TIMIKA, Koranpapua.id- Ketua Pengadilan Negeri Kota Timika Yajid, SH, MH menganjurkan agar semua perkara perdata penyelesaiannya melalui mediasi. Apabila mediasi di tingkat pertama berhasil, otomatis perkara tidak menumpuk di Mahkamah Agung (MA).
Begitu juga dengan kasusnya jika dapat diselesaikan melalui jalur mediasi, maka tidak ada pihak yang dipermalukan. Karena itu untuk mediasi membutuhkan mediator sebagai juru damai.
Apabila sudah berhasil mencapai kesepakatan mediator akan melaporkan kepada Pengadilan Negeri, untuk mengeluarkan akta fandasi. Akta ini sama dengan putusan pengadilan. Peran mediator juga bisa membantu mendampingi kasus yang melibatkan anak-anak dibawah umur dalam penyelesaian di luar pengadilan.
Hal ini disampaikan Yajid ketika menyampaikan sambutan pada acara penandatanganan nota kesepahaman pendayagunaan mediasi antara Pengadilan Negeri Kota Timika dengan Pusat Bantuan Mediasi GKI di Tanah Papua di Swiss Belinn, Jumat 7 Juli 2023.
“Perkara perdata dari tingkat pertama membutuhkan waktu paling lama lima bulan. Pengadilan Tinggi membutuhkan waktu tiga bulan. Naik kasasi dan penijauan ulang (PK) membutuhkan waktu yang lama,” ujar Yajid.
Dalam perkara perdata ada prinsip yang menang jadi arang dan yang kalah jadi abu. Mengapa demikian? Karena bagi yang menang akan dilanjutkan ke MA untuk eksekusi. Namun apabila sebelum dilakukan eksekusi, pemenang terlanjur lebih dahulu meninggal maka itu menjadi persoalan.
Namun apabila diselesaikan dengan jalan mediasi, sudah pasti kedua pihak tidak ada yang merasa dipermalukan. Karena dalam mediasi tidak dikenal ada yang menang dan tidak ada yang kalah, tetapi sama-sama menguntungkan.
Karena itu kehadiran Pusat Bantuan Mediasi GKI dalam memberikan pelayanan bantuan mediasi gratis merupakan sesuatu yang baik. Karena apa yang dilakukan Pusat Bantuan Mediasi GKI adalah melaksanakan tugas lebih kepada suatu amal ibadah.
Sedangkan untuk perkara cerai, Yajid menyarankan dalam prosesnya sebaiknya diserahkan kepada para pastor dan pendeta, karena mereka mempunyai trik khusus yang diawali dengan pembacaan doa.
“Ketika awal suami istri disatukan penuh dengan senyum bahagia. Tapi ketika hadir bercerai di pengadilan baru lihat mukanya saja sudah tidak suka. Makanya sebaiknya kasus cerai butuh pendeta dalam menyelesaikan karena ada cara-cara khusus,” saran Yajid.
Yajid mengakui tingkat perceraian masyarakat di kampung-kampung dan di Kota Timika cukup tinggi. Ia membenarkan tingkat perceraian banyak terjadi sejak ada aksi mogok kerja (Moker) Karyawan PT Freeport Indonesia. (redaksi)