TIMIKA, Koranpapua.id- Bertepatan dengan momen HUT Kemerdekaan RI ke-79, sebanyak 163 warga binaan Lembaga Pemasyarakatan (lapas) Kelas IIB Timika, Kabupaten Mimika Papua Tengah menerima Remisi Umum.
Pemberian Remisi Umum diserahkan secara simbolis oleh Johannes Rettob, Plt Bupati Mimika dalam upacara yang berlangsung di lapangan Lapas II B, Sabtu 17 Agustus 2024.
Remisi yang diberikan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia Nomor PAS-1616.PK.05.04 Tahun 2024 tentang Pemberian Remisi Umum Tahun 2024 dan Pengurangan Masa Pidana Remisi Umum Tahun 2024.
Jimreves E. S. Muloke, Kalapas Mimika kepada awak media mengatakan, remisi yang diterima warga binaan sudah sesuai dengan yang diusulkan.
“Sebanyak 162 orang mendapatkan pemotongan masa tahanan dan satu diantaranya langsung bebas,” ujar Jimreves.
Dari 163 orang yang mendapatkan remisi ini, jumlah terbanyak terlibat kasus Narkoba, sementara untuk kasus pidana seumur hidup hak remisinya dihilangkan.
“Kasus Narkoba yang paling banyak, ada juga kasus pencurian, pembunuhan dan pidana umum. Sedangkan tiga terpidana seumur hidup tidak dapat remisi karena memang hak untuk itu dihilangkan,” jelasnya.
Menurutnya, sekitar 80 warga binaan yang masih menunggu eksekusi dari pihak Kejaksaan Negeri Mimika serta pemenuhan persyaratan-persyaratan lain agar layak diusulkan.
“Ketika eksekusi sudah turun dan sudah memenuhi persyaratan maka kami akan mengusulkan kembali agar para warga binaan bisa mendapatkan remisi seperti yang lain,” timpalnya.
Johannes Rettob dalam kesempatan itu mengatakan, pada tahun 2022 telah disahkan UU Nomor 22 Tahun 2022 pengganti UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
Perubahan UU ini merupakan salah satu langkah Pemasyarakatan dalam menghadapi salah satu isu klasik yaitu overcrowding penghuni.
Dikatakan, pembaharuan UU juga dihubungkan dengan perkembangan hukum Nasional dengan pendekatan keadilan restoratif.
Perubahan UU mencakup pembaharuan substansi hukum, pembangunan budaya hukum dan transformasi kelembagaan hukum yang mengedepankan keseimbangan antara kepastian, keadilan, kemanfaatan dan perdamaian berlandaskan Pancasila.
“Pemasyarakatan ini ada sebagai bentuk netralitas dalam penegakan hukum, sarana check and balances dalam proses peradilan,” katanya.
Ditambahkan bahwa, perubahan UU Pemasyarakatan menitikberatkan pada reposisi Pemasyarakatan dalam sistem peradilan pidana dan perubahan paradigma hukum pemidanaan di Indonesia.
Johannes Rettob memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya atas segala bentuk kerja keras jajaran Pemasyarakatan, baik tingkat pusat maupun daerah.
“Saya apresiasi selalu bekerja keras, memegang teguh integritas, dan berdedikasi tinggi dalam menjalankan tugas dan fungsi organisasi walau dengan berbagai keterbatasan demi mewujudkan pelayanan yang optimal,” pungkasnya.
Johannes Rettob mengingatkan kepada seluruh jajaran untuk tidak terlibat dalam praktik peredaran Narkoba dan pungutan liar di dalam Lapas/Rutan/LPKA agar tidak mencederai prestasi yang sudah dicapai selama ini.
“Tidak ada toleransi bagi praktik-praktik penyimpangan semacam ini,” tegasnya.
Ia juga mengajak seluruh warga binaan untuk selalu berperan aktif dalam mengikuti segala bentuk program pembinaan.
Serta terus mengembangkan potensi diri dan mematuhi tata tertib di Lapas, sehingga dapat menjadi bekal mental positif ketika nanti kembali ke masyarakat.
Kepada seluruh jajaran petugas Lapas, juga diingatkan dalam menjalankan tugas pembinaan selalu melakukan interaksi dan komunikasi yang baik kepada warga binaan, dengan tetap mengedepankan perlindungan HAM yang berlandaskan Pancasila.
“Saudara sekalian mempunyai peran penting dalam meningkatkan semangat dan kondisi kejiwaan warga binaan yang terpuruk akibat dampak dari hukuman hilang kemerdekaan yang harus mereka jalani”.
Pembinaan kepribadian dan kemandirian yang diberikan bertujuan untuk mengubah kualitas hidup dan penghidupan warga binaan agar dapat berinteraksi secara sehat di masyarakat. (Redaksi)