TIMIKA, Koranpapua.id- Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Mimika menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama perwakilan empat distrik, yakni Kuala Kencana, Mimika Barat, Mimika Tengah, dan Hoya.
RDP yang berlangsung di Aula DPRK Mimika, Senin 15 September 2025, membahas persoalan pelayanan publik, infrastruktur, hingga partisipasi masyarakat.
Herman Gafur, Ketua Komisi III DPRK Mimika, mengungkapkan salah satu persoalan mendasar yang terungkap dalam RDP adalah ketiadaan kantor distrik di Hoya. Kondisi ini kata dia memaksa 45 pegawai distrik harus bekerja dari Timika.
“Bagaimana pelayanan masyarakat bisa maksimal, sementara kantor distrik di Hoya tidak ada? Mereka tetap digaji setiap bulan, tetapi tidak bisa bekerja di wilayahnya,” kata Herman usai RDP.
Selain itu, akses transportasi ke Distrik Hoya juga menjadi kendala serius. Sekali perjalanan ke wilayah tersebut membutuhkan biaya hingga Rp180 juta.
Untuk itu, Komisi III mendorong percepatan pembangunan Lapangan Terbang (Lapter) agar mobilitas masyarakat dan pelayanan publik tidak lagi terhambat.
Di sektor pendidikan, tercatat hanya ada empat ruang kelas, sementara layanan kesehatan dinilai belum berjalan maksimal.
Herman menekankan perlunya perhatian khusus dari pemerintah daerah, termasuk penyelesaian pembangunan kantor distrik Kuala Kencana yang hingga kini belum jelas penanggung jawabnya.
“Pendelegasian kewenangan pembangunan kantor distrik perlu dievaluasi. Bupati harus turun tangan agar infrastruktur pelayanan masyarakat segera terealisasi,” tegasnya.
RDP juga mencatat adanya persoalan klaim tanah untuk pembangunan kantor kelurahan Karang Senang.
Herman meminta pemerintah daerah bersikap tegas terhadap oknum yang menghambat pembangunan fasilitas publik.
“Pelayanan masyarakat tidak boleh terhenti hanya karena klaim kepemilikan lahan oleh pihak tertentu,” ujarnya.
Untuk Distrik Mimika Barat dan Mimika Tengah, masyarakat mengeluhkan tingginya biaya transportasi.
Terkait ini, Komisi III mendorong Dinas Perhubungan menyiapkan solusi subsidi agar aktivitas warga tidak terbebani ongkos yang mahal.
Tak hanya itu, proyek penyediaan air bersih tahun 2024 di dua distrik tersebut juga dipersoalkan karena hingga kini belum dirasakan manfaatnya oleh warga.
“Program sudah berjalan, tapi manfaatnya tidak sampai ke masyarakat. Kami akan tindak lanjuti agar akhir 2025 atau paling lambat awal 2026, masyarakat sudah benar-benar merasakan fasilitas air bersih,” jelas Herman.
Komisi III menegaskan akan mengawal seluruh temuan RDP ini agar segera ditindaklanjuti pemerintah daerah.
Fokus utama diarahkan pada peningkatan pelayanan publik, percepatan pembangunan infrastruktur, serta pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat di empat distrik tersebut. (*)
Penulis: Hayun Nuhuyanan
Editor: Marthen LL Moru