TIMIKA, Koranpapua.id- Rencana ambisius Pemerintah Kabupaten Mimika untuk membangun asrama sekolah sepak bola usia dini tampaknya masih jauh dari kenyataan.
Proyek yang digagas oleh Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga (Disparbudpora) pada tahun 2024 lalu, hingga kini belum menunjukkan tanda-tanda dimulainya pembangunan.
Padahal, asrama tersebut rencananya dibangun dua lantai dengan fasilitas penunjang yang sangat krusial untuk mendukung pembinaan atlet muda di Mimika.
Lokasinya yang ditetapkan juga cukup strategis, berdekatan dengan Stadion Wania Imipi, SP 1, Kelurahan Kamoro Jaya, Dsitrik Wania .
Janji pembangunan proyek ini pertama kali diungkapkan oleh Jacob Toisuta saat masih menjabat Kepala Dispordabud kepada koranpapua.id pada 22 Februari 2024.
Namun, estafet kepemimpinan kini beralih ke tangan Elizabeth Cenawatin, dan harapan akan terealisasinya proyek ini masih menggantung.
Saat dimintai konfirmasi mengenai kelanjutan pembangunan, Elizabeth Cenawatin, Plt Kepala Dispordabud, hanya memberikan jawaban singkat. “Kami lagi usahakan,” ujarnya kepada wartawan Rabu 11 Juni 2025.
Jawaban ini tentu menimbulkan pertanyaan besar mengenai keseriusan dan progres riil di balik upaya tersebut.
Lebih lanjut, Elizabeth mengungkapkan hambatan pembangunan karena klaim lahan oleh oknum masyarakat. Meskipun Pemkab Mimika menegaskan bahwa tanah di wilayah SP 1, tepatnya di area Stadion Wania adalah milik pemerintah daerah.

Situasi ini memunculkan beberapa pertanyaan kritis. Pertama, mengapa permasalahan klaim lahan baru mencuat setelah rencana pembangunan diumumkan?
Bukankah seharusnya verifikasi status lahan menjadi langkah awal sebelum proyek sebesar ini digulirkan?
Kedua, sejauh mana upaya “mengusahakan” yang dimaksud oleh Dispordabud?
Apakah ada langkah-langkah konkret yang diambil untuk menyelesaikan sengketa lahan ini, ataukah hanya sebatas negosiasi pasif?
Padahal, urgensi pembangunan asrama ini tidak bisa dipandang remeh.
Elizabeth sendiri mengakui bahwa fasilitas ini vital agar anak-anak itu bisa tetap sekolah meski tidak tinggal bersama orang tua, namun dengan dukungan fasilitasi dengan baik.
“Saya masih berusaha berbicara dengan mereka supaya kita harus bangun karena anak anak itu tidak bisa sekolah tinggal dengan orang tua, mereka harus di fasilitasi dengan baik,” katanya.
Pernyataan ini menegaskan bahwa masa depan pembinaan sepak bola usia dini di Mimika bergantung pada ketersediaan asrama tersebut.
Kasus ini menjadi cerminan akan pentingnya perencanaan yang matang dan penyelesaian masalah dasar, seperti sengketa lahan, sebelum mengumumkan proyek-proyek besar.
Harapan publik kini tertuju pada Elizabeth Cenawatin dan jajarannya untuk segera menemukan solusi atas klaim lahan ini, sehingga janji pembangunan asrama sepak bola usia dini dapat segera terealisasi demi masa depan olahraga di Mimika (*)
Penulis: Abdul Hayun Nuhuyanan
Editor: Marthen LL Moru.