanah dan gunung, apa manfaat yang diterima pemerintah provinsi dan kabupaten serta pemerintah pusat,” tambah Agustinus.
Disampaikan lebih jauh bahwa, koordinasi dan evaluasi ini sangatlah penting, jika semua pihak berkeinginan yang sama agar Papua bisa maju seperti daerah-daerah lain di Indonesia.
Agustinus menuturkan bahwa, untuk bisa mensejajarkan Papua dengan wilayah lain di Nusantara perlu didukung dengan anggaran yang cukup.
Solusi untuk memenuhi anggaran dalam membangunan Papua adalah dengan pengelolaan SDA yang juga berpihak kepada pemerintah daerah.
“Kalau pemerintah daerahnya bangkit, masyarakat sejahtera maka semua orang akan senang. Jangan hanya pemerintah pusat dan daerah yang merasa senang, sementara rakyatnya terus menangis,” tandasnya.
Sebagai pimpinan lembaga kultur Papua Tengah, Agustinus kembali menegaskan agar seluruh perizinan pengelolaan SDA yang sudah diterbitkan pemerintah pusat perlu dievaluasi bersama pemerintah daerah, MRP dan DPRP.
“Kita tidak bisa kerja sendiri-sendiri. SDA juga jangan seolah-olah dikelola hanya untuk kepentingan pemerintah, tetapi juga untuk masyarakat pemilik tanah dan gunung.
Tanah Papua secara umum dan Papua Tengah adalah daerah Otonomi Khusus (Otsus).
Karenanya pemerintah pusat harus menyadari akan pentingnya ketertiban Pemprov (Gubernur) sebagai perpanjangan tangan Pempus dan para bupati sebagai perpanjangan tangan Pemprov.
Termasuk keterlibatan lembaga DPR Papua Tengah dan MRP Papua Tengah sebagai lembaga representasi kultur Orang Asli Papua (OAP).
“Pemerintah pusat tidak boleh jalan sendiri untuk mengeruk SDA yang ada di Papua Tengah. Karena itu saya tegaskan dan sampaikan kepada semua pihak harus kerjasama untuk memajukan Papua Tengah,” ajak Agustinus.
Ketidaksimpatiknya masyarakat terhadap semua kebijakan pemerintah terkait pengelolaan SDA, disebabkan kebijakan yang dikeluarkan tidak ada keterbukaan dan tidak berkeadilan.
“Intinya pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten harus duduk bersama melakukan koordinasi, sosialisasi demi kemajuan pembangunan di Papua Tengah,” tutupnya. (Redaksi)