TIMIKA, Koranpapua.id- Lembaga Masyarakat Adat Suku Amungme (Lemasa) versi Karel Kum dan Lembaga Masyarakat Adat Suku Kamoro versi Fredi Sony Atiamona mulai melakukan persiapan penjaringan bakal calon anggota DPRK Mimika perode 2024-2029.
Persiapan penjaringan bakal calon Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Mimika ini, diawali dengan pertemuan yang berlangsung di Kantor Lemasa Jalan Cenderawasih, Senin 18 Maret 2024.
Karel Kum, Ketua Lemasa menjelaskan pertemuan bersama Lemasko untuk membahas persiapan pembukaan posko pendaftaran penjaringan putra-putri Amungme dan Kamoro untuk menjadi anggota DPRK utusan lembaga adat sesuai Undang-Undang Otsus Jilid II.
Karel mengatakan, dalam rapat tersebut kedua lembaga adat bersepakat membuka posko pendaftaran bersama di Kantor Lemasa yang dimulai, Selasa 19 Maret 2024.
Karel mengakui meskipun hingga saat ini belum ada petunjuk teknis dari Timsel Papua Tengah dan Pansel Kabupaten, namun sebagai lembaga adat harus sudah menyiapkan kader intelektual terbaiknya untuk mengikuti seleksi guna mengisi sembilan kursi Otsus tersebut.
Dengan persiapan yang lebih awal akan mempercepat jika nanti Pansel meminta nama kader untuk diusulkan sebagai anggota DPRK.
“Kami Lemasa dan Lemasko harus bersatu untuk seleksi utusan lembaga adat sambil menunggu informasi dari Timsel Papua dan Pansel kabupaten,” jelasnya.
Karel menuturkan, para intelektual Amungme dan Kamoro yang akan diusulkan dan direkomendasikan berdasarkan hasil penilaian dewan adat dari kedua lembaga adat.
Dalam penjaringan ini Lemasa dan Lemasko membentuk satu tim guna membahas dan mempertimbangkan untuk diputuskan berapa orang untuk Lemasa dan Lemasko dari kuota sembilan kursi.
Adapun syarat umum untuk para pendaftar sebagai calon anggota DPRK yakni, harus asli Suku Amungme dan Kamoro, memiliki ijazah pendidikan mulai SD, SMP, SMA dan perguruan tinggi.
Terkait dengan tigalisme kepengurusan Lemasa, Karel mengklaim bahwa Lemasa versinya yang sah, karena memiliki legalitas hukum yang terdaftar secara resmi di Bakesbangpol Mimika.
“Kalau lembaga musyawarah adat itu legal standingnya kontra dengan PT Freeport Indonesia. Sehingga dia tidak bisa menamakan diri bahwa itu lembaga. Karena akta pendiriannya berstatus yayasan,” tandasnya.
Karel menegaskan, PT Freeport hanya mau menipu masyarakat Amungme dan Kamoro, dengan mengakui bahwa itu lembaga adat padahal sesungguhnya tidak benar. Lembaga adat itu tidak mempunyai kekuatan hukum untuk bisnis dan usaha. (Redaksi)