TIMIKA, Koranpapua.id- Tahun Anggaran 2024 Pemerintah Kabupaten Mimika memiliki sekitar 7.000 paket pekerjaan fisik dan pengadaan.
Dari jumlah yang ada terdapat paket pekerjaan dengan nilai Rp1 miliar kebawa yang diperuntukan bagi pengusaha Orang Asli Papua (OAP).
Ada juga dengan nilai Rp2,5 miliar yang mana sesuai ketentuan diberikan kesempatan untuk tender terbatas untuk pengusaha OAP.
Sedangkan paket pekerjaan dengan nilai kontrak Rp2,5 miliar ke atas baru terbuka untuk umum, baik OAP maupun pengusaha non Papua.
“Dengan ketentuan yang ada, dan dari sekian ribu paket, berapa persen pekerjaan yang didapat oleh pengusaha OAP. Ini yang menjadi pertanyaan,” tegas Donbosco Pogolamum, Ketua Gapensi Mimika, Papua Tengah.
Hal ini dilontarkan Donbosco kepada koranpapua.id di ruang kerjanya, Jumat 16 Agustus 2024.
Putra Amungme ini juga mempertanyakan transparansi Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dalam mengumumkan paket-paket pekerjaan kepada publik, terutama kepada pengusaha OAP.
“Malah yang terjadi justru semua itu menjadi tidak jelas,” sesalnya.
Menurutnya, yang saat ini dialami pengusaha OAP sejak diterbitkan Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 17 Tahun 2019 yang mengatur tentang paket proyek dengan nilai Rp1 miliar kebawah dan tender terbatas Rp2,5 miliar, belum juga memihak kepada OAP.
Donbosco juga menyayangkan, saat ini yang terjadi ada OAP yang mendirikan perusahaan lebih dari satu.
Jabatan direktur diisi OAP, sedangkan komisaris dan wakil direkturnya orang non Papua. Sehingga dalam pelaksanaannya semua kegiatan perusahaan dikendalikan oleh komisaris dan wakil direktur.
“Itu terjadi karena direktur tidak mengerti apa-apa. Dengan demikian direktur tidak mengetahui apa yang sudah terjadi dan berapa paket pekerjaan yang ditender,” pungkasnya.
Dalam perjalanan perusahaan, direktur hanya tahu melakukan tanda tangan. “Apa yang didapat direkturnya, palingan terima 10 atau 15 juta pada saat hari raya Natal dan Tahun Baru. Ini adalah fakta yang terjadi,” paparnya.
Donbosco menegaskan dengan tidak pahamnya OAP justru dimanfaatkan oleh non Papua untuk ‘merampas’ apa yang menjadi haknya.
Ia juga menyoroti perilaku ‘serakah’ eksekutif dan legislatif yang memanfaatkan jabatannya memberikan paket pekerjaan kepada keluarga atau kenalan untuk bekerja dengan memanfaatkan jasa perusahaan OAP.
“Jadi OAP ini karena minimnya akses dan rendahnya kemampuan melobi, maka terpaksa meminjamkan perusahaannya kepada non OAP hanya dengan kesepakatan mendapat fee dua sampai tiga persen dari nilai kontrak setelah dikurangi pajak,” jelas Donbosco.
Padahal dengan tersedianya paket Rp1 miliar kebawah diperuntukan OAP bertujuan untuk tujuan meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat.
“Tapi yang terjadi malah kesempatan untuk memperbaiki kesejahteraan malah ‘dirampok’ oleh non Papua termasuk pejabat itu sendiri,” tandasnya.
Keadaan yang terjadi saat ini justru semakin miris, pejabat eksekutif dan legislatif yang seharusnya berjuang untuk kepentingan OAP malah tidak terwujud.
“Apa yang dilakukan pejabat hanya dewa yang tahu sebab selama ini tanpa ada transparan dalam mengimplementasikan amanat Kepres tersebut”.
Dengan tidak adanya transparan dari pimpinan OPD, pengusaha OAP akan terus menjadi korban. Selain sudah mengeluarkan anggaran besar mengurus persyaratan dokumen perusahan, setiap tahun juga harus membayar pajak.
Melihat fenomena ini, Donbosco ingatkan kepada pengusaha OAP agar tidak mudah meminjamkan perusahaannya kepada orang lain atau keluarga pejabat.
Selain itu, non OAP juga diminta untuk berhenti memanfaatkan OAP dalam upaya memperkaya diri sendiri dengan cara-cara tidak manusiawi.
Sebaiknya jadilah karyawan dan pendamping yang diberi upah jauh lebih terhormat dan bermartabat, karena sudah mengambil bagian dalam membina dan mendampingi OAP menjadi mandiri.
Kepada Pemerintah Kabupaten Mimika, ia mengingatkan kehadiran Gabungan Pengusaha Konstruksi (Gapensi) merupakan mitra Pemerintah Daerah di dunia konstruksi.
Namun selama delapan tahun belum pernah ada komunikasi dan koordinasi dari pemerintah daerah dengan Gapensi, terkait pembinaan anggota Gapensi, sehingga belakangan ini sering muncul persoalan.
Ia mencontohkan pembangunan jalan betton, jembatan maupun aspal yang kurang berkualitas. Baru selesai dikerjakan dan digunakan dua tiga bulan langsung rusak.
Jalan aspal yang dilihat dari jauh mulus dan rata, namun pada saat bekendaraan yang dirasakan bagaikan gelombang laut.
Contoh lain kurangnya koordinasi Pemkab Mimika dengan Gapensi maka terjadinya pemalangan kantor pemerintahan oleh kontraktor OAP.
“Sebenarnya hal ini tidak akan terjadi apabila adanya koordinasi baik antara pemerintah dan organisasi profesi, karena ada komunikasi yang baik dalam menyelesaikan persoalan tersebut,” tambahnya.
Donbosco berencana mulai tahun 2025 akan berkoordinasi dengan pemerintah daerah melalui Pj Sekda Mimika sebagai Ketua Tim Anggaran.
Melalui koordinasi itu, maka Gapensi dan pemerintah daerah dapat duduk bersama mengkawal paket pekerjaan yang nilainya Rp1 miliar ke bawah.
Selain itu Gapensi juga akan membina anggotanya mulai dari kelengkapan administrasi seperti, Kartu Tanda Anggota (KTA), Sertifikat Kompetensi Kerja (SKK), Sertifikat Badan Usaha (SBU) K3 dan pesyaratan lainnya.
Dengan demikian bagi pengusaha konstruksi yang memenuhi syarat akan didorong untuk bisa menangani pekerjaan penunjukan langsung (PL) yang ada di setiap OPD. (Redaksi)