TIMIKA, Koranpapua.id- Sebagian wilayah Distrik Mimika Barat Tengah (Kapiraya) Kabupaten Mimika, Papua Tengah diklaim masuk dalam wilayah Pemerintah Kabupaten Deiyai dan Kabupaten Dogiyai.
Atas hal ini mengundang kecaman para Tokoh Masyarakat (Tomas) Kapiraya yang mengetahui sejarah keberadaan wilayah itu.
Sebelumnya para tokoh masyarakat Kapiraya sudah menyampaikan persoalan ini ke Lembaga Masyarakat Adat Suku Kamoro (Lemasko) untuk meminta Pemkab Mimika dan Pemkab Deiyai dan Pemkab Dogiyai duduk bersama menyelesaikan persoalan ini.
Kini pernyataan keras disampaikan Anthonius Tapipea, ST, Tokoh Masyarakat Mimika, kelahiran Mimika Barat Tengah.
Dikatakan, sebagian wilayah Kapiraya masuk wilayah Dogiyai dan Deyai merupakan klaim sepihak dan tidak berdasar.
Karena itu sebagai tokoh masyarakat, Anthonius meminta Pemkab Deiyai dan Dogiyai untuk berhenti memprovokasi masyarakat bahwa Kapiraya masuk wilayah dua kabupaten itu.
“Saya tegaskan dan ingatkan Pemerintah Kabupaten Deiyai dan Kabupaten Dogiyai berhenti untuk mencaplok hak ulayat kami masyakarat Mimika Barat Tengah,” ujar Anthonius kepada koranpapua.id, Selasa 2 Juli 2024.
Anthonius yang juga sebagai Wakil Ketua OKIA menjelaskan, wilayah yang bersengketa itu berada di Kampung Kapiraya lama, KM 9.
Dijelaskan, wilayah itu sekitar tahun 2008 oleh Alm. Yakobus Tapipea, Kepala Suku Kapiraya memberikan ijin tinggal kepada warga Deiyai yang saat itu bekerja di salah satu perusahaan yang beroperasi di wilayah itu.
Dan setelah operasional perusahaan tersebut berakhir, oleh Yakobus Tapipea mengijinkan kampung itu kepada sekelompok warga Deiyai untuk menjadikan tempat hunian sementara.
“Operasional perusahaan berakhir, karena harus pulang ke Deiyai cukup jauh, maka diijinkan untuk mereka tinggal sementara di kampung itu,” jelas Anthonius.
Namun dalam perjalanan waktu, masyarakat dan Pemkab Deiyai dan Dogiyai mengklaim sepihak bahwa kampung itu masuk dalam wilayah administrasi dua pemerintah kabupaten itu, hanya karena kepentingan pemekaran wilayah.
“Itu wilayah kami orang Kamoro Mimika Wee dari daerah dusun adat Wawia Wee. Ini sangat keterlaluan dan saya atas nama pemilik wilayah adat Wawia Wee mengutuk tindakan mereka yang mencaplok wilayah kami orang Mimika Barat Tengah,” tegas Antonius.
Tokoh intelektual Mimika yang juga sebagai Ketua Harian Lembaga Pengembangan Pesparawi Daerah (LPPD) Kabupaten Mimika menyampaikan, dirinya mendukung pernyataan Johannes Rettob, Plt. Bupati Mimika yang mengatakan, Kapiraya adalah wilayah administrasi Kabupaten Mimika.
Anthonius juga mendukung pernyataan lembaga adat Lemasko yang meminta agar Lapangan Terbang (Lapter) Kapiraya ditutup sementara.
“Saya mohon ijin kepada Pemda Mimika dan Kapolres Mimika. Saya sebagai pemilik adat orang Wawia Wee mendukung masyakarat saya untuk melakukan sasi adat menutup Lapter Kapiraya,” pungkasnya.
Kepada DPRD Mimika, Pemkab Mimika, Pemkab Deiyai, Pemkab Dogiyai dan Pemerintah Provinsi Papua Tengah agar menyikapi persoalan ini dengan serius.
“Kalau bisa masalah ini sampai ke Kementerian Dalam Negeri. Kami ingatkan bahwa daerah kami tidak pernah ada pemekaran kabupaten. Soal perjuangan DOB wilayah kami sangat jelas karna berada pada petah koordinasi yang jelas,” timpalnya.
Disampaikan, jika Pemkab Deiyai dan Pemkab Dogiyai akan melakukan pemekaran wilayah tidak dipermasalahkan. Namun akan menjadi masalah kalau pemekaran tersebut mencaplok hingga ke Kapiraya.
“Kalau mau lakukan pemekaran, mekarkan saja tapi jangan caplok tempat kami. Dua kampung yang dihuni orang Deiyai Mauka dan Mogodagi adalah wilayah kami yang diijinkan sementara oleh almarhum kepala suku saat itu,” paparnya.
Ditambahkan, daerah yang dicaplok merupakan wilayah orang Wawia Wee, termasuk Wakia.
“Itu nama kampung berdasarkan bahasa daerah kami orang Mimika Wee, kami beda dengan orang Deiyai dan Dogiyai, bahkan wilayah adat kami sangat jauh. Ingat jangan sembarang mencaplok,” tegasnya lagi. (Redaksi)