TIMIKA, Koranpapua.id- Memasuki tahun 2024 suhu politik di tanah air, termasuk Kabupaten Mimika, Papua Tengah semakin memanas. Banyak orang menyiapkan diri untuk memperebutkan jabatan baru atau mempertahankan jabatannya.
Berbagai cara dan upaya dilakukan untuk mendapatkan jabatan politik. Diantaranya mengandalkan kualitas diri, memanfaatkan jalur relasi dan juga menempuh jalur politik identitas. Uang juga menjadi salah satu cara yang dilakukan seseorang untuk memenangkan kompetisi politik
Terkait dengan itu pemuda Katolik di wilayah Keuskupan Timika diingatkan untuk cerdik dan cerdas serta berpikiran jernih dalam kebenaran.
Hal itu disampaikan RP.Yohanes Haryoto, SCJ dalam khotbahnya ketika memimpin ibadah Pelantikan Badan Pengurus Pemuda Katolik periode 2023-2026 di Graha Eme Neme Yauware, Kamis 27 Juli 2023.
Hadir dalam ibadah tersebut, Dr. Leonardus Tumuka, Ketua Pemuda Katolik terpilih, Apolonaris Letsoin, Sekretaris Pemuda Katolik, pengurus FKUB Mimika Paul Weti, perwakilan TNI-Polri serta kader Pemuda Katolik Mimika.
“Biasanya semua cara dipakai baik halal maupun haram, puncak dari proses itu hanya ada dua kemungkinan yakni gagal atau berhasil menduduki sebuah jabatan,” ujar RP. Yohanes.
Pengurus Pemuda Katolik diajak untuk memahami dua hal yang berbeda tetapi bisa disatukan. Yaitu, tentang jabatan dan kepemimpinan (management dan leadership).
Menurut RP Yohanes, seseorang bisa menduduki sebuah jabatan tanpa memiliki kemampuan memimpin. Orang ini menjadi pejabat tanpa amanah, artinya tanpa tanggungjawab moral.
Akibatnya dapat menghancurkan kehidupan rakyat dan diri sendiri. Sebaliknya seorang bisa memimpin dan mempengaruhi banyak orang tanpa harus menduduki suatu jabatan.
Untuk itu kepada pemuda Katolik, RP Yohanes mengajak untuk belajar dari Plato, seorang filsuf Yunani. Plato mengatakan bahwa orang yang pantas menduduki sebuah jabatan adalah seorang filsuf.
Filsuf identik dengan cerdik pandai, yaitu orang yang bijak, pandai dan berwawasan luas. Seseorang pantas menduduki jabatan karena dia mampu mengetahui apa yang terbaik bagi hidup bermasyarakat.
Mampu menentukan arah kebijaksanaan dengan tepat dan cepat guna menjawab berbagai permasalahan yang muncul di tengah masyarakat.
Jabatan adalah sebuah amanah, kepercayaan atau tanggung jawab. Karenanya pejabat yang ideal adalah orang yang memiliki kecerdasan dan memiliki jiwa kepemimpinan.
Dalam teorinya Plato juga menyampaikan bahwa pejabat bisa menjalankan amanah yang diberikan rakyat, namun harus melakukan beberapa tindakan politik.
Pertama- Penghapusan kepemilikan privat bagi dirinya, tidak boleh memiliki kekayaan, supaya tidak terjadi konflik kepentingan.
Kedua- Rumah sang pejabat dibuat oleh rakyat, serta mudah diakses oleh rakyat, sehingga setiap orang bisa datang kapanpun melakukan konsultasi. Ada ruang publik dimana rakyat mudah berjumpa dengan si pejabat dan tidak terhalang oleh protokeler atau birokrasi.
Ketiga- Kebutuhan si pejabat beserta stafnya digaji oleh rakyat. Ini bertujuan supaya terjadi kontrak politik, sehingga pejabat bisa dituntut bila mengabaikan aspirasi masyarakat.
RP Yohanes mencontohkan sampai sekarang masih menjadi berita hangat di media massa kisah pejabat Lampung. Ada anak muda bernama Bima mempublikasikan pejabat yang mengabaikan aspirasi dan kebutuhan rakyat. Diantaranya jalan rusak parah, dan kemandekan pelayanan umum lainnya.
Awalnya sang pejabat tidak mau menerima kritikan tersebut, bahkan sempat mengancam Bima. Pejabat itu tidak menyadari dengan ancamannya justru membangkitkan keberanian warga Lampung untuk menguak kebobrokannya.
Pejabat model ini adalah yang tidak memiliki kemampuan memimpin dan mengabaikan aspirasai rakyat.
“ Contoh ini bukti kebenaran teori Plato tentang pemerintahan yang ideal. Ketika seorang pejabat tidak cerdas, tidak bisa dipercaya atau mengabaikan aspirasi rakyat maka jabatannya menjadi bumerang bagi dirinya sendiri,” papar RP Yohanes.
RP Yohanes juga mengingatkan pemuda Katolik soal yang tertulis dalam Kitab Putra Sirakh. Bahwa pemerintah yang bijak menjamin ketertibatan dalam masyarakat, pemerintah yang arif adalah yang teratur.
Raja yang tidak terdidik (tidak cerdas bukan filsuf atau tidak memiliki wawasan yang luas) membinasakan rakyatnya, tetapi sebuah kota sejahtera berkat kearifan para pejabatnya. Pemerintah beralih dari bangsa yang satu kepada bangsa yang lain akibat kelaliman, kekerasan dan uang (Sir 10:1-8).
Menurut RP Yohanes, kata kunci hidup bermasyarakat adalah cerdas dan terdidik. Rakyat yang memilih pemimpinnya sebagai pejabat harus cerdas. Jangan sampai dikuasai oleh uang. Pilihlah pemimpin yang cerdas, bisa dipercaya, berwawasan luas dan tidak gila uang.
Menjadi pejabat adalah sah-sah saja karena dijamin oleh konstitusi bahwa setiap warga negara berhak menduduki jabatan tertentu. Apakah itu menjadi lurah, anggota legislatif dan pejabat pemerintahan.
Namun jangan dengan jabatan justru menghancurkan negara dan melukai hati rakyat. Agar tetap terhormat, maka sebelum menjadi pejabat harus menyiapkan diri terlebih dahulu. “ Menjadi filsuf artinya menjadi orang yang terdidik, berwawasan luas dan tidak gila uang,” pesan RP Yohanes.
Motivasi menjadi pejabat agar bisa mengeruk kekayaan sebanyak-banyaknya, cepat atau lambat akan jatuh. RP Johanes mengingatkan ungkapan seorang filsuf bahwa kebenaran selalu lebih kuat daripada kebohongan dan pada akhirnya kebenaran pasti akan menang.
Prinsipnya semakin para pejabat pemerintahan cerdas, berwawasan luas, beramanah, bisa dipercaya dan bertanggungjawab, maka rakyat semakin taat, semakin rukun Bersatu dan sejahtera. Negarapun semakin jaya. (redaksi)