Dengan potensi daya hingga 6,37 GW, proyek tersebut diharapkan mampu melistriki seluruh Pulau Papua, sekaligus membuka peluang bagi tumbuhnya kawasan industri baru.
TIMIKA, Koranpapua– Ketua Tim Kunjungan Kerja Reses Komisi VII DPR RI, Sugeng Suparwoto, pada akhir Oktober 2025 lalu melakukan kunjungan kerja di sejumlah wilayah di Tanah Papua.
Berdasarkan hasil kunjungan itu, Sugeng menyoroti perlunya percepatan program konversi minyak tanah ke LPG di Papua.
Karena menurutnya, program konversi ini menjadi langkah penting dalam mewujudkan pemerataan dan keadilan energi bagi masyarakat di wilayah timur Indonesia.
Dalam keterangannya yang diterima media ini, Senin 3 November 2025, Sugeng menjelaskan bahwa harga LPG 3 kilogram di Papua kini telah mengikuti kebijakan BBM Satu Harga.
Namun demikian, penggunaan LPG di masyarakat masih terbatas karena mayoritas warga Papua belum beralih dari minyak tanah.
“Kalau konversi ini dilakukan, masyarakat tidak mampu dapat membeli LPG subsidi dengan harga yang lebih terjangkau,” ujarnya.
Sugeng menambahkan, DPR RI bersama Pertamina dan Kementerian ESDM tengah mengkaji strategi agar proses transisi dari minyak tanah ke LPG dapat berjalan tanpa mengganggu akses energi masyarakat.
Ia berharap program ini dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat Papua secara berkelanjutan.
Selain efisien dan lebih ekonomis, penggunaan LPG juga dinilai lebih ramah lingkungan dibanding minyak tanah.
Komisi VII DPR RI berkomitmen untuk terus mengawal pelaksanaan kebijakan ini agar dapat diterapkan dengan cepat dan tepat sasaran sesuai kebutuhan masyarakat di Papua.
Selain membahas transisi energi rumah tangga, Sugeng juga menyoroti pentingnya penguatan infrastruktur energi di Papua.
Salah satunya melalui pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) berkapasitas 1×60 MW serta pemanfaatan potensi besar Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Mamberamo.
Dalam kunjungannya ke PLTG Jayapura, Sugeng mengungkap bahwa penggunaan bahan bakar High Speed Diesel (HSD) masih menimbulkan tantangan biaya dan polusi.
“Satu kWh HSD harganya bisa mencapai 25 sen dolar. Jika beralih ke gas lokal Papua, biayanya bisa turun hingga 50 persen,” jelasnya.
Sugeng menegaskan, Papua memiliki cadangan gas yang cukup besar untuk mendukung pembangkit listrik berbasis gas di masa mendatang.
Ia menargetkan seluruh infrastruktur energi di Papua dapat mulai bertransisi ke pemanfaatan gas pada tahun 2027.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa proyek PLTA Mamberamo berpotensi menjadi masa depan energi Papua.
Dengan potensi daya hingga 6,37 GW, proyek tersebut diharapkan mampu melistriki seluruh Pulau Papua sekaligus membuka peluang bagi tumbuhnya kawasan industri baru di wilayah tersebut. (Redaksi)










