TIMIKA, Koranpapua.id- Genangan air yang sudah terjadi hampir dua pekan di Kampung Kamoro, Distrik Mimika Tengah, Kabupaten Mimika juga mengakibatkan aktivitas belajar mengajar di SD YPPK Santo Blasius Mioko, terganggu.
Alexander Waupuru, Perangkat Kampung yang juga Kepala Dusun Kamoro mengatakan, kondisi genangan air yang terparah terdapat di SD YPPK Santo Blasius.
Air setinggi betis anak SD menggenangi halaman sekolah itu sejak dua pekan terkahir dan sampai hari ini, Senin 12 Agustus 2024 belum juga surut.
Dengan masih tingginya genangan air membuat aktivitas para guru dan murid sekolah menjadi sangat terbatas.
“Anak-anak banyak yang menderita sakit batuk, pilek dan gatal-gatal akibat kutu air”
Anak-anak saat di sekolah terpaksa hanya bisa berada di bangunan sekolah yang terbuat dari kayu dengan konstruksi panggung (kolong).
Helena Dumatubun, Kepala SD YPPK Santo Blasius Mioko menjelaskan dari 185 anak didik, saat ini hanya sekitar 50 murid yang masih datang ke sekolah.
Ia membenarkan halaman sekolah yang dipimpinnya sampai hari ini masih terendam air. Kondisi ini juga berdampak terhadap kehadiran anak didik yang datang ke sekolah.
Selain banjir dan hujan yang terus mengguyur wilayah itu, anak-anak banyak yang menderita sakit batuk, pilek dan gatal-gatal akibat kutu air.
“Anak-anak yang sakit biasanya berobat di Pustu, Puskesmas Ayuka dan RSMM,” tuturnya.
Selain anak didik, tiga guru juga dikabarkan juga mengalami sakit dan sekarang lagi jalani perawatan di Timika.
“Saat ini anak didik semuanya 185 orang dengan sembilan guru dan satu pegawai Tata Usaha. KBM tahun ajaran baru mulai 15 Juli 2024 lalu. Namun sekarang hanya sekitar 50 murid yang masuk sekolah,” paparnya.
Dikatakan, banjir yang terjadi di wilayah itu juga mengakibatkan bus yang selama ini melayani masyarakat dan guru-guru mengalami kerusakan mesin, ditambah usia bus yang sudah tua.
Banyak anak-anak yang tidak ke sekolah juga dikarenakan lapar. Hujan dan banjir membuat orang tua mereka kehabisan bahan makanan, karena kesulitan mencari dan membuat sagu.
Mereka juga kesulitan ke pasar untuk menjual hasil kebun. “Kalau hujan terus masyarakat di sini susah dan pasti tidak ada uang untuk beli beras. Di sini makan sehari-hari sagu,” katanya.
Ia menjelaskan sampai hari ini, Senin 12 Agustus 2024, air masih tergenang di halaman sekolah meskipun perlahan mulai surut.
Anak-anak terpaksa ke sekolah berpakaian bebas, setiba di sekolah baru pakaian seragam.
Meskipun menghadapi situasi sulit seperti ini setiap tahun, Helena selaku kepala sekolah bersama para guru dan anak-anak tetap bertahan melaksanakan aktivitas KBM seperti biasa. (Redaksi)