TIMIKA, Koranpapua.id- Pemerintah Kampung (Pemkam) Nawaripi, Distrik Wania, Kabupaten Mimika, Papua Tengah mengeluarkan kebijakan untuk mempersempit gerak mafia tanah yang belakangan ini cukup marak di Timika.
Salah satu kebijakan yang dilakukan untuk menyelamatkan lahan-lahan kosong yang berada dalam wilayah kampung itu, Pemkam menerbitkan surat keterangan garapan tanah adat kepada masyarakat Kamoro yang berada di tiga kampung.
Surat keterangan garapan tanah adat seluas 30 hektar ini diserahkan langsung oleh Norman Ditubun, Kepala Kampung Nawaripi bertempat di Sanggar Seni Musik Merah Putih Nawaripi, Kamis 30 Mei 2024.
Norman Ditubun menjelaskan, tanah adat yang selama ini belum digarap dibagikan kepada masyarakat Kamoro berdasarkan hasil kesepakatan bersama lembaga adat.
Mereka yang menerima tanah adat tersebut adalah masyarakat Kamoro yang mendiami tiga wilayah kampung yakni, Nawaripi, Koperapoka dan Nayaro.
Ia menyebutkan setiap kepala keluarga mendapat satu kapling dengan ukuran berbeda-beda.
Khusus tokoh adat misalnya Ketua Lemasko mendapat 50 x 200 meter. Sedangkan masyarakat ukuran 25 x 200 meter dan ukuran 20 x 20 meter.
Ia mengatakan surat garapan tanah adat ini dikeluarkan oleh Pemerintah Kampung Nawaripi yang ditandatangani oleh Kepala Distrik Wania.
“Kita bagikan hari ini setelah Kepala Distrik Wania Mathius Sedan tanda tangan kemarin,” katanya.
Norman berpesan kepada masyarakat Kamoro tiga kampung supaya lahan yang ada jangan dijualbelikan kepada orang lain.
Lahan tersebut dapat diolah untuk berkebun supaya bisa meningkatkan ekonomi keluarga serta diwariskan kepada anak cucu yang akan datang.
Dikatakan tanah adat ini diberikan surat garapan dengan tujuan agar mendapat pengakuan dari pemerintah. Dengan demikian dalam menggarap telah memiliki kekuatan hukum positif.
“Dengan dasar surat garapan tersebut akan dibuatkan sertifikat atas nama pribadi,” tandas Norman.
Norman menjelaskan pada saat pembagian surat garapan bertepatan dengan kedatangan Saleh, pegawai Badan Pertanahan Nasional (PBN) Mimika.
Kepada Saleh, Norman langsung berkoordinasi untuk melakukan pengukuran pembuatan sertifikat gratis dalam program Prona tahun 2024 ini.
Norman juga menyampaikan bahwa selain lahan yang dibagikan kepada masyarakat, ada juga lahan milik Pemerintah Kampung Nawaripi yang sudah dibebaskan oleh masyarakat adat seluas 35 hektar.
“Karenanya dalam pengurusan sertifikatnya bisa secara bersamaan,” pinta Norman.
Menurutnya, lahan kampung ini menjadi aset kampung. Apabila kedepan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah atau pihak swasta yang hendak berinvestasi jangan ragu-ragu.
Lokasinya saat ini tengah dibangun untuk menjadi obyek wisata rohani Nawaripi di Mile 21. “Setelah dibuatkan sertifikat jangan dijual. Saya sangat marah kalau ada warga jual tanah ini,” tegas Norman. (Redaksi)