TIMIKA, Koranpapua.id- Pemerintah Pusat telah memberikan kesempatan kepada pengusaha Orang Asli Papua (OAP) untuk mendapatkan pekerjaan melalui Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2019 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.
Dalam peraturan itu telah diatur porsi pekerjaan yang sudah jelas diperuntukan untuk pengusaha OAP.
Ketentuannya pekerjaan dengan pagu anggaran dibawah Rp1 miliar dapat dilakukan melalui penunjukan langsung untuk pengusaha OAP.
Sementara pekerjaan dengan nilai anggaran dibawah Rp2,5 miliar dilakukan melalui tender terbatas yang juga hanya boleh diikuti oleh pengusaha OAP.
Seharusnya dengan adanya Keputusan Presiden ini bertujuan untuk pemenuhan nilai manfaat yang sebesar-besarnya (value for money) dan kontribusi dalam pembangunan kesejahteraan masyarakat Asli Papua.
Namun kondisi yang terjadi di lapangan justru sedikit mengecewakan.
Donbosco Pogolamum, Ketua Gapensi Mimika, Papua Tengah justru mempertanyakan dari sekian ribu paket pekerjaan tahun 2024, berapa persen yang ditenderkan oleh OAP.
Kepada koranpapua.id di ruang kerjanya, putra Amungme ini juga mempertanyakan transparansi Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dalam mengumumkan paket pekerjaan kepada publik, terutama kepada pengusaha OAP.
“Malah yang terjadi justru semua itu menjadi tidak jelas,” tegasnya.
Menurutnya, kondisi riil dan telah dialami pengusaha OAP sekarang bahwa sejak diterbitkan Kepres Nomor 17 tahun 2019 belum memihak kepada OAP.
Donbosco juga menyayangkan, yang terjadi sekarang ada pengusaha OAP mendirikan perusahaan lebih dari satu.
Jabatan direktur diisi oleh OAP, sedangkan komisaris dan wakil direkturnya nonPapua. Sehingga dalam pelaksanaannya semua kegiatan perusahaan dikendalikan oleh komisaris dan wakil direktur.
“Karena tidak mengerti apa-apa sehingga direktur tidak mengetahui apa yang sudah terjadi dan berapa paket pekerjaan yang ditender. Ini fenomena yang terjadi sekarang di Mimika,” sesalnya.
Ironisnya, dalam perjalanannya direktur hanya tanda tangan dan mendapatkan dana Rp10juta sampai Rp15juta yang diberikan ketika hari raya Natal dan Tahun Baru.
“Ini adalah fakta terjadi, OAP ini tidak mengerti justru dimanfaatkan oleh nonPapua untuk ‘merampas’ apa yang menjadi haknya,” tandas Donbosco.
Donbosco juga menyoroti perilaku ‘serakah’ eksekutif dan legislatif yang memanfaatkan jabatannya, memberikan paket pekerjaan kepada keluarganya atau kenalan dengan memanfaatkan jasa perusahaan OAP.
“Jadi OAP ini karena minimnya akses dan rendahnya kemampuan melobi sehingga tidak dapat pekerjaan maka terpaksa meminjamkan perusahaannya kepada nonOAP hanya dengan kesepakatan mendapat fee dua sampai tiga persen dari nilai kontrak setelah dikurangi pajak,” timpalnya.
Menurutnya, tujuan dengan tersedianya paket-paket Rp1 miliar kebawah diperuntukan OAP untuk meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat dan memperbaiki kesejahteraan, malah sudah ‘dirampok’ oleh non Papua termasuk para pejabat. (Redaksi)