TIMIKA, Koranpapua.id- Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mimika, Provinsi Papua Tengah, terus berupaya menekan angka kemiskinan ekstrem di wilayahnya.
Namun, laju penurunan angka kemiskinan, baik kemiskinan umum maupun ekstrem, masih menghadapi tantangan serius akibat inflasi dan ketidakstabilan harga barang.
Ouceu Satyadiputra, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Mimika kepada koranpapua.id, Kamis 12 Juni 2025, menjelaskan bahwa inflasi yang terjadi memiliki dampak signifikan terhadap upaya pengentasan kemiskinan.
Ouceu mendefinisikan kemiskinan sebagai ketidakmampuan ekonomi seseorang untuk memenuhi kebutuhan dasar, baik makanan maupun non-makanan.
Lebih lanjut, kemiskinan ekstrem adalah kondisi dimana individu sama sekali tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya dan sangat bergantung pada bantuan pemerintah untuk bertahan hidup.
“Seseorang dikategorikan miskin jika tidak mampu memenuhi kebutuhan makanan minimal 2.100 kilo kalori per hari. Sementara itu, untuk kemiskinan ekstrem, mereka tidak akan bisa bertahan hidup tanpa bantuan,” ujar Ouceu.
Ia menambahkan bahwa meskipun tren penurunan angka kemiskinan dan kemiskinan ekstrem di Mimika tetap terjadi, kenaikan harga barang memperlambat laju penurunan tersebut.
Hal ini menggarisbawahi betapa inflasi menjadi penghambat utama dalam program pengentasan kemiskinan.
Berdasarkan data BPS, angka kemiskinan ekstrem di Mimika saat ini tercatat sebesar 5,37 persen, sedangkan angka kemiskinan umum berada di angka 14,18 persen dari total 318.679 jiwa penduduk.
BPS juga mencatat bahwa inflasi year-on-year pada Mei 2025 mencapai 2,88 persen. Kenaikan ini didorong oleh lonjakan harga pada beberapa kelompok komoditas, termasuk makanan, minuman, kesehatan, dan jasa.
Ouceu menegaskan bahwa tingginya angka kemiskinan memiliki efek domino yang dapat memengaruhi berbagai aspek pembangunan lainnya di Mimika. (*)
Penulis: Hayun Nuhuyanan
Editor: Marthen LL Moru