TIMIKA, Koranpapua.id- Pimpinan Lembaga Musyawarah Adat Suku Kamoro (Lemasko), Gery Okoare, menegaskan bahwa proses pembentukan Lembaga Masyarakat Adat (LMA) yang tengah berlangsung tidak sah.
Hal ini disampaikan Gery dalam konferensi pers di salah satu hotel di Timika, Kamis 4 Desember 2025.
Menurut Gery, pembentukan LMA Suku Kamoro karena tidak sesuai kesepakatan awal yang telah difasilitasi Pemerintah Kabupaten Mimika.
Gery menjelaskan bahwa pertemuan sebelumnya di Hotel Horison Ultima, yang difasilitasi Bupati dan Wakil Bupati Mimika, telah menghasilkan kesepahaman antara berbagai kubu Lemasko untuk menyatukan persepsi terkait pembentukan LMA.
Dalam pertemuan tersebut disepakati bahwa seluruh proses selanjutnya harus dilakukan bersama, termasuk pembentukan tim formatur serta penyusunan mekanisme kerja organisasi.
Namun, menurut Gery, proses yang kini berjalan dilakukan sepihak tanpa melibatkan mereka maupun unsur masyarakat adat yang memiliki legitimasi.
“Tim formatur itu dibentuk oleh siapa? Siapa ketuanya? SK-nya dari mana? Kami tidak pernah dilibatkan. Karena itu seluruh proses tersebut kami nyatakan tidak sah dan harus dibatalkan,” tegasnya.
Gery menekankan bahwa pembentukan LMA seharusnya melibatkan struktur adat asli Kamoro, mulai dari kepala-kepala suku, dewan adat kampung, hingga dewan adat wilayah dari Nakai hingga Warifi.
Mereka, kata Gery, adalah pihak yang memiliki hak adat dalam pra-Musdat maupun Musdat. Ia menilai proses yang kini berlangsung justru melibatkan masyarakat umum, bahkan anak sekolah, yang tidak memiliki kapasitas adat.
“Ini lembaga besar. Yang punya hak hadir adalah kepala-kepala kampung dan dewan adat. Bukan masyarakat umum yang tinggal di kota,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Gery juga menyoroti anggaran pemerintah yang disebut telah dialokasikan untuk kegiatan tersebut.
“Dana sudah diberikan pemerintah. Saya minta ketua panitia mempertanggungjawabkan. Jika disalahgunakan, saya akan laporkan ke polisi,” tegasnya.
Wakil Ketua Lemasko, Marianus Maknaipeku, meminta panitia menunjukkan pertanggungjawaban terkait penggunaan SK panitia, honorarium, serta mekanisme pengundangan peserta.
Marianus membantah klaim panitia yang menyebut peserta hadir dari berbagai wilayah. “Yang hadir itu bukan masyarakat dari kampung-kampung seperti Waripi atau Timur Jauh. Kebanyakan hanya orang yang tinggal di sekitar kota,” ungkapnya.
Sekretaris Komisi Lemasko, Yohanes Mamiri, menegaskan bahwa Lemasko merupakan lembaga adat resmi yang berdiri sejak 1996 dan dikukuhkan oleh para tetua adat Kamoro.
Karenanya, Ia menolak musyawarah adat (Musdat) yang sedang berlangsung karena tidak sesuai mekanisme pembentukan Lembaga Hukum Adat Mimika Wee.
“Proses yang benar harus melalui panitia yang sah, tim formatur, sosialisasi ke kampung-kampung, serta melibatkan kepala suku dari Timur, Barat, dan Tengah. Tidak bisa hanya dua hari rapat lalu langsung menentukan ketua,” jelasnya.
Yohanes juga mengungkapkan bahwa sejumlah nama pengurus Lemasko, termasuk dirinya, dicantumkan tanpa izin dalam dokumen kegiatan.
Ia menduga pemerintah menerima laporan yang tidak benar hingga mengucurkan anggaran kegiatan sekitar Rp3 miliar.
Di akhir konferensi pers, Gery kembali menegaskan bahwa struktur yang telah dibentuk tidak memiliki kualitas dan kapasitas sebagai pemangku adat.
Ia menilai beberapa figur yang ditunjuk tidak memahami aturan hukum adat turun-temurun, bahkan berpotensi menimbulkan masalah besar di kemudian hari.
Karena itu, Gery meminta Bupati dan Wakil Bupati untuk segera membatalkan proses pembentukan LMA yang sedang berlangsung.
“Saya minta dalam waktu sesingkat-singkatnya Bapak Bupati mengambil langkah untuk menghentikan proses ini dan mengulang Musdat,” ujarnya.
Gery mengusulkan agar Musdat ulang dilaksanakan pada Januari–April tahun depan, agar ada waktu memadai untuk mengundang para tokoh adat dari kampung-kampung.
Dan memastikan figur calon ketua LMA adalah mereka yang memiliki konsep dan pemahaman aturan adat, mengetahui batas wilayah adat, serta memahami aturan pertanahan dan kewilayahan.
Gery menutup konferensi pers dengan menegaskan bahwa LMA harus dipimpin oleh orang yang berkualitas, berpengalaman, dan memahami aturan adat, bukan figur yang dipilih secara tergesa-gesa. (*)
Penulis: Hayun Nuhuyanan
Editor: Marthen LL Moru










